11

24 3 0
                                    

°°°

MATA coklat Ella membulat sempurna.

"Ella, ikut saya."

Gadis berambut wavy itu tergagap-gugup ketika menyadari tas ransel miliknya masih menempel di bahunya belum sempat dia taruh di kelas setelah tadi Awal langsung mengajaknya menuju taman belakang. "B-bu Ratih?" Ella terjingkat setelah berhenti dari laju larinya.

Bu Ratih mengehela napas kemudian meletakkan telapak tangan kanannya di dahinya. Seperti orang yang agak kelelahan.

"Kamu itu, ibu cari kemana-mana ternyata malah lagi lari-larian di teras koridor. Masih pake tas pula, darimana aja hey?" tanya Bu Ratih sembari berkacak pinggang dihadapan murid kesayangannya itu.

Tangan Ella secara spontan memegang ransel yang menurutnya sangat memalukan ketika masih dia pakai di jam pelajaran seperti ini. Wajahnya dia sembunyikan sembari mengulas senyum. "A-anu, saya tadi habis-"

"Udah, nggak penting. Ayo ikut ke kantor. Ada yang mau ibu omongin sama kamu," ujar Bu Ratih kemudian mengambil langkah pergi menuju kantor berharap Ella mengikutinya.

Gadis itu belum juga kunjung melangkah mengikuti Bu Ratih dibelakangnya, dirinya bimbang harus menaruh tas ranselnya terlebih dahulu atau dia pakai saja ke kantor?

"Ellana, ayo!" suara Bu Ratih menggema lagi di telinganya.

Ella tampak sangat linglung harus bagaimana. "Bu Ratih, saya lebih baik naroh tas dulu apa nanti aja?" tanyanya pada akhirnya.

Lagi-lagi, Bu Ratih menghela napas dan menaruh telapak tangannya di dahinya. "Udah, bawa aja. Lagian, habis ini kamu harus ikut saya buat latihan musikalisasi puisinya." sahut Bu Ratih lalu memutar balikkan badannya dan kembali berjalan menuju kantor yang berada di lantai 2 koridor Aula. Ella mengikuti ibu gurunya itu dari belakang.

Sesampainya di kantor, Ella terkejut melihat keberadaan Harris disana. Lelaki yang bisa menyebalkan dan menyenangkan di satu waktu. Si ketua OSIS yang maha disiplin tengah membaca buku bacaannya sembari duduk di kursi yang disediakan di depan meja setiap guru dan dia duduk di depan meja Bu Ratih.

Begitu sadar bahwa Bu Ratih sudah menemukan Ella dan membawanya ke kantor, lelaki itu segera bangkit dari duduknya dan mengulas senyum kampretnya kepada Ella. Bu Ratih duduk di kursinya, tangannya terjulur untuk mempersilahkan Ella untuk duduk di hadapannya.

Tanpa ba-bi-bu lagi, begitu disuruh langsung saja Ella duduk di kursi yang sudah disediakan. "Ngomong-ngomong, ibu kenapa repot-repot nyari saya kemari? Kenapa nggak ibu suruh Harris aja yang nyari?"

Bu Ratih tersenyum sembari menautkan kedua jemarinya yang diletakkan di meja kebesarannya. "Sengaja, biar ibu nggak diajak kemana-mana sama anak murid lain. Jadi ibu nyuruh Harris buat jagain meja ibu disini."

"Udah, langsung aja. Pertama ibu mau minta maaf sama kamu, Na. Soal yang waktu itu, ibu nggak mau dengerin alasan kamu. Ibu udah tau semuanya dari Harris soal sepatu kamu yang buat dipakai acara minggu depan hilang sebelah. Ibu juga udah tau dari omongan guru-guru. Jadi, ibu minta maaf banget udah sembarangan paham sama kamu. Tapi maaf, kamu harus tetep tampil di acara itu. Karena nggak ada orang lain lagi, dan juga karena ibu nggak mau kamu diganti sama orang lain." Bu Ratih memperjelas semuanya dengan panjang lebar.

Ella menggeleng cepat. "Nggak Bu, bukan salah ibu kok. Ibu nggak seharusnya minta maaf, malah harusnya saya yang minta maaf udah maksa ibu buat ngebatalin nama saya di list penampilan musikalisasi puisi," ujar Ella dengan wajah yang tidak enak hati membuat Bu Ratih tersenyum.

"Nah, yang kedua—" Bu Ratih melanjutkan pembicaraannya. "Sepatu kamu yang semisal udah di temuin sebelum hari-H, bakal di jadiin skenario tambahan di list penampilan acara ulangtahun sekolah. Teknisnya gini, nanti setelah kamu tampil dari balik layar pembawa acaranya bakalan panggilin kamu buat keluar dari balik layar. Nah dari situ, kamu disediain bangku buat duduk. Setelah itu kamu harus tutup mata sampai pembawa acara bilang kalau kamu boleh buka mata. Tapi tetep kok, kamu boleh terima atau nggak orang yang nemuin sebelah sepatu kamu itu. Gimana? Kamu setuju?"

Cinder'Ella' | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang