♤ 2 0 . 2 || 그냥 - just because ♤

225 39 9
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa vote&comment

◇◇◇◇◇

"Turunkan aku!" Aku meronta sambil memukul-mukul bahunya.

"Kau mau mengesot sampai pulang nanti?" Bebernya menaikkan satu alisnya itu membuatku frustasi. Sebelum aku berhasil menjawab dia memotong, "Aku sudah meminta es batu supaya kau bisa mengompres lututmu itu nanti." Nyatanya sambil menyerahkan es batu dan sekotak tteokbokki itu padaku untukku genggam.

Kami saling bertatapan sekarang, tapi tatapan kami berbeda, aku menatapnya garang.

"Kau pasti salah paham kan?" Tanyanya sambil terkekeh.

Sial, dia tau.

"Bagaimana aku tidak tau kalau kau menatapku seperti itu Seul? Kita mengenal lebih dari 10 tahun, aku bisa membaca gerak-gerik dan raut wajahmu dalam sekali lihat." Nyatanya tertawa lagi.

Aku menekuk wajahku lagi dan berkata dengan suara pelan. "Kau tau aku sangat tidak suka menunggu." Aku yakin seratus persen dia tau akan hal ini, aku sangat-sangat benci menunggu.

"Hanya karena itu?" Sahutnya masih tersenyum membuatku sebal saja. "Tapi kau malah mengobrol santai dengan orang lain." Sindirku garang.

Ia tertawa kecil. "Kau tau sendiri temanmu ini tampan kan? Aku hanya minta es batu, tapi perempuan itu malah meminta nomor telponku dan mengajakku ngobrol." Paparnya.

Aku menekuk wajahku lagi. Orang ini benar-benar menyebalkan. Aku menunggu kurang lebih 20 menit sendirian hanya untuk hal itu? Tanpa satu pesanpun selain, 'tunggu aku disini sampai kembali'.

"Lalu kalau perempuan itu mengajakmu menginap dirumahnya berarti aku akan di halte bus itu sampai besok?" Sahutku sebal.

Ia malah tertawa lagi. Sumpah sangat menyebalkan.

"Kalau begitu, aku akan bilang kalau ada beruang yang akan marah besar di halte bus." Jawabnya lagi sambil terkekeh pelan. Aku mendengus kesal.

Ia masih menggendongku di belakang punggungnya sementara kedua tanganku sekarang berada di pundaknya, Jimin seperti sedang mengenakanku seperti ransel sekarang.

Hening sejenak sampai aku menghela nafas kalah.

"Jadi bagaimana project campuran itu?" Tanyaku sambil menopangkan daguku di bahu miliknya.

"Menurutku sudah cukup aman, Baekho sudah mulai rajin ikut latihan." Jawabnya setelah berpikir.

Aku mengangguk-angguk mengerti. "Baguslah." Jawabku singkat. "Kau tau, Yoongi-oppa tadi mengabari kalau Hani-noona pingsan karena kepalanya terkena tendangan bola."

Jimin menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang sedikit, "Apa dia baik-baik saja?" Tanyanya khawatir.

Aku mengangguk cepat, ia menghela nafasnya lega dan mulai bergerak lagi. "Syukurlah."

Digendong seperti ini oleh Jimin membuatku sadar beberapa hal. Aku dapat melihat semuanya dengan jelas, akar rambutnya yang mulai tumbuh berbeda warna dengan warna cat rambutnya sekarang, bau tubuhnya yang masih sama, bau kayu dan dedaunan atau mungkin satu jerawat kecil yang timbul di pipi sebelah kanannya.

Aku tersenyum tipis dalam diam, menikmati tiap detik digendong oleh Jimin. Aku selalu merasa spesial, aku selalu merasa begitu karena selalu ada Jimin yang memperlakukanku dengan spesial.

Orang bilang, untuk melakukan segala sesuatunya itu tidak perlu alasan. Mungkin benar, walaupun mengucapkan perkataan itu juga sama saja dengan alasan. Tapi kenapa kau tetap ingin tau dan mendengarnya?

NEVER EVER!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang