12 - Kapal Berlayar

92 18 9
                                    

"[Y/N], menurutmu Ryuu itu seme apa uke?"

Tanya Feli tiba-tiba saat istirahat pertama.

"Hah?"

Seme? Uke? Apa itu?

"Yah, si wibu pemula ini nggak paham ternyata. Ya udah, sini sini sensei ajarin"

Entah kenapa aku merasa mendadak menjadi pengikut aliran sesat.

"Jadi maksudku, kalo misal Ryuu ehem humu, dia bakal jadi cowoknya atau ceweknya?"

Bisik Feli.

Astaga, itu toh. Seharusnya aku sudah paham kemana arah pembicaraan orang ini.

"Emangnya mau dipasangin sama siapa?"

"Sama Toni mungkin"

Jawab Feli sambil manggut-manggut. Sok-sokan mikir.

"Lah, Toni kan kemarin-kemarin habis nembak aku, Fel. Jadi mana mungkin dia humu"

Bisikku karena tidak ingin warga sekitar mendengarnya. Feli sendiri sih sudah ku ceritakan kronologinya lewat chat.

"Bisa aja. Karena luka mendalam habis ditolak sama kamu, dia jadi sakit hati sama cewek, terus trauma. Jadi belok deh"

Baiklah, mari kita ikuti kemauan jalan pikiran anak ini.

"Terus emangnya Ryuu humu? Mentang-mentang dia cuek kalau sama cewek gitu?"

"Nah, itu yang bikin aku bingung..."

Tumben, logikanya jalan.

"...soalnya dia antusias kalo ngomong sama kamu"

Dan spontan aku ingin menyemburkan susu stroberi yang aku minum.

"Antusias ngebully iya!"

Dan kami berdua mendadak diam ketika Ryuu berjalan masuk kelas dan duduk di bangkunya, di sebelahku. Melihat kami sekilas kemudian memilih untuk tidur, namun terganggu karena tiba-tiba Toni masuk ke kelas dan mengguncang-guncang pundak Ryuu.

Aku langsung melirik Feli yang matanya auto berbinar-binar. Asupan deh.

"Ryuu, tolonglah Ryuu. Terakhir deh. Plis plis plis"

Kata Toni dengan raut memelas.

Minta tolong ke Ryuu? Pasti soal Andre lagi nih.

"Aku kan udah sering bantuin kamu, Ton"

Jawab Ryuu sambil stay di posisinya.

"Hngg... demi main di game center sepuasnya?"

Ryuu pun mendongak namun tampangnya tetap datar.

"Hah... tapi ini beneran terakhir kali aku bantuin kamu ya"

Aksi Toni selanjutnya membuat tanganku hampir remuk diremas Feli. Gimana jiwa fujo nya enggak bangkit kalau Toni spontan memeluk Ryuu.

"Sesek, tau"

Ryuu masih datar dan Toni sendiri melepas pelukan bahagianya, takut jika Ryuu berubah pikiran dan tidak jadi menolongnya.

"Ehehe maaf. Ya udah ayo ke ruang rapat"

Kata Toni sambil menarik Ryuu untuk berdiri dan berjalan keluar kelas.

"Untung wangi"

Bisik Ryuu yang masih kedengaran saat melewati meja tempat aku dan Feli duduk, yang membuatku dan Feli saling pandang.

Eh? Kapal beneran berlayar?

"Kita harus ngikutin mereka, [Y/N]"

Kata Feli antusias sambil mengeluarkan ponselnya. Kemudian sebelum aku sempat merespon, dia langsung menarikku keluar kelas, mengikuti duo yang dicurigai sejoli itu.

Kan si Feli bikin aku ikutan penasaran, masa iya Ryuu aslinya gitu?

Bukannya aku ngarep sama dia atau apa ya.

"Baguslah kamu bawa Ryuu kesini juga. Bisa sekalian bantu sortir laporan, terus kamu yang nulis detailnya terus gotong ke ruang guru"

Kata suara Andre dari dalam ruang rapat, ya 'suara', karena aku nggak bisa lihat mukanya soalnya ketutupan Toni.

"Ini anak ngapain lagi sih? Bolos lagi?"

Tanya Ryuu yang mulai grusak-grusuk mengurus tumpukan kertas di depannya.

"Dia kalah janken denganku. Saat akan ku beri hukuman dia malah kabur"

Ryuu mendelik ke arah Toni, dan aku pun menepuk jidat. Bukannya Ketua OSIS itu juara bertahan janken sejak dia masuk sekolah ini sampai sekarang? Toni ini niatnya mau bunuh diri apa gimana sih?

"Memang hukumannya apa, dre?"

Tanya Ryuu yang sudah menepuk-nepuk kertas yang sekarang rapi. Buset dah cepet amat.

"Yang kalah harus nurutin perkataan yang menang. Dan aku minta dia jadi babu ku selama seminggu. Karena tangan kananku terkilir juga sih"

Kata Andre yang sekarang terlihat memegang tangan kanannya yang dibalut perban. Toni pun bergeser untuk menulisi kertas-kertas di depan Ryuu.

"Iya iya, maaf ketua. Lagipula salah siapa yang harus terkilir waktu nahan kepalaku"

Gumam Toni.

Eh?

"Hmm?"

Andre mengangkat alisnya dan menatap Toni.

"Kan aku sudah biasa kalau tidur di kursi suka kejedot sendiri. Kenapa kepalaku harus ditahan pakai tangan ketua coba"

Toni tetap ngedumel, tidak peka dengan kode deheman dari Ryuu untuk menghentikan aksi harakirinya.

"Ini bocah bukannya berterimakasih malah ngatain. Kamu enggak kejedot aja kayak gitu, apalagi tambah kejedot sekali lagi hmm?"

Andre tersenyum berbahaya. Membuat Ryuu mengalihkan pandangan karena menurut orang sesadis Ryuu pun adegan itu butuh pengawasan orang tua- dan membuat orang yang diajaknya berbicara jadi keringat dingin.

"M-makasih... ketua. A-aku mau nganter ini ke ruang guru dulu-"

Kata Toni dengan satu helaan napas dan langsung berlari menuju pintu. Membuatku dan Feli auto minggir. Bayangin aja kalau sampai ketabrak Toni, udah stalker, ketahuan, bikin berantakan laporan- oh, aku sungguh tidak ingin hidupku berakhir di tangan Andre.

"Udah Fel. Kayaknya kita tadi salah tangkap deh soal Ryuu sama Toni. Balik yuk"

Ajakku namun segera dibungkam Feli.

"Bentar dulu"

Sahut Feli sambil kembali fokus mengintip dari jendela di pintu.

"Ngomong-ngomong, dre, kenapa kamu butuh Toni buat nulis laporan?"

Tanya Ryuu yang sekarang duduk di atas meja.

"Karena tangan kananku terkilir kan?"

Andre menaikkan sebelah alisnya.

"Seingatku, kamu kan kidal"

Pada hari itu aku, Feli, dan Ryuu menyaksikan keajaiban dunia terajaib yang pernah ada.

Sang Ketua OSIS yang terkenal galak itu, musuh bebuyutan Toni itu, yang kalau ngamuk lebih serem dari Godzilla itu... blushing.

NOW YOU SEE ME [Female!Reader insert]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang