“Di keramaian aku merasa sepi, hari-hari berlalu begitu saja dengan hampanya. Bukan tanpa alasan, itu semua karena Mu.”
-Aku tersentuh Cinta-•••
Pagi yang indah, udara yang sejuk, angin pagi berhembus menerpa wajah ku. Aku memainkan embun yang singgah di atas dedaunan.
Saat ini aku sedang berada di sawah, tengah menemani Abah yang sedang memasangkan orang-orangan sawah.
Abah adalah panggilan ku pada kakek. Dia adalah ayah dari ayah ku Muhammad Saepudin Adma Iskandar. Yah saat ini aku sudah berada di kampung, tepatnya di rumah kakek.
Abah adalah seorang ustadz, dia juga memiliki pesantren kecil, rif'atul Hasanah namanya. Santrinya tak banyak hanya ada 70 orang. 30 orang santriwan dan 40 santriyah.
Pesantren Abah adalah pesantren salafi, yaitu santrinya hanya orang yang fokus mengaji, tidak sambil sekolah.
"Kunaon ngahuleng wae cep?(kenapa ngelamun aja cep?)" Tiba-tiba saja Abah sudah duduk di samping ku. Cep adalah panggilan kakek pada ku.
Aku membenarkan posisi dudukku, menghadap ke arah hamparan sawah, mataku menyapu bersih semua pemandangan yang terlihat. Lalu aku melepaskan nafas berat. Huh!
"Nggak bah, lagi mikirin seseorang aja!" Jujur ku pada Abah. Yah, Abah itu orangnya asik di ajak curhat. Meski umurnya sudah tak muda lagi.
"Awewe?(cewek?)" Tanya Abah padaku. Yah itulah Abah, bagai punya mata batin dia bisa menebak isi pikiran seseorang.
"Yah begitulah lah bah!" Abah tersenyum sambil menatap lurus ke depan. Beberapa saat hening sampai Abah kembali bicara.
"Awewe mah hente kudu di pikiran! Kege datang sorangan ges waktu namah!tingal siap nawe maneh. (Wanita itu tak perlu dipikirkan! Nanti juga datang sendiri kalau udah waktunya! Tinggal siap ny kamu"
Aku diam, memikirkan dalam ucapan Abah barusan. Benar juga kata Abah, jodoh itu gak perlu terlalu dipikirkan. Kalau sudah waktunya pasti datang. Sekarang hanya tinggal siap dan tidaknya untuk ku menjemputnya nanti.
"Geus ah! Hayu balik!" Abah berdiri dari duduknya, lalu berjalan kearah jalan untuk kami pulang.
***
Sesampainya di pondok, atau rumah Abah, aku langsung membersihkan badan dengan mandi.
berbeda dengan di Jakarta, mandi pagi di sini penuh dengan perjuangan, karena udaranya yang sangat dingin.
Berbeda dengan rumahku dulu di Jakarta, yang kamar mandi nya di dalam kamar, aku terpaksa harus berjalan hanya dengan menggunakan handuk selutut menuju kamar!
Saat didapur, sialnya kaki ku tak sengaja tersandung ke meja makan dan membuat posisi ku menjadi setengah terduduk yang mengakibatkan handuk yang ku pakai hampir melorot dari tempatnya. "Damn it" umpat ku!
Saat berdiri, aku di kejutkan oleh sesosok manusia yang tengah berdiri dengan mata melotot dan mulut menganga.
"Permisi!" Ucap ku langsung berlalu meninggalkan manusia yang masih mematung dengan mimik wajah yang absurd itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tersentuh Cinta
Spiritualaku hanya seorang peria yang jauh dari kata beriman, yang memiliki masa lalu kelam. tak kan pernah bisa kau banggakan! tapi ijinkan aku untuk berjuang mendapatkan cinta Rabmu, yang akhirnya kita saling mencintai karena-Nya.