Hi ... ini karya ketigaku ....
Banyak banget inspirasi datang di otakku, padahal lagi banyak banget kerjaan, xixixiCerita ini genrenya historical gitu deh. Tapi tetep ada romancenya secara Dee emang suka banget genre yang romance n happy ending pastinya..
Jadi ikutin n baca yak..
Jangan lupa jejaknya..😊💕💕💕
Ambarawa, 1944
"Kei ... jangan jauh-jauh perginya!" Seruan itu keluar dari mulut wanita yang melahirkan seorang gadis dengan nama panggilan Kei.
Sang ibu, Sri Lestari, memberi nama anaknya "Keinan". Panjangnya Himeka Keinan. Sebuah nama yang terdengar aneh dan asing bagi masyarakat di Desa Kupang. Tetapi ibunya selalu berkata, bahwa Himeka itu dari bahasa sansekerta yang berarti mata emas. Sedang Keinan itu kependekan dari Kinanthi, sebuah tembang macapat Jawa yang sering dilagukan oleh ibunya saat tengah mengandung, atau menimangnya kala kecil.
Keinan yang sudah hendak menumpukan pantatnya di sadel sepeda, kembali menapakkan kakinya. Ditariknya tiang penyangga yang membuat sepedanya berdiri untuk menanti empunya berpamitan dengan sang bunda. Keinan menghampiri ibunya. Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu mencium kening sang ibu.
"Keinan hanya pergi ke rumah Simbah, Bu." Keinan menunjukkan rantang yang ditentengnya dan bergegas keluar dengan sepedanya.
Bu Sri mendesah panjang mengamati putrinya yang menjauh. Hatinya sedikit perih mengetahui kepedihan putrinya. Senyuman yang mengembang di wajah anak gadisnya adalah senyuman yang penuh lara karena kepergian Dewa, tunangannya beberapa saat sebelum hari pernikahannya. Sebagai seorang ibu, dirinya bisa merasakan kegelisahan hati Keinan. Walau tak berucap, kegelisahan itu menyatu dalam embusan napas Keinan yang dihirup oleh Bu Sri. Bu Sri memandang ke luar dari ambang pintu memastikan putrinya baik-baik saja. Punggung Keinan semakin menjauh dari tempatnya berpijak seiring kayuhannya melintasi jalanan desa yang berdebu. Hatinya diliputi rasa khawatir mengingat seringnya tentara Jepang berpatroli di jalan-jalan.
Zaman penjajahan Jepang sungguh mengerikan, apalagi ketika mempunyai seorang anak perempuan yang bisa dijadikan seorang jugun ianfu bagi tentara Jepang yang haus untuk melampiaskan nafsunya. Rasa was-was Bu Sri berkurang sejak Keinan, putrinya, yang sering mengikuti rombongan para tentara sebagai seorang relawan tenaga kesehatan, memutuskan untuk tinggal di rumah dan tidak melanjutkan menjadi sukarelawan lagi.
Peristiwa gagalnya Dewa dalam menjalankan misi yang berimbas pada kehilangan sosok tunangan yang dicintai, membuat Keinan terpukul. Keinan meratapi meninggalnya Dewa. Gadis itu hanya mendapat kabar bahwa Dewa mangkat, tanpa jasad. Seolah raganya hilang ditelan bumi. Dan itu justru membuat Keinan merana.
Dalam hati, Bu Sri berdoa kepada Sang Pencipta agar Keinan mendapatkan pengganti Dewa yang bisa melindungi dan mencintainya setulus hati. Berharap kepedihan sang putri bisa dihapuskan oleh seseorang yang mampu mengisi hatinya yang kosong. Asa itu tetap dilambungkan oleh wanita yang melahirkan Keinan, dengan tak jemu menanti saatnya Tuhan mengirimkan malaikat tanpa sayap datang untuk memapah Keinan. Dia percaya akan tiba saat yang tepat, entah kapan.
Semoga saja sesegera mungkin.
***
Keinan mengayuh pedal sepedanya menyusuri jalan desa yang tidak beraspal. Angin mempermainkan rok yang dikenakannya. Sesekali Keinan harus menahan rok agar pahanya tidak tersingkap. Rambutnya yang keluar dari kepangan melambai-lambai mengikuti arah angin.
Suara alam menyambut Keinan disertai keramahan orang-orang yang menyapanya. Namun itu tidak berlangsung lama. Suara deru pesawat menggaung di langit desa yang sangat damai. Sesekali terdengar lontaran bom, hingga menyebabkan kobaran api di desa sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kei...(completed- Sudah Terbit)
Historical Fiction"Sayangnya, aku tak berminat kepadamu!" - Keita Sato "Laki-laki itu seperti monster berwajah manusia." - Himeka Keinan Keita Sato adalah pemuda Jepang di era tahun 1940 an yang menjajah bumi Indonesia.. Himeka Keinan adalah gadis indonesia yang iku...