Sudut Tokyo. Tempat yang tersisih dari keramaian penduduk Jepang, tempat tinggal kucing jalanan yang berfoya-foya dengan stok tikus mereka yang melimpah ruah, tempat bar-bar dan toko-toko ilegal menapakkan pondasi, tempat terjadinya transaksi-transaksi yang pastinya polisi akan lembur jika mengetahuinya. Dengan kata lain, sisi gelap Tokyo, bayangan dari gemerlap kesibukan kota besar.
Dalam kegelapan itu, ada sebuah cahaya terang--bukan temaram seperti sekelilingnya--yang berdiri di situ. Rumah mewah yang fantastis begerbang raksasa milik Matsuno Hibiya itu berdiri congkak menatap bangunan sekitarnya yang lebih rendah, lebih temaram, tidak peduli betapa tidak serasinya rumah itu dengan kawanannya. Satu hal yang membuat calon perdana menteri itu membangun rumah di bayangan Tokyo: terpencil dan tidak ada yang sengaja pergi ke tempat seperti itu hanya untuk secuil berita untuk gosip politik. Ia pun bisa menyewa perempuan sesukanya--sekali lagi tanpa khawatir berita akan memuatnya.
Selain Matsuno dan para pegawainya, itu pun hanya segelintir orang-orang kotor miliknya, tidak ada yang mau pergi ke daerah itu, setidaknya tidak secara sukarela.
Itulah yang terjadi pada Taka. Setelah menghabiskan hari yang melelahkan karena terbayang janji Toru, malamnya, ketika ia berjalan pulang menuju stasiun, seseorang justru menyekapnya dan membawanya ke kediaman Matsuno yang terpencil itu.
Tanpa diberi tahu pun, Taka sudah bisa menerka untuk apa ia dibawa ke sini tanpa pemberitahuan sebelumnya--secara paksa. Hari ini, hampir seminggu ia disusupkan ke sana, mencari informasi yang seharusnya tidak diketahui orang luar, dan seharusnya ia melaporkan apa yang ia dapat kemarin malam, namun dengan insiden di bar dan Takeru yang sedang dalam bad mood, Taka melalaikan laporannya.
"Sesuai jadwal, mereka akan kampanye pada hari Minggu, lusa nanti, mereka juga akan survei minggu depan, dan selain itu aku tidak mendapatkan apa-apa," lapor Taka setengah hati meskipun jujur. Ia mengiris steik yang disajikan pelayan Matsuno dan melahapnya. "Sekertaris utamanya kenalanku, Yamashita Tatsuo jadi sedikit memercayaiku dan memberikan segunung tugas, aku belum sempat mengorek lebih dalam selain jadwal kampanye."
Matsuno Hibiya yang duduk di hadapannya, juga memakan steik daging berkualitas premium, hanya mengangguk mengerti. "Sato-san sudah bilang padaku bahwa kau sangat sibuk, Tupai," ujarnya dengan suara yang memuakkan, "aku memang tidak berharap menemukan sesuatu yang penting, kau dipercaya oleh Yamashita saja sudah cukup hebat untuk seukuran dirimu."
Pisau yang dipegang Taka, yang semula hendak mengiris steik, justru menusuk daging malang itu tepat di tengah. Sudut bibir Taka terkedut mendengarnya, empunya hanya mencoba tetap sesopan mungkin. Karena, bagaimanapun, si gemuk di depannya tetaplah kliennya. Ia harus terima semua perkataannya, meski itu merendahkannya.
"Ya, tentu..."
"Tapi," Matsuno menggantung kata-katanya sementara mata kecilnya yang merah meneliti Taka yang balas memandangnya, "tetap saja aku butuh informasi, Tupai. Aku tidak bisa hanya dengan mengubah jumlah suara. Galilah sedalam mugkin sampai menemukan sesuatu yang sampai bisa menghancurkan seluruh keluarganya, hm?"
Taka melahap steiknya lagi, lalu mengangguk tanpa melepaskan kuncian bibirnya.
***
Taka menyeruput air putihnya dalam keheningan. Dari bibir gelasnya, ia menggerling Takeru yang duduk tepat di seberangnya, dengan pandangan menatap meja makan. Ia menghela gusar. Sudah dua menit Takeru terdiam seperti itu setelah memberi tahu Takeru tentang perintah Matsuno barusan.
Aniki-nya itu luar biasa. Ia tahu hal itu. Otak Aniki sangat jenius dan bisa melihat jauh ke depan dengan prediksi yang mendekati tepat. Baru pertama kali ia melihat Takeru terdiam, seperti sedang berpikir keras--sesuatu yang jarang Takeru lakukan--seperti itu. Bukan hanya itu, misi seperti ini, di mana mereka membuat rencana, juga hal yang jarang. Apa yang membuat Takeru melayani klien, Matsuno Hibiya, sampai seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Toruka: In The Eye of The Storm [DISCONTINUED]
Fiksi Penggemar[TORUKA FANFICTION] Toru menemukan jejak untuk menemukan teman baiknya, Takahiro, yang hilang sebelas tahun lalu, tetapi kedua temannya yang lain, Ryota dan Tomoya, justru skeptis dengan petunjuk yang Toru temukan dan curiga Takahiro telah terlibat...