02

119 11 0
                                    

S e n i n , 1 8 . 5 7

◻◻◻

MALAM ini, Eka mampir kerumah Ella untuk main, karena kalau dirumah sendirian pasti gabut. Mereka berdua berada di kamar Ella yang berada di lantai dua rumahnya.

Ibu tiri Ella yang selalu memerintah gadis berambut cokelat itu tiba-tiba saja mengganti citra nya dihadapan Eka. Niat untuk menutupi cerita buruk yang menyebar di area rekan-rekan Ella, mungkin?

Lihat saja, sekarang beliau sedang membawakan makanan untuk Eka dan anak gadisnya ke kamarnya dan berakting ramah dihadapan Eka. Padahal, aslinya tidak seperti itu.

Setelah ibu tiri Ella keluar kamar, Eka memulai pembicaraan sambil memakan makanan yang dibawakan oleh ibunya Ella.

"Lo bohong, kan sama Harris?"

Ella mengerutkan keningnya. "Bohong soal apaan?" tanyanya balik karena tidak paham dengan apa yang dimaksud Eka.

"Lo bukan telat karena mules, kan? Terus, lo masuk sekolah lewat mana jaenab? Ama siapa lo masuk? Sama cowok? Siapa cowoknya?" Eka menyerocos tak sabaran.

Ella menghela nafasnya setelah menyesap teh dingin yang dibawa oleh ibunya. "Buru-buru amat, bu." Ella tertawa renyah.

Detik selanjutnya, Ella terkekeh. "Iya, gue bohong sama Harris soal telat masuk sekolah. Dan gue bisa lolos dari pak Karyo karena gue masuk lewat tembok samping sekolah. Kebetulan ada cowok yang lagi manjat, terus dia nanya gue 'mau ikut manjat atau nggak?' yaudah gue jawab 'iya'. Habis itu, dia ngangkat badan gue biar sampe atas tembok," jelas Ella panjang lebar.

Eka menepuk tangannya. "Hebat, lo bisa diangkat cowok. Siapa cowoknya? Cogan nggak?" tanya Eka yang benar-benar penasaran dengan siapa yang bersama Ella.

Ella tampak berfikir, mengingat-ingat kembali wajah cowok yang membantunya tadi pagi. "Nggak tau. Nggak kenal. Tapi, pernah ketemu beberapa kali." Gadis itu menjawab dengan seadanya.

"Ah—lo! Nggak seru banget. Ciri-cirinya gimana, coba?" tanya Eka yang berusaha mengorek informasi tentang lelaki satu sekolahnya yang membantu Ella.

Kembali berfikir, Ella meletakkan jari telunjuknya ke dagu dan bergumam sebentar. "Rambut fringe, kulit coklat biasa. Tapi nggak cogan, sih, biasa aja. Cuman itu yang gue inget, selebihnya nggak tau. Dia langsung nyuruh gue ke kelas abis gue bener-bener napak di area tanah sekolah." Ella melanjutkan penjelasan.

"Tau nggak dia kelas berapa, kelas mana?" Eka masih terus mengintimidasi rekan sepermainannya.

Yang ditanya terus menerus berdecak kesal. "Kepo banget sih, lo? Kenapa, sih emangnya? Lagian, nggak penting juga buat gue." Ella menyahuti dengan acuh.

Eka memaksa. "Yaelah, La. Bisa aja, dia jadi cem-ceman lo, kan? Udah, jawab aja yang tadi gue tanyain."

"Kalo nggak salah, seangkatan. Terus, kelas IPA kayaknya." Ella mau menjawab pertanyaan dari Eka akhirnya.

Eka kembali menepuk tangannya. "Wah, beruntung lo, La. Anak IPA, kan ganteng-ganteeeenggg!" Cewek berambut sebahu itu mendadak histeris. Padahal, yang mengalami kejadian itu juga biasa-biasa saja.

Ella menatap wajah histeris Eka dengan jengkel. Gadis yang mempunyai makna nama "pertama" itu adalah seorang maniak cogan. Tapi, hanya sekedar mengagumi saja dan tidak sampai tahap menyukai. Karena, yang Eka suka hanyalah ...


  ⌧


S e l a s a , 0 6 . 3 7

Seorang lelaki berseragam badge SMA GARUDA memasuki ruang kelas XI IPA 2 dengan santai. Pagi ini, ia berangkat lebih awal sebab takut jika hari ini ia akan tertangkap basah melewati tembok belakang sekolah kalau saja terlambat lagi.

Cinder'Ella' | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang