3 - Bunga di Tengah Jalan (1)

113 25 2
                                    


"Tuh! Tuh! Ganteng banget astagaaaa"

Aku memeluk bantal persegi biru muda milik Feli. Saat itu kami sedang menonton anime yang diiming-imingi Feli sejak di sekolah tadi.

"Iya, kan? Aku udah berkali-kali nonton yang episode ini tapi nggak bosen-bosen.. ugh, tatapan matanya yang sinis tapi menancap tepat di hati"

"KYAAAAHHH! Kokoro ku nggak akan kuat-"

Dan aku kumat. Seperti fangirl pada umumnya ketika dapat asupan, aku meninju-ninju pundak Feli.

"Aduduh... idih sakit tau, [F/N]"

Feli menangkis tanganku yang masih memukulinya dengan gemas.

Baru saja lagu ending anime itu berputar, ponsel di kantung rok ku bergetar.

Mamsky:
'Kak, klo pulang, mama titip kecap 2 saset y'

Sekilas wajah emak terlintas di kepala, tak lupa wejangannya tempo hari yang spontan membuatku terhenyak.

"Duh! Aku lupa kalo hari ini tanteku mau ke rumah jadi disuruh bantuin masak.."

Apakah ini yang dinamakan kekuatan cinta? Kekhilafanku akan pesona Bang Levi yang sukses membuatku lupa segalanya?

Tahan [F/N].. kamu memang wibu, tapi tidak sewibu itu.. duh..

"Rumahmu deket kan? Kuantar yuk, sama sekalian mau mampir beli es krim hehe"

Tawar Feli setelah dia selesai mematikan laptop hitamnya.

Kami pun berjalan keluar dari rumah Feli sehabis berpamitan kepada Mbak Yun, pembantu rumahnya- karena kedua orangtua Feli biasanya pulang kerja setelah petang.

Setelah mampir sejenak ke IndoApril untuk membeli kecap rekues emak dan jajanan Feli, kami lanjut berjalan menuju arah rumahku.

"Kok tumben sore ini sepi ya Fel-"

Omonganku terputus ketika hidungku bertubrukan dengan kepala Feli yang berhenti mendadak di depanku.

Dan demi apapun itu, rasanya sungguh luar biasa.

Berdarah, tidak. Tapi sakit- ngilu, sudah kucoba untuk menahan rasa nyerinya, tapi tetap saja gagal. Membuat air mataku keluar dengan tidak sengaja.

"Maaf, maaf [F/N]! Aku nggak sengaja.. karena tadi aku lihat ada anak kecil menangis di perempatan situ"

"Iya.. aku juga tau kamu nggak sengaja"

Kataku sambil kembali mengusap air mataku dari balik kacamata.

Aku menatap arah yang dituju Feli, namun lagi-lagi yang kudapatkan hanyalah perempatan kosong dengan beberapa helai bunga bertaburan di tengahnya.

Aku mengamati Feli, yang sekarang menutup matanya. Bermaksud untuk bertanya apakah dia mengerjaiku, tapi kuurungkan karena dia terlihat sedang konsentrasi- atau tidur sambil berdiri?

Apa benar Feli ini seperti yang sering disebut-sebut orang- anak indigo? Atau dia berpura-pura jadi anak indigo biar merasa spesial gitu? Biar beda dari anak-anak lainnya gitu?

Ah, yang manapun terserah. Karena orang seperti apapun Feli, tidak ada hubungannya denganku. Buktinya, entah dia benar-benar indigo atau pura-pura indigo, dia mau berteman dengan orang sepertiku kan?

Jadi menurutku, 'untuk dianggap spesial' bukanlah alasan Feli menjadi indigo.

"[F/N].."

Aku sedikit terkejut ketika Feli tiba-tiba menoleh padaku, karena sekarang gantian air mata yang menuruni pipinya perlahan.

"Kamu kenapa-"

"[F/N], kamu mau tahu kenapa anak kecil di perempatan itu menangis karena nggak bisa pergi dari sana?"

Aku menjawabnya dengan anggukan. Karena jika Feli sampai menangis, berarti ceritanya cukup menyedihkan, kan? Dan menurutku ketika orang merasa sedih, mereka akan merasa lebih baik setelah bercerita kepada orang lain- curhat istilahnya.

Dan aku langsung terlempar ke dalam sebuah mobil setelah Feli menyentuh tanganku.

Aku celingukan, pemandangan dari jendela kanan dan kiriku adalah pemandangan yang asing bagiku. Jalanannya, gedung-gedungnya sungguh berbeda dari tempat-tempat yang aku kenal.

"Gordon senang ikut mama?"

Aku menoleh ke depan, sosok perempuan di kursi depan- tempat sopir tampak dari pantulan cermin di mobil.

"Iya ma. Kan jarang Gordon jalan-jalan sama mama"

Aku menjawab demikian, dengan suara yang tidak kukenal yang keluar dari mulutku.

Tiba-tiba aku sudah berada di sebuah ruangan yang mirip gudang. Terlihat pula sebuah meja lengkap dengan semacam kendi atau guci lumayan besar di atasnya, bunga-bunga mengelilingi guci itu, dan di kanan kiri guci itu juga terdapat lidi yang mengeluarkan asap dan aroma khas- dupa.

Baru aku menoleh, perempuan- yang sedikit banyak kupahami adalah ibu Gordon, langsung memelukku.

"Maafkan mama nak.. kamu tahu kan, sejak restoran papa bangkrut hanya mama yang mencari uang.. sedangkan papamu pergi entah kemana.. jadi mama selama ini berusaha, tapi dengan cara tidak baik..."

"M-maksud mama... apa?"

Tanyaku yang tiba-tiba terisak di pelukan perempuan tadi.

"..dan kata makhluk itu, karena mama pernah ingkar janji, maka mama harus menanggung akibatnya.. maaf Gordon.. maaf.. mama harus menyerahkanmu.."

Jelas wanita tadi, namun semakin mempererat pelukannya padaku.

"Nggak mau! Gordon maunya sama mama..."

"Kalau bisa mama juga mau nak... tapi makhluk itu memberikan mama pilihan yang sulit.. jika mama menyerahkanmu, maka dia berjanji akan menjagamu.. tapi jika mama menolak, maka dia sendiri yang akan mengambilmu secara paksa.."

Jawab perempuan itu sambil perlahan melepaskan pelukannya dan mencoba menahanku yang meronta-ronta.

Kemudian aku melihatnya, melihat makhluk yang dibicarakan wanita ini. Makhluk hitam besar yang memaksaku mendongak karena badannya sungguh setinggi langit-langit rumah, apalagi untuk ukuran Gordon. Badannya dipenuhi bulu seperti yeti, namun bedanya milik dia hitam kelam. Matanya merah menyala dan sebesar ban mobil, kukunya juga hitam panjang bahkan hingga melengkung, dan wajahya benar-benar menyeramkan dengan taring yang keluar hingga dagunya. Dan seiring makhluk itu mendekat, pandanganku menjadi gelap.

...
..
.

Aku mengerjapkan mata berkali-kali ketika cahaya terang berebut masuk ke mataku.

Feli mengusap air matanya sambil melepaskan genggamannya dari tanganku.

"Gimana? Kamu juga lihat flashback dia kan? Jadi dia menetap di perempatan karena peristiwa itu, [F/N]... dia nggak bisa pulang, karena ada sesuatu yang mencegahnya tadi..."

Aku mengangguk pelan, sambil memproses apa yang barusan sudah terjadi.

Flashback? Jadi barusan aku masuk ke masa lalu anak kecil yang kata Feli menangis di perempatan itu? Yang ternyata dia adalah korban yang dijadikan tumbal oleh ibunya sendiri, entah karena kesepakatan apa yang dilakukan ibunya dengan makhluk tinggi besar tadi?

Anak kecil tidak tahu apa-apa yang sampai sekarang menurut Feli masih berkeliaran di dunia ini karena tidak bisa kemana-mana itu. Padahal jika dilihat dari lingkungan ketika ia masih hidup tadi, sepertinya hal itu terjadi sebelum aku lahir.

Aku mengamati perempatan itu dengan miris. Rasa simpati itu muncul begitu saja ketika kubayangkan ada anak kecil disana yang sedang menangis, bingung, sendirian, dan ketakutan.

Sayup-sayup diantara suara sepeda motor yang jauh dari tempat kami berada, aku mendengar suara yang hilang timbul terkena angin sore.

"Kakak..."

"Gordon ingin pulang..

"...ingin ketemu mama.."

NOW YOU SEE ME [Female!Reader insert]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang