Chapter 5

206 29 14
                                    

Toru menatap kakinya yang tertutup sepatu berwarna arang mengilat dalam diam. Di depannya, ayahnya turut berdiri tak jauh darinya. Telunjuknya menyisip di antara partisi tirai ruang pribadinya, membuat spasi untuk matanya melihat. Hanya satu objek—manusia yang menjadi pusat perhatian sang pejabat: lelaki muda berambut hitam klimis yang sibuk dengan komputernya.

"Dia cakap," ujar Yamashita Tatsuo mengomentari hasil pekerjaan Taka yang tergeletak di atas meja, pekerjaan yang rapi tanpa cacat, bahkan memiliki kelebihan, padahal baru satu hari bekerja, "tidak kusangka kalian teman kecil, kau tidak pernah cerita."

Toru mendengus, teman kecil nampaknya kurang pantas diucapkan, "Kau tidak pernah tanya."

Ayahnya terkekeh membalas. "Tapi ini menjadi lebih mudah, aku ingin kau mendekatinya. Semenguntungkan apapun ia, tetap saja ia direkomendasikan oleh Matsuno, aku sedikit khawatir."

Pejabat yang sudah mulai keriput itu menarik telunjuknya dari partisi tirai berwarna tosca, lalu berjalan pelan menuju kursinya, langsung berderit begitu diberi beban. "Katakan saja ini hadiah dariku, membuatmu kembali berjumpa dan akrab dengan teman lama karena sudah mau menuruti semua perintahku sejak dulu, ajak saja ia minum atau makan bersama, matanya agak redup."

Toru menatap ayahnya tajam. Protes mengenai mata Taka yang redup hanya menggantung di lidah Toru tanpa pernah bisa dikeluarkan. Mata Taka tidak redup, tetap kemilau ditimpa cahaya, tetap hitam sekelam jelaga, tetap penuh ambisi dan tekad. Mata Morita Taka tetap sama seperti Moriuchi Takahiro, meskipun Toru mau tak mau harus setuju jika ayahnya menggantinya dengan kurang bahagia.

Alternatifnya, Toru memalingkan wajah, mengakui ayahnya setengah benar.

"Berikan laporan tentangnya nanti, kau boleh pergi."

Setelah mengangguk pelan, Toru keluar dari ruangan ayahnya. Otaknya sibuk berpikir hendak kemana ia akan mengajak Taka. Ia pun terpikir teman mereka yang masih bertempat di Jepang, di Tokyo, Tomoya. Bisakah ia mengajak Taka bertemu Tomoya mengingat pekerjaan keduanya yang seperti kucing dan tikus?

Ia menghela. Nampaknya akan sulit meski masih ada peluang.

Dengan masam ia membuka pintu, wajahnya bertambah masam begitu pandangannya menangkap Taka yang asyik bercengkrama dengan beberapa pekerja lain, tiga orang, semuanya wanita. Toru mengenali tiga-tiganya sebagai wanita perayu. Mereka pun merayunya pada saat dirinya baru mulai bekerja delapan tahun silam. Menua delapan tahun nampaknya tidak mengubah sifat ketiga wanita pesolek itu.

"Ah, minum?" suara jernih Taka sampai di telinga Toru, membuat Toru yang hendak kembali mengerjakan pekerjaannya terdiam. Sepertinya ada pesta kecil-kecilan untuk menyambut sang sekertaris baru. "Entahlah, aku... erm..." kata-katanya menggantung, Taka hanya tersenyum canggung tanpa berucap lebih jauh lagi.

"Oh ayolah, namanya bukanlah pesta penyambutan jika yang disambut tidak datang," bujuk salah satu wanita, rambutnya dicat cokelat sebahu, manis, tapi lipstik dan pensil alisnya miring sesenti.

Toru mendecak. Wanita itu, Sonohara Rika namanya, terkenal genit dan suka merayu. Taka yang tampangnya memang menarik nampaknya sudah menjadi target wanita itu, tapi itu bukan urusannya. Itu urusan Taka dan Sonohara. Jadi, ia kembali melangkah dengan cuek.

Akan tetapi, baru dua langkah berjalan santai ke mejanya, Taka mulai kembali berbicara, "Sepertinya tidak bisa, tapi akan kupikirkan." Toru dalam hati menerka, ketidakbisaan Taka hadir di acara minum itu mungkin memiliki keterkaitan dengan status Taka sebagai yakuza. Jam malam, tebaknya.

"Oh, ayolah~" wanita lain, berambut panjang bergelung yang tiap waktu istirahat digelung kembali, bergelayut manja dengan memeluk tangan Taka. Taka hendak bergeser sedikit, tidak nyaman diperlakukan seperti itu, tetapi Sonohara Rika bergelayut di tangannya yang satunya, juga memaksanya. Taka kini terperangkap.

Toruka: In The Eye of The Storm [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang