"APA LO PENGECUT?! PENGECUTTTTTT!!" teriak Dian sambil melotot tanpa takut tepat di depan wajah seorang TNI Angkatan Darat yang tengah berjaga menghalangi Istana Negara yang diserbu massa demo.
Tak lama gadis itu mundur sebentar mengibas rambut sepundaknya lalu mengikat cepat dengan gaya ekor kuda. Wajah tirus yang memerah karena marah itu mendekat lagi ke arah TNI lain yang masih merentangkan tangan dengan wajah geram. "KATANYA LO PADA NGELINDUNGIN RAKYAT, YA?! ASLINYA LO MAKAN UANG RAKYAT BUAT NGELINDUNGIN PEMERINTAH!" teriaknya lagi sambil menunjuk-nunjuk muka para Tentara itu dengan telunjuknya.
Urat takut gadis jurusan manajemen itu sudah habis. Dia terus saja mengoceh tak jelas di depan wajah para TNI yang tak peduli dan seolah menganggapnya tak ada, padahal sejujurnya, jika satu kali saja para pria-pria berbadan kekar itu mengibaskan tangan, mungkin dia kritis di rumah sakit detik itu juga.
Merasa tak berhasil menyulut emosi para TNI, Dian menoleh ke belakang. "ARMAN?!" panggilnya dengan nada ketus ke arah temannya. "ARMAN?! KASIH TOA KE GUE!"
Pria berbadan gempal bernama Arman itu langsung menyodorkan toa. Cepat-cepat Dian meraih benda putih itu dan melompat ke panggung yang berada di atas bak mobil pick up.
Untuk beberapa saat gadis itu menarik napas lalu menghadap para massa demo di hadapannya. Bersiap bernyanyi.
"TENTARA NASIONAL INDONESIAAAAA, TIDAK BERGUNAAAAAAA!"
"TIDAK BERGUNAAAAA!" sambung massa demo sambil bersorak-sorak kegirangan.
Dian makin semangat sambil berbalik menatap para topi rimba di hadapannya dengan mata melotot. "BUBARKAN SAJA! DIGANTI MENWA, KALAU PERLU DIGANTI PRAMUKAAAAAAA ...."
1
2
3
Semua anggota TNI naik pitam tapi berusaha tetap tenang.
Mayor Firdaus dari Kopassus yang ada di belakang kerumuman para loreng, langsung menatap tajam ke arah gadis berhidung mancung dengan celana jins hitam yang masih bernyanyi-nyanyi seperti kesetanan di atas mobil pick up itu.
Pada akhirnya tangannya terulur mendekatkan ponselnya ke telinga. "Tanda gadis itu! Mata tajamnya kembali melirik ke arah Dian yang masih melempar makian ke arah TNI itu. Malam ini juga!" tegasnya dengan suara dingin.
***
Jarum jam dinding terus bergerak memecah keheningan malam yang semakin larut di rumah besar di kawasan Tangerang itu.
Semakin larut dan gelap.
Tepat pukul 01:58 WIB, manik hitam seorang tampak di kegelapan. Wajahnya hampir tak bisa dikenali karena dihitamkan dengan cat samaran berwarna hitam yang selaras dengan gelapnya dini hari yang pekat.
Di belakangnya sudah ada mobil sport hitam yang terparkir rapi dengan empat pria yang ada di dalamnya.
Tiba-tiba semuanya kompak melihat jam tangan, dan pria berahang kokoh itu mulai menghitung mundur.
TENG
Tepat pukul 02:00 WIB"Hmmmm ...." Dian yang masih memakai piyama berwarna merah muda berlengan panjang itu merubah posisi tidur ke arah kiri. Mukanya masih berminyak dan rambut panjangnya yang tergerai pun tampak kusut. Napasnya kembali teratur lagi.
BUKKKKK
Mendadak deru napasnya terganggu.
Sontak dia membuka mata dan melotot begitu seorang berwajah hitam sudah ada di atas ranjangnya.
"MPHHHHH—" Dia berusaha meronta melepaskan diri, tapi nihil karena tangan dan kakinya sudah dikunci lebih dulu. "MPHHHHHHH—"
Deg
Jantungnya berdegup kencang.
Rasanya detik itu, dia ingin berteriak meminta tolong dan berharap ada seorang anggota keluarganya yang masuk ke kamarnya.
Plakkk
Hanya satu kali serangan di titik belakang lehernya dan dia sudah kehilangan kesadaran. Dan setelah tiga menit, dia sudah menghilang dari kamarnya tanpa jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The New (Tamat)
Spiritual#KARYA 4 Dian sangat membenci TNI. Sangat-sangat benci. Karena bagi gadis Tionghoa itu, TNI bertanggungjawab atas peristiwa 1998 dan diskriminasi yang diterimanya di masa kecil. Itulah alasannya memilih bergabung bersama organisasi mahasiswa yang su...