5~Namanya Kei ....

2.8K 336 131
                                    

Mbok Parti menuntun Keinan, menunjukkan jalan ke kamar mandi yang ada di lorong rumah bagian belakang.

"Jadi, sudah beberapa hari di sini kamu tidak tahu nama orang yang menolongmu?" tanya Mbok Parti. Keinan hanya menggeleng menjawab atas pertanyaan itu. "Nama tuan muda adalah Keita, Sato Keita. Nyonya memanggilnya Kei Oni-chan. Sebutan kakak dalam bahasa mereka. Sedang nona muda di rumah ini adalah Nona Haru," terang Mbok Parti. Walaupun Keinan nampak tidak memperhatikan, Mbok Parti tahu Keinan menangkap kata demi kata yang diucapkannya.

"Nama Nona siapa?" tanya Mbok Parti.

Keinan malu mengungkapkan namanya hampir sama dengan nama tuan muda di rumah ini. Dia memutar otak memberi nama lain untuk dirinya.

"Namaku Himeka, panggil saja Hime."

Mbok Parti tergelak. "Kamu yakin bukan orang Jepang?"

Kei memandang aneh Mbok Parti. "Bagaimana orang Jepang selegam ini? Saya orang Jawa, Mbok, Indonesia!!" Keinan menunjukkan tangannya yang berkulit sawo matang.

"Namamu sangat jarang dipakai, tidak seperti nama Jawa biasanya, seperti Parti, Sri, Sari." Keinan terkekeh mendengar re- aksi Mbok Parti.

"Kata Ibu, Himeka artinya mata emas," jelas Keinan.

"Berarti kamu mata duitan," celetuk Mbok Parti.

"Ih, Mbok ini!" Keinan mencubit pinggang Mbok Parti, membuat wanita tua itu tergelak.

Keita yang kebetulan lewat mendengar gelak keduanya. Sesaat langkahnya terhenti mengamati sosok perempuan yang berjalan ke ujung lorong. Lelaki itu menautkan senyum di bibirnya. Ada perasaan lega, perempuan itu sudah kembali sehat.

Keinan mengguyur badannya dengan air hangat yang sudah disiapkan Mbok Parti. Di kamar mandi itu, diterangkan Mbok Parti ada sabun untuk badan dan sabun untuk rambut. Baru kali ini Keinan mendengar itu, karena selama ini ia hanya mandi dan keramas dengan sabun yang sama. Kadang Keinan hanya menggunakan merang dibakar atau lidah buaya untuk merawat rambut legamnya.

Ketika menuangkan cairannya, Keinan terbius oleh aroma bunga yang sangat wangi. Keinan mengusap dan menggosok badannya sehingga lunturlah daki yang selama ini menempel di badannya. Rambut sebahunya dicuci dengan shampo yang sungguh membuat rambutnya terasa lembut dan ringan.

Benar-benar orang kaya, pikir Keinan.

Di masa penjajahan seperti ini, bisa makan sehari tiga kali adalah hal yang patut disyukuri. Kebetulan orang tua Keinan selalu mengutamakan pendidikan bagi anaknya sehingga menyekolahkan Keinan di sekolah kesehatan dan Raka di sekolah militer, untuk mengikuti jejak sang ayah. Penghasilan orangtuanya sangat minim, sehingga Keinan tidak pernah merasakan memakai baju yang bagus, atau memakai alat kecantikan selain bedak dan gincu tipis yang dibelinya dengan menyisihkan uang jajannya.

Selesai mandi, Keinan kembali masuk ke dalam kamar. Gaun itu sudah melekat di badannya. Gadis itu mendudukkan pantatnya di depan cermin. Mbok Parti membantu menyisir rambut Keinan. Rambut hitam legam dan tebal itu mengundang decak kagum Mbok Parti.

"Rambutmu apik men, Cah Ayu," puji Mbok Parti yang mengatakan bahwa rambut Keinan sangat bagus.

Keinan tersenyum. "Mbok, kenapa Mbok betah melayani keluarga penjajah?" tanya Keinan memandang bayangan Mbok Parti dari cermin.

Mbok Parti menyunggingkan senyum mendengar pertanyaan itu. "Di sini Mbok Parti merasa tenang. Di sini Mbok Parti merasa berada di dunia yang lain, yang berbeda dengan yang di luar sana. Orang yang dicap penjajah itu juga manusia, memiliki cinta untuk istri dan anaknya. Tidak seperti bapaknya Simbok yang justru menjual Simbok ke pelacuran demi sebotol minuman."

Kei...(completed- Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang