2 - Teman Baru

181 31 10
                                    


"ANONE ANONE.. ANONE ANONE.."

Aku membuka mata perlahan, kemudian beralih ke samping. Tangan kanan ku menggosok mata, dan tangan kiriku sibuk meraba-raba meja samping ranjang- mencari ponsel untuk mematikan alarm.

Ya, aku memang wibu. Tapi tidak bau bawang karena sehabis mandi aku selalu mengoles deodoran berwadah putih ungu ke ketiakku.

Kupakai kacamata minus dengan bingkai hitam. Kubiarkan rambut [panjang/sedang/pendek] ku acak-acakan sambil melangkah ke kamar mandi.

Yah, rutinitas pagiku sudah dimulai. Selamat tinggal akhir pekan.

...
..
.

Sedikit catatan, aku bukanlah anak yang populer di sekolah. Karena pertama, aku memang tidak suka jadi pusat perhatian. Umm.. terkadang waktu aku maju ke depan kelas, aku langsung gemetaran dan mendadak gagap. Ya, itu alasan kedua ku.. aku ini orangnya minderan. Dan ketiga, spesies wibu sepertiku terhitung langka di sekolahku. Jadi yah, aku termasuk murid "tak kasat mata" di sekolah.

"Eh, pinjemin PR Fisika kemarin, dong.. ya ya ya [F/N].. plisss"

"Iya ih. Kamu kan pinter kalo soal Fisika. Pinjem yah, lihat dikit doang kok"

Dan momen-momen seperti inilah yang membuatku mendadak jadi kasat mata.

Saat dibutuhkan.

"E-eh iya.."

Dan aku bukan tipe orang yang mudah untuk berkata 'tidak'.

Saat aku mengeluarkan buku PR bersampul coklat itu, sekelebat aku menangkap sosok perempuan yang berjalan riang di belakang anak-anak yang mengerumuniku. Segera kusodorkan bukuku kepada salah satu temanku, yang langsung membubarkan diri dan berpindah bergerombol di belakang. Kerja kelompok dadakan.

Aku kembali fokus kepada gadis tadi. Rambut panjang ikal, pipi tembem, badan yang terbilang cukup tinggi, dan tahi lalat di bawah mata itu...

"Fe-"

Ku bungkam mulutku dengan tangan. Niatku untuk memanggil sosok yang tadi malam mampir ke mimpiku itu aku urungkan. Aku ini bodoh atau bagaimana sih? Mana mungkin dia mengenaliku hanya karena kita  pernah bertemu di dalam mimpi. Saat aku benar-benar memanggilnya nanti, anak-anak lain juga pasti ikut menoleh. Dan lagi, iya kalau Feli menanggapiku dengan positif. Bagaimana jika dia malah buang muka, atau jijik dengan sikap sok kenal ku?

Kuamati sosoknya sampai menghilang di kelas sebelah. Ah, jadi dia kelas 2A? Pantas saja kami tidak pernah bertemu. Tuhkan kelas A, berarti dia memang anak elit.

Ah iya, kelasku ini dibagi menjadi 6 kelas, kelas A untuk kumpulan anak-anak yang masuk ke peringkat dua puluh besar paralel, kelas F untuk anak-anak yang mempunyai slogan "peraturan itu ada untuk dilanggar", dan selebihnya kelas B hingga E adalah kelas acak. Dan aku masuk ke kelas B.

"[F/N].. ini buku PR mu. Makasih ya"

Teriak suara dari belakang ketika kurasakan suatu benda mengenai kepalaku.

Sopan dikit kenapa sih?

"E-eh iya sama-sama"

Aku hanya bisa marah dalam hati. Karena kau tahu sendiri apa yang akan terjadi pada hari-hari (cukup) damaimu ketika kau membuat satu gerombolan anak-anak populer di kelas menjadi musuhmu.

"Heh, pendek.. kau mau diam saja diperlakukan begitu?"

Aku menoleh ke samping setelah sukses meredam amarahku karena salah satu aspek yang tidak kusukai dari tubuhku disebut dengan sengaja.

Seorang laki-laki dengan dasi yang sengaja ia selempangkan di bahunya menatapku ogah-ogahan.

"Aku nggak apa-apa kok, lagipula mereka kan cuma bercanda waktu lempar buku tadi hehe..."

Ryuu- lelaki tadi hanya memutar bola matanya, kemudian menenggelamkan kepalanya diantara tangannya di atas meja. Ya saudara-saudara, dia sudah berencana untuk tidur dari jam pertama. Yang membuatku bertanya-tanya, apakah sebenarnya Ryuunami- yang notabene bapaknya keturunan Jepang- negara terdisiplin di Asia, sebenarnya adalah siswa kelas F yang nyasar ke kelas B. Atau mungkin staff Tata Usaha typo saat menuliskan kelasnya?

"Baik anak-anak, untuk materi selanjutnya buka halaman 34..

...
..
.

Baru saja kakiku meninggalkan ruang kelas untuk menuju kantin sekolah, tanganku sudah ditarik lebih dahulu oleh tangan lain.

"[F/N] kan? Iya, kan?"

Feli, dengan tampang antusiasnya berdiri di depanku.

Eh? Jadi Feli kenal denganku? Atau jangan-jangan semalam kita bermimpi sama?

"Iya. Ada perlu apa ya?"

"Idih sok-sokan formal gitu"

Feli hanya geleng-geleng kepala melihat responku. Ini orang percaya dirinya tinggi sekali sih. Gimana kalau ternyata tadi dia salah orang coba? Dan lagi, bukannya kita baru ngobrol sekarang? Kenapa dia bertingkah seperti kita seakan adalah teman lama?

Duh, aku harus bilang apa nih? Orang normal kalau bertemu orang asing pertama kali pasti tanya nama kan? Tapi aku kan sudah tahu namanya. Gimana coba..

"[F/N], udah lihat Bang Levi episode paling baru belum? Aku ada di laptop"

Telingaku spontan melebar ketika nama sakral itu disebut. Bang Levi? Levi yang pendek, muka datar, tapi menawan itu? Aku langsung menggenggam tangan Feli.

"Hayuk nonton"

"Ahahah, nanti pulang mampir ke rumahku ya kalau gitu"

Dan aku baru saja mempelajari teknik berteman dengan seorang wibu hari ini, yang diajarkan oleh Feli sensei.

...
..
.

Siang itu setelah bel pulang berbunyi, aku berjalan berdua bersama Feli, yang katanya rumahnya dekat dari sekolah.

"Eh iya Fel, kok kamu bisa kenal aku? Bukannya aku nggak suka atau gimana-gimana ya.. tapi kan sebelumnya kita nggak pernah ngobrol. Ketemu papasan sih sering"

Feli menyeruput es teh dari plastiknya, kemudian tersenyum menatapku.

"Lah kan kita kenalannya lewat mimpi"

Aku masih mengamati Feli. Memangnya itu normal? Bukannya mimpi itu hanya kita dan Tuhan dan orang-orang yang kita curhatin yang tahu? Kok dia bisa yakin banget kalau  aku juga mimpi ketemu dia?

"Awas, [F/N]!"

Dan Feli menjatuhkan es tehnya yang tinggal es batu demi menarikku.

"Duh, kamu kalau jalan jangan meleng dong. Hampir nabrak adeknya kan?"

Aku menoleh ke arah yang dimaksud Feli. Namun yang kulihat hanyalah gang gelap yang kosong tanpa ada seorangpun disana.

"Erm.. adek yang mana, Fel?"

Feli pun terbengong dan menatapku balik. Tangannya refleks menepuk jidatnya.

"Aduh, ketipu lagi deh aku. Berarti tadi bukan manusia. Maaf ya, [F/N]"

Lagi-lagi Feli menjawab pertanyaanku dengan santai. Mengabaikan fakta bahwa aku jadi merinding dibuatnya.

Kami melanjutkan perjalanan ke rumah Feli, sesekali ekor mataku melirik baliho besar di pinggir jalan raya.

'Kamu percaya dengan yang tidak terlihat?...'

Feli percaya.

Batinku melanjutkan iklan itu dalam hati.

NOW YOU SEE ME [Female!Reader insert]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang