|1|Love at the first sight

12K 429 6
                                    

Seorang gadis cantik tengah duduk menatap pantulan dirinya di depan cermin. Mengenakan gaun putih dan tata rias yang natural menutupi segala gundah di hatinya.

Kim Hana- sebentar lagi akan bermarga Park yaitu marga dari seseorang yang sedang menunggunya di altar seseorang yang mengenakan jas hitam dengan wajah tampan yang hampir setiap hari Hana lihat. "Sayang- sudah siap?" tanya seorang laki-laki paruh baya mendekatinya dari arah belakang.

"Ne- abeoji." jawabnya singkat dan memberikan senyum hangat pada laki-laki dengan baju jas hitam tersebut. "Aku harap kau mau menerima Park Jimin menjadi suamimu dia yang akan menjagamu." laki-laki tersebut mengelus pucuk kepala Hana dan menciumnya.

"Aku yang sangat beruntung bisa memilikinya. Abeoji" Hana memeluk ayah mertuanya. "Semoga selalu bahagia sayang"

.
.
.

1 tahun kemudian.

"jimin- bangunlah kau harus bekerja" seorang wanita dengan baju piyama tidurnya tengah membangunkan laki-laki dengan nama Jimin itu dengan cara mengguncangkan tubuh laki-laki tersebut.

"Sebentar lagi-" lirih laki-laki tersebut.

"Baiklah- aku ambilkan air sebentar" sang wanita hendak beranjak tapi merasakan tangannya berat dan di genggam seseorang siapa lagi jika bukan sang suami. Hanya ada mereka berdua di rumah ini.

"Tidak- tidak aku bangun sekarang. Lihat?" jimin bangkit dan duduk di tepi ranjang dengan masih memegang erat tangan sang istri. "Sudah? Aku bisa pergi sekarang?"

"Tidak-tidak kau harus disini pagi ini. Temani aku sarapan" bantah jimin. "Aku harus kebutik hari ini jim-mengertilah" sang wanita hendak beranjak pergi.

"Hana- kapan terakhir kali kita memliki waktu berdua?" Jimin menggenggam tangan hana. "Jangan memulai topik yang tidak aku sukai." Hana memandang jimin tajam. "Aku hanya ingin kita layaknya pasangan suami-istri lainnya" sahut Jimin.

"Aku tau- tapi untuk kali ini saja. Kumohon jim" Hana mengelus pipi Jimin. "Baiklah- janji?" jimin menaikan kelingkingnya dan di balas dengan hana.

"Janji"

.
.
.

Hari ini seperti biasa setelah berjanji pada Jimin, Hana kembali ke butik yang ia miliki oh- butik ini bukanlah pemberian Jimin butik ini merupakan hasil kerja keras Hana dari awal menjadi seorang perancang pakaian.

"Nona, hari ini klien yang memesan gaun peach kemarin datang. Lebih awal ia dari tadi sudah menunggu di ruangan Nona- aku menyuruhnya datang saat Nona datang tapi ia tidak mau. Dia memaksa ingin menunggu Nona" Hana baru saja sampai pada pintu utama butiknya tetapi sang Asisten telah terlebih dahulu memberitahu kondisi yang terjadi saat ia tidak ada. "Baiklah- kau kembalilah ke tempatmu aku yang akan mengatasinya" jawab Hana dan berjalan menuju ruangannya.

"Maaf membuat anda menunggu- nyo-" perkataannya terpotong saat mengetahui kliennya itu bukan seorang wanita tetapi seorang lelaki dengan jas yang rapi. "Maaf tuan aku kira kau nyonya jeon" lelaki tersebut berbalik menghadapnya. "Bagaimana pakaiannya. Bisa aku mengambilnya sekarang?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Maaf- baju itu sedang dalam proses finishing. Sore nanti kurir kami akan mengantarnya jadi anda tidak usah repot datang kemari" jawab Hana dengan santun. Tapi apa yang ia dapat tatapan tajam dari lelaki di depannya. "Kau tidak becus sekali- seharusnya baju itu sudah siap sekarang. Dan kau bilang sore?" Hana menjeda kalimat lelaki tersebut. "Dimana sopan santunmu? Dan siapa kau berani sekali berbicara seperti itu?" lelaki itu membuang nafas kasar.

"Perkenalkan aku Jeon Jungkook jika kau adalah orang yang sering membaca internet ataupun koran kau pasti akan mengenalku." jawabnya panjang lebar. 'Oh apakah dia suaminya nyonya Jeon? Kasar sekali-' pikir Hana.

"Jika kau orang yang terpandang- jagalah sedikit bicaramu tuan" Hana melirik tajam. "Dasar kau wani- " ucapannya terpotong, Lagi akibat dering ponselnya sendiri.

"Halo?" jawabnya.

"Kenapa tidak bilang? Ais- kau membuatku susah saja" ia mematikan ponselnya sepihak.

"Aku tidak jadi mengambilnya sekarang beruntung kau- kirimkan saja sesuai jadwal. Membuang waktuku saja" ia melirik ke arah jam tangannya. "Aku jadi terlambat" Hana masih tersinggung dengan ucapan lelaki tersebut di awal. 'Terlambat? Dasar- sial, bodoh' pikir Hana banyak sumpah serapah yang Hana keluarkan dalam hatinya, bagaimana tidak laki-laki yang baru ia temui sudah bersikap itu padanya.

"Jadi tuan Jeon yang terhormat. Bisakah meminta maaf sekarang?" Hana menatap tajam Jungkook.

"Ck-Maaf? Sepertinya kau sudah gila" jungkook berdecak dan hendak pergi.

"Hey, semudah itu kau pergi begitu saja setelah memarahi orang tanpa sebab" Hana membalik tubuhnya menatap punggung jungkook. Dengan nada suara yang ditekan.

"Akan ada lain hari Nona- aku bisa mengatakan maaf padamu lain kali. Makanya jangan mengatakan selamat tinggal karena mungkin kita akan kembali bertemu lagi" jawab jungkook tanpa menatap Hana dan berjalan pergi tanpa menutup pintu pula- 'menyebalkan' pikir Hana.

.
.
.

"Aku pulang" terdengar suara dari arah pintu kamar. Hana berlari kecil dan menghampiri Jimin. "Oh- sudah pulang ya? Mau kubuatkan makanan?" sesibuk apapun Hana ia tidak pernah melupakan bahwa dia seorang istri sekarang.

"Tidak lapar- tadi dijalan sudah makan angin" kekeh Jimin.

"Jika kau masuk angin bagaimana?" Hana mendengus dan mengambil tas kerja milik suaminya. "Kan ada dirimu yang akan menjagaku nanti. Di saat aku sakit" Hana memukul lengan Jimin pelan. "Dasar" Hana berjalan ke arah meja kerja Jimin dan meletakan tas Jimin. Dengan Jimin yang mengikutinya- melepas baju dan sepatunya yang pasti. "Oh ya- Jimin kau tau? Kita di undang ke acara klien ku" Jimin menoleh dengan tangan yang masih melepaskan kancing kemejanya.

"Acara apa?" tanya Jimin. "Ulang tahun pernikahan mereka. Kau bisa ikut?" Hana menoleh. "Tergantung waktunya saja." Hana mendekati Jimin. "Kau bisa karena- acaranya dimulai setelah kau pulang kerja" Jimin mengangguk. Kemudian, berdehem. "Hana-ya" panggilnya lirih.

"Ya?" Hana melirik ke arah jimin sambil masih mengambilkan baju tidur jimin dari balik lemari. "Hm- begini. Aku ingin apakah boleh?" 'Ingin?' pikir Hana,dia tau benar apa maksud jimin tugas seorang istri tidak hanya mengurus segala keperluan suaminya tetapi juga kebutuhan biologis.

"Jim-" kegiatan Hana terhenti. Ia meletakan baju jimin kembali ke lemari dan berjalan menghadap jimin dengan senyum yang tak dapat di artikan. Membuat jimin menelan ludah kasar. Jika saja hana tidak memanggilnya begitu pasti sekarang jimin sudah menariknya dan menindihnya.

Hana semakin mendekat dan menatap dalam wajah Jimin. Jimin menyeriangi dengan bahagia akan hal itu ia tahu pasti Hana akan siap. Sebuah surga akan ia dapatkan sebentar lagi. Sesaat setelah Hana berada tepat di depan Jimin. Hana menarik nafas dan menunduk agar bisa mensejajarkan wajahnya dengan Jimin. Jimin sudah siap apalagi dengan jarak yang sedekat ini. Ia tau Hana akan menciumnya. Dengan siapnya Jimin menutup mata dan menantikan itu. Tetapi- hanya hembusan nafas hana yang terdengar menerpa telinganya.


"Aku baru saja mengganti seprainya tuan Park."

[]

Wicker DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang