03

96 12 0
                                    

R a b u , 0 8 . 4 5


Sering bertemu, namun belum jua tertuju.

(Ellana Ghaziya)

🌞 |

SUARA pintu kayu jati perpustakaan kota yang sudah lumayan tua berdecit, menandakan bahwa ada seseorang yang memasuki ruangan itu. Aroma buku yang menyengat langsung menyapa indra penciuman Ella dengan hangat.

Seorang penjaga perpustakaan yang rambutnya sudah tak lagi hitam dengan kacamata bulat yang menempel rekat dengan hidungnya mengangkat serta menolehkan kepalanya antusias. Seperti tahu, siapa yang datang.

"Selamat pagi, Cinderella!" ujarnya dengan suara serak disertai rekahan lengkungan senyum yang terukir di wajahnya yang keriput.

Gadis yang baru saja datang dan disapa dengan sebutan itu pun segera melukiskan senyum lebarnya pada guru kesayangannya itu. Ya, beliau adalah pak Ratno. Beliau yang memperkenalkan Ella pada sastra saat masih berusia dini.

"Pagi juga, pak Ratno. Gimana kabarnya? Ella lama, ya enggak kesini?" Ella mendekati meja dimana pak Ratno berada.

Pak Ratno tertawa kecil. Baginya, Ella sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Bahkan, ia sudah berencana untuk menjodohkan anak kandungnya dengan Ella.

"O-oh, enggak apa-apa kok. Tapi, ya gitu-Regal bawel nanyain kamu terus." Lagi-lagi pak Ratno tertawa renyah.

Pipi Ella bersemu kemerahan, menahan rasa malu. "Ah ... yang benar aja, bapak ini. Omong-omong, kemana Regal nya?" Ujungnya, tetap saja Ella menanyakan Regal.

Pak Ratno membenarkan kacamata bulatnya yang turun, "Tadi dia bilang, nanti agak siangan dikit mau kesini."

Ella mengangguk paham, sambil ber-oh ria. "Ya sudah, kamu mau baca buku, kan? Nanti kalau Regal datang, bapak kasih tahu," ujar pak Ratno, kemudian menyuruh Ella pergi ke salah satu ruang perpustakaan yang tertutup.

Setelahnya, gadis berambut cokelat wavy yang diikat bak Cinderella itu berjalan menuju rak-rak buku yang menjulang tinggi dan terdapat banyak buku-buku yang tersusun rapi dan apik.

Untuk saat ini, ia sedang ingin membaca buku puisi di salah satu ruang tertutup perpustakaan. Jemari tangannya meraba-raba tulisan yang ada di cover buku puisi yang rata-rata lumayan tebal.

Hingga ada satu judul buku puisi yang menarik pandangannya. Namun, sayang sekali tangan Ella tak mampu menggapainya keatas sana. Terlalu tinggi untuk ukuran tubuh Ella yang mungil.

Sudah berusaha meloncat-loncat pun tak juga sampai. Detik selanjutnya, sebuah tangan lelaki menggapai buku puisi yang menarik perhatian Ella. Terkejut, Ella menoleh kearah belakangnya.

Dan ... Terpampang dada bidang seseorang yang terbalut hoodie warna merah bertuliskan Champion warna putih di depan matanya.

Detik selanjutnya, pandangan mata mereka bertemu.

"Tumbuh tuh ke atas, bukan ke bawah."

Ella geram. Untuk kesekian kalinya, ia bertemu dengan cowok menyebalkan ini. "Manusia tiang tidak sopan," ujar Ella, kemudian merebut buku puisi tebal yang diambil lelaki itu dengan cekatan.

"Enak aja gua dikata tiang!"

Gadis berambut cokelat itu berjalan dan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. "Di perpustakaan nggak boleh berisik!"

Ella terus melangkahkan kakinya menuju ruang khusus perpustakaan sambil menutup rapat-rapat telinganya.

Dia yang kemaren telat itu, kan? Dia yang naik tembok belakang ama gua, kan? Eh, bener nggak sih?

Cinder'Ella' | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang