KATANYA TIDAK BERGUNA?

18.7K 1.7K 60
                                    

Dian membuka mata.

Gelap. Ya, hanya gelap dan dia tidak bisa melihat apa pun, pasalnya matanya ditutupi kain hitam dan diikat lagi dengan tali berwarna hitam.

Gadis itu bisa merasakan bahwa posisinya sedang duduk dengan kedua tangan dan kaki yang diikat kuat. Jangan tanya kenapa dia tidak berteriak meminta pertolongan, karena baru ingin membuka mulut, rupanya sudah ada lakban yang menghalangi. Alhasil pipinya yang mengembung tapi tak ada suara yang keluar.

Deg

Jantungnya mendadak marathon selaras dengan keringat dingin yang mulai muncul di pelipisnya.

Sayup-sayup telinganya masih bisa mendengar suara daun yang diterpa angin. Kemungkinan ini di hutan, pikirnya.

Mati. Dia sudah tidak bisa lagi berpikir jernih.

"Ini gue dimanaaaaaaa?" batinnya. Dia berusaha menghentak-hentakkan kakinya berharap dapat lepas, tapi lagi-lagi percuma karena ikatan di seluruh tubuhnya sangat kuat.

Tissss

Tiba-tiba manik hitamnya sudah mengeluarkan hujan. Ekspresi dari perpaduan rasa takut dan putus asa.

Tak lama bunyi beberapa langkah kaki mulai mendekat, membuat gadis itu makin merinding.

"Danki (Komandan Kompi), mana?" tanya salah seorang pria bersuara baritone.

"Tadi masih baca Al-Quran setelah shalat subuh."

Dian terhenyak. "Shalat? Shalat?"

Walaupun Dian non-Muslim, dia tahu apa itu shalat. Cara penyembahan Tuhan yang dikerjakan oleh orang-orang yang mengaku sebagai Muslim, pikirnya.

"Shalat di saat lo pada berbuat jahat ke orang lain? Dasar pengecut, an***g," batinnya.

Segala macam makian sudah dilontarkannya di dalam hati, walaupun dia tau hanya sekedar memuaskan emosinya sendiri.

"Lho? Belum dilepas?" Sebuah suara dingin dan dalam sudah terdengar.

Langkahnya terdengar mendekat.

"Kami menunggu Danki memberikan instruksi," balas seorang pria yang lain.

Dian terus memasang telinga. "Oh ... jadi itu Kaptennya? Pengen gue ludahin mukanya pengecut yang cuma berani sama perempuan!"

"Oh, ya sudah lepaskan penutup mukanya saja dulu!"

"Siap!"

Begitu ikatan di matanya dilepas, sontak Dian langsung melirik ke satu titik.

Seorang pria berkaos hijau khas tentara dengan sarung kotak-kotak orange lengkap dengan sendal jepit. Tubuhnya tinggi, punggungnya lebar, dan tegap dengan wajah tirus berahang kokoh, rambutnya pendek saja potongan ala tentara serta kulit yang tampak kecoklatan.

Manik hitam pria beralis tebal itu menatapnya dengan datar, hanya sebentar sebelum melirik santai ke sekitar hutan dengan kedua tangan berada di pinggang.

Di sampingnya ada dua pria berseragam loreng.

"DASAR BRENG**K!" Dian sudah akan berteriak marah karena diperlakukan tak adil, tapi tidak bisa karena mulutnya masih dibekap.

Tak lama pria itu mendekat lalu berhenti sekitar satu meter, memberi jarak di antara mereka.

Sontak tatapan Dian semakin geram, tapi tatapan pria itu justru datar dan santai saja. Tidak 'wah' atau mungkin takjub dengan kecantikan Dian seperti pria-pria pada umumnya. Wajar saja, Dian memang terkenal sebagai primadona kampus sekaligus model majalah ternama.

Be The New (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang