Chapter 15: Sembunyi #2

33 5 3
                                    

Ya, semuanya terasa indah sebelum...

Alya POV

   "Aha!" Teriak orang dibelakangku.

   "Jadi kalian disini dari tadi?" Kata orang tersebut.

   Aku pun langsung berdiri dan melihat kebelakang, disusul Nino. Dan ternyata, yg tadi berbicara adalah Karen dan di belakangnya ada Steve, Dickon, dan Rose.

   "Dimana Alvo dan March? Tumben tak diajak." Tanyaku pada mereka.

   "Ya, jaga para tawanan." Jawab Rose.

   "Tangkap mereka!" Perintah Karen.

   Aku langsung memanjat pagar tiang ayunan lalu melihat kearah Nino yang sudah memanjat dari tadi.

   "Alya, apa yg harus kita lakukan?" Tanya Nino.

   "Ya kabur." Jawabku sambil berlari menghindari yang lain.

   Saat aku ingin berlari menghindari yang lain, tiba-tiba Nino menarik tanganku dan membawaku pergi dari sana. Selama Nino memegang tanganku, aku tak bisa melihat bagaikan orang buta. Lalu Nino berhenti disuatu tempat dan melepaskan genggamannya dariku.

   "Dimana kita?" Tanyaku sambil melihat sekitar.

   "Kita berada di Taman Hening." Katanya sambil memetik ke bunga mawar.

   "Ini buat kamu." Kata Nino sambil memberikan setangkai mawar.

   "Oh, makasih." Kataku sambil menerimanya.

   "Kenapa kamu mengajakku kesini?" Tanyaku sambil mengelus kuncup mawar.

   "Kan kita mau sembunyi dari mereka, makanya aku membawamu kesini."

   "Ah," Kataku dan secara tak sengaja aku menjatuhkan bunga mawar itu ke tanah.

   "Tapi apakah ini terlalu berlebihan?" Tanyaku sedih.

   "Alya," Kata Nino sambil mengambil bunga mawar tadi.

   "Tak ada satupun hal yang berlebihan kecuali,"

   "Kecuali apa?" Tanyaku penasaran.

   "Kecuali cintaku kepadamu. Eh, maksudku,"

   "AHAHAHAHA..." Tawaku terbahak-bahak.

   "Udah deh. Kamu tuh ya, dari dulu sampai sekarang, kebiasaanmu gak pernah hilang. AHAHAHAHAHAHAHA." Kataku dilanjut dengan tertawa terbahak-bahak.

   "Aku udah tahu kalau kamu becanda alias bohong. Itu udah kelihatan dari raut wajah kamu." Lanjutku sambil menepuk pundaknya berkali-kali.

   "Yah, prank-ku tidak berjalan lancar lagi." Pasrah Nino.

   "Kan sudah kubilang kalau,"

   "Ssssttt!" Potongnya sambil menutup mulutku.

   "Tiarap!" Perintahnya.

   Aku pun tiarap lalu mendengar suara orang berbicara.

   "Siapa disana?" Tanya orang itu.

   "Halo?" Lanjut orang itu.

   "Alya, ikut aku." Perintahnya sambil mengendap-ngendap untuk pergi dari Taman Hening.

   Setelah keluar dari Taman Hening, kami langsung berlari menuju Taman Bellatrix.

   "ALYA!" Teriak Clarin.

   "Dari tadi kalian kemana aja?" Lanjut Clarin.

   "Iya, dari tadi kita nyari-nyari kalian sampe keliling area asrama." Potong Karen.

   "Ehe, ceritanya panjang. Gak bisa dijelasin pake kata-kata." Jawabku gugup.

   "Oh ya, kenapa kalian berdua kemana-mana pasti jalannya berdua?" Tanya March.

   "Kalian tuh pacaran atau teman sih?" Tanya Alvo.

   "Kita tuh lebih dari teman, dan kurang dari pacar. Kita tuh sahabatan." Jawab Nino tanpa ragu.

   "Hey, jawab pertanyaanku dulu." Marah March.

   "Dengerin ya. Kita tuh sahabatan sejak SD. Udah gitu, aku anggap Nino itu kakakku dan Nino anggap aku itu adiknya. Seperti saudara sendiri. Disaat aku susah dia pasti bantuin aku, dan sebaliknya juga. Disaat dia susah pasti aku akan menolongnya." Jawabku sambil memainkan setangkai mawar yang tadi diberikan Nino.

   "Tunggu dulu. Sekarang jam berapa? Soalnya bentar lagi sunset." Tanya Via sambil melihat kearah barat.

   "Eh, udah jam 17.45. Ya, kira-kira sepuluh menit lagi sebelum kita berjalan menuju Kafe Antariksa." Jawab Karen sambil melihat jam saku.

   "Kok cepet banget?" Tanya Jeremy.

   "Ya, lebih cepat lebih baik." Jawab Dickon.

   "Woy lihat!" Teriak Rose sambil menunjuk kearah barat.

   "Ini. Ini. Ini adalah sunset pertama yang kulihat di asrama ini." Kagum Clarin.

   "Guys, duduk yuk sambil melihat sunset." Saran Io.

   Aku pun duduk disamping Nino lalu bersandar di pundaknya.

   "Alya," panggilnya.

   "Ya?" Jawabku.

   "Kamu capek ya?" Tanya Nino.

   "Tau darimana?"

   "Ya tau dong. Kan kamu senderan ke aku. Ya masa aku gak tau kelakuan sahabatnya sendiri."

   "Ehehe." Tawaku terkekeh.

   Setelah melihat sunset, kami langsung berjalan menuju Kafe Antariksa.

   Selama di Jalan Setapak, lampu di tiang lampu taman menyala seiring dengan langkah kami menuju Kafe Antariksa menambah suasana hangat diantara kami berdua belas.

   Setelah itu...

Asrama Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang