Chapter 33

418 47 4
                                    

Taehyung Pov's

Aku segera menaruh ponsel Jimin dan ingin membangunkannya, tapi aku segera mengurungkan niat ku, rasa penasaran ku terhadap ruangan yang lebih berbeda dari yang lain masih menghantui ku. Dengan cepat aku keluar kamar dan masuk ke kamar yang kemarin, berjalan cepat dan membuka pintu itu buru buru.

Aku termenung, diam. Air mata ku hampir saja menetes. Aku tersenyum saat melihat foto foto ku disana, menghiasi dindingnya, Jimin memasang banyak karton berbentuk hati dan mengantungnya. Aku kira dia melakukan hal yang diluar nalar ku, tapi tunggu! Bau anyir ini berasal dari mana?

"Taehyung!" Oh! Jimin sudah bangun, aku segera keluar dan tersenyum padanya. Tidak dengan tatapan membunuh Jimin. Apa yang salah dari ku sih? Hingga dia selalu marah saat aku melakukan sesuatu? "Ku bilang jangan pernah kesana!" Aku menghembuskan nafasku pelan, lalu menghampirinya. "Aku pulang" dengan begitu aku mengambil ponsel ku dikamar dan mengambil barang barang ku. Saat aku sudah ingin meraih kenop pintu, Jimin menyekat ku. "Aku antar, aku juga ada urusan" fikiran ku terbang bersamaan dengan pesan yang ku dapat di ponsel Jimin. Dia sedang mengerjakan apa? Sampai dia ikut pulang bersama ku?

>>>

Jin tidak ada dirumah, mungkin dia pulang. Setelah aku sampai, aku mendapati sebuah pesan dari ponsel ku, adikku. Betapa aku menyayanginya dan merindukannya. Setelah aku membalas pesan itu, aku segera pergi ke kamar mandi, menatap diriku di cermin. Aku tersenyum sendiri saat teringat kejadian semalam. Aku gila. Tanpa ingin berlama lama aku segera mandi dan menggunakan bajuku cepat. Masih sangat siang untuk keluar rumah. Begitupun dengan cuacanya yang sangat terik. Aku memilih untuk membalas pesan adikku dan juga Jimin.

>>>

Jam sudah menunjukan jam empat sore, sepertinya aku harus mandi dan pergi keluar untuk membeli perlengkapan mandi ku yang hampir habis.

Setelah aku selesai mandi, aku segera bersiap dan keluar dengan mobilku. Aku memikirkan akan kemana aku membawa mobil ku ini? Aku sibuk untuk melihat kanan dan kiri, dan merasa aku telah menabrak sesuatu, ya Tuhan! Beruntung aku sedang mengendarakan mobil ku pelan. Aku segera keluar dan melihat apa yang ku tabrak "Minjae? Oh? Apa kau baik baik saja?" Aku membantunya berdiri, dia hanya tersenyum dan mengangguk

"Ayo aku antar kau kerumah" kataku, dia hanya diam saja saat aku menuntunnya masuk kedalam mobil ku, matanya menyiratkan rasa sakit hati dan amarah. Adik Jin, sahabat ku ini sangat sensitif. Dia bak singa yang siap menerjang siapapun yang berani membuatnya bangun. "Aku tidak ingin kerumah" apa? Aku menatapnya menuntut jawaban. "Dirumah sedang ada jalang tidak tahu diri itu" astaga! Anak laki laki ini tidak pantas untuk menyebut kakaknya seperti itu.

"Jangan seperti itu Jae, dia kakak mu" aku memperingati, dengan begitu aku menjalankan mobilku hingga kerumahnya. Di dalam perjalanan Minjae terlihat marah juga padaku, oh apakah dia sedang tidak mood sekali di rumahnya? "Dia sedang bersama calon suami dirumah, aku enggan kesana. Aku merasa jijik dengan orang yang kau panggil kakak ku itu" aku terdiam, mengingat ngingat bahwa tadi pagi aku baru saja mendapat pesan dari ponsel Jimin. Dengan keadaan penasaran aku pun menaikan kecepatan mobil ku.

>>>

Aku dan Minjae sedang terdiam di pekarangan rumah mereka, aku ingin tahu! Aku ingin melihat siapa laki laki itu!
"Jae, aku sedang ingin memastikan sesuatu! Bantu aku untuk masuk ke rumah mu ya?" Minjae mengangguk pasrah, saat aku ingin keluar dari mobil, aku membeku. Hati ku seakan retak, dada ku terasa nyeri.

Mereka sedang tertawa bebas tanpa ada satupun yang menganggu, air di pelupuk mataku seakan menggenang dan siap terjun kapan pun aku siap. Sial! Karna itu aku menangis sekarang. "Jadi untuk turun? Sepertinya tidak usah ya? Kau sudah melihatnya kan?" Aku mengangguk, tapi tatapan mata ku tidak bisa pergi dari mereka. Tanpa sepengetahuan mereka aku berhasil keluar dari rumah itu. Aku muak! Aku segera pergi dari sana. Tidak peduli apa Minjae melihatku yang tengah hancur atau apa menurutnya, aku benar benar sakit hati.

"Hei! Kau bisa membahayakan nyawa kita! Berhati hati lah!" Minjae menarik tangan ku dan aku mendadak menginjak rem. Umurku dengannya hanya beda satu tahun, mungkin dia paham dengan diriku. "Kemarilah! Jangan menangis" tubuhnya merengkuh ku erat, mengelus punggung ku pelan. "Aku tahu lelaki itu kekasih mu kan?" Hati ku semakin sakit saat Minjae mengatakan kekasih. Aku bukanlah kekasihnya.

"Berhentilah! Tunjukan pada mereka bahwa kau akan baik baik saja tanpa mereka" Minjae benar, seharusnya aku tidak sebegini sakitnya, Jimin bukanlah siapa siapa bagi ku.

>>>

Aku masuk kedalam rumah ku, oh sial! Ada sebuah kotak misterius lagi didepan pintu. Dengan kalut aku mencoba membukanya, aku terdiam memerhatikan kenapa benda itu ada didalam sini. Sebuah pisau dengan darah segar, darah siapa ini? Siapa juga yang menaruhnya disini? Aku segera menaruhnya di tempat sampah dan melihat Jimin sudah pulang. Bajingan itu pintar dalam beracting ternyata? Aku berjalan masuk kerumah, tapi sebuah tangan menahan pergerakan ku. "Ken?" Aku melihatnya sambil tersenyum.

"Kau habis menangis?" Eh? Bagaimana dia tahu? Apa mataku bengkak? Aku rasa aku tidak terlalu berlama lama untuk menangis, segera aku menggelengkan kepala ku. "Jangan berbohong! Hei! Kau bisa bercerita dengan ku kalau kau mau" aku menggeleng sekali lagi, dan mengucapkan terimakasih. "Kalau begitu, boleh aku masuk kedalam rumah mu?" Aku berfikir sejenak, kemudian menganggukan kepala ku setuju. Setidaknya kehadiran Ken membuat ku sedikit lupa akan masalah masalah ku sendiri.

"Boleh aku bertanya padamu?" Aku tidak pernah mengira bahwa Ken adalah orang yang sering bertanya. "Ya tentu" aku menaruh sebuah minuman di meja untuknya. "Terima kasih" katanya sambil tersenyum. "Laki laki yang kemarin itu kekasih mu?" Aku terdiam, entah untuk keberapa kali aku terdiam seperti ini. "Bukan" jawab ku pelan, oh ayolah jangan menangis! "Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuat mu menangis" apa aku menangis sekarang? Aku merasa bodoh.

"Tidak, seharusnya aku tidak menangis" aku tertawa miris, aku sangat sangat merasa payah akan hal berbau Jimin. Padahal dulu aku sangat membencinya. Ralat! Sangat sangat membencinya. "Jika kau mencintainya kenapa kau harus menghindarinya?" Apa? "Aku tidak menghindarinya, tapi aku harus! Dia sudah punya calonnya" aku menatap Ken sambil mendengus, apa topik kami untuk mengobrol adalah Jimin? Jika iya, lebih baik dia pulang.

"Jika kau kesini hanya untuk membahas soal Jimin, lebih baik kau pulang, Ken" kataku telak, dia langsung diam dan menggeleng. "Aku kira kau bahagia dengannya, maafkan aku sekali lagi" aku hanya mengangguk, sungguh aku enggan untuk membicarakan Jimin atau bahkan sahabat ku sendiri.

To Be Continue..
Mohon maaf lahir batin ya, dari gua yang mungkin ada salah ke kalian.

Save Me | MinV ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang