Kamar itu terlihat sangat berantakan. Kain sprei dan selimut berhamburan menjadi satu, benda-benda lainnya pun juga berserakan di lantai. Nyatanya, cerahnya pagi ini, tak secerah hati gadis itu.
Gadis yang sedang duduk di depan meja rias dengan air mata yang membanjiri pipinya. Wajahnya terlihat begitu pucat, matanya sayu dan sembab karena menangis semalaman. Tubuh mungilnya yang terbalut kebaya putih itu bergetar hebat. Gadis itu adalah Assyifa Putri.
Suara ketukan pintu telah menyadarkan Syifa, ia menghapus air matanya dengan punggung tangan.
"Syifa, buka pintunya, Nduk!" teriak Yulia dari luar kamar.
Tidak ada jawaban dari Syifa. Gadis itu kembali menangis dengan sesenggukan. Riasan di wajahnya sudah hampir luntur karena air matanya yang tidak berhenti mengalir.
"Syifa," panggil Yulia sambil menekan knop pintu berkali-kali. Syifa sengaja mengunci pintunya dari dalam dan membuang kunci itu.
"Syifa, ayo loh Nak keluar, tamu-tamu udah pada datang, keluarga Riyan juga udah nungguin kamu, Nduk," ujar Yulia.
Hari ini adalah hari dimana pernikahan Syifa dan Riyan akan dilangsungkan di kediaman mempelai wanita. Melihat putrinya semakin menjadi, eko memutuskan agar mempercepat pernikahan antara Syifa dan Riyan. Para tamu, penghulu dan keluarga mempelai pria sudah hadir. Semua tampak was-was menunggu Syifa.
Karena merasa cemas pada putrinya yang tak memberikan jawaban, Yulia terpaksa membuka pintu kamar Syifa menggunakan kunci cadangan. Begitu pintu itu terbuka, Yulia berlari menghampiri Syifa, menatap wajah Syifa dari pantulan cermin.
Yulia menangkup wajah Syifa dengan lembut, dihapusnya air mata yang terus mengalir itu. "Nduk, semua udah nungguin kamu. Ayo kita keluar, ndak baik loh membuat banyak orang menunggu seperti itu," bujuknya.
"Bu, Syifa nggak mau nikah Mas Riyan, kenapa Bapak nggak bisa ngerti perasaan Syifa. Kenapa Bapak egois seperti itu," ucap Syifa.
"Sabar ya, Nduk. Bapakmu ingin yang terbaik untukmu, makanya Bapak memilih Riyan." Yulia mengusap wajah Syifa, namun ia merasa ada sesuatu yang terjadi pada putrinya. "Nduk, badanmu kok panas toh? Kamu sakit?" tanyanya.
Syifa tersenyum getir. "Nggak penting, Bu. Syifa sakit ataupun nggak, itu nggak ngaruh buat Bapak. Obsesi Bapak terhadap Riyan terlalu besar dibandingkan dengan kepeduliannya padaku," katanya.
Yulia tidak tahan melihat keadaan putrinya saat ini. Tapi, ia juga tidak bisa melakukan apapun. Yulia memeluk Syifa, mengelus punggung Syifa dengan lembut. Air mata Syifa kembali menetes dan jatuh membasahi pundak Yulia.
"Sabar, Syifa ... sabar. Sekarang, ayo kita keluar dan kita mulai acara ijab qobulnya." Yulia melepas pelukannya dan membawa Syifa keluar.
Tanpa mengatakan apapun, Syifa dengan terpaksa mengikuti Yulia. Dengan berat hati ia menerima perjodohan itu, walau jauh di dalam lubuk hatinya ia masih mencintai Andrian. Syifa tahu, Andrian pasti merasa sakit hati dengan semua ini, sakit yang sama seperti yang Syifa rasakan.
Kehadiran Syifa membuat semua mata tertuju padanya. Beberapa orang yang mengetahui permasalahan ini, merasa iba pada Syifa.Di tengah-tengah ruang tamu itu, seorang penghulu telah duduk berhadapan dengan Riyan. Pandangan Riyan tak pernah lepas dari calon istrinya. Syifa duduk di samping Riyan dengan menundukkan kepalanya.
"Bisa kita mulai sekarang?" tanya penghulu itu.
"Langsung mulai saja, Pak," kata Eko dengan tegas.
"Baiklah," penghulu itu menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya. "Saya nikahkan dan kawinkan, Saudara Riyan Hariyono bin Sugi dengan Assyifa Putri binti Eko Raharjo, dengan mas kawin berupa uang sebesar Rp 1.205.000 dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Assyifa Putri binti Eko Raharjo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mahar sebesar Rp 1.205.000 dibayar tunai."
"Bagaimana saksi, Sah?"
"SAH!" teriak semua orang yang hadir di ruangan itu, terlebih teriakan Eko Raharjo-lah terdengar paling keras.
"Alhamdulillah," ucap penghulu itu sebelum ia memimpin doa.
Kini mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri, Riyan dan Syifa. Eko Raharjo terlihat sangat bahagia, ia bahkan berkali-kali menepuk pundak Riyan, kemudian merangkulnya. Di tengah-tengah pembacaan doa, tiba-tiba saja Syifa berdiri dan berlari masuk ke dalam kamarnya.
Yulia dan Eko yang melihatnya langsung berlari menyusul Syifa. sama halnya dengan Riyan, pria yang sudah menjadi suami sah Syifa itu turut mengetuk pintu kamar sembari berteriak memanggil nama Syifa.
"Syifa buka, Nduk," kata Yulia.
"Syifa, jangan macam-macam kamu. Cepat buka pintunya dan keluar sekarang. Ojo bikin Bapak malu," sanggah Eko dengan nada kasar.
"Sudahlah Pak, Bu ... Syifa sudah lakukan apa yang kalian inginkan, sekarang jangan ganggu Syifa lagi. Syifa kesel!" teriak Syifa dari dalam kamar.
Eko Raharjo tampak begitu geram mendengar jawaban dari Syifa, ia bergerak mundur dan bersiap mendobrak pintu itu.
BRAKK!!
"Ayo, melu Bapak!" bentak Eko dengan menyeret tangan Syifa. Syifa meronta dan berusaha melepaskan cekalan tangan Bapaknya.
(Melu : Ikut)
"Emoh Pak, Syifa nggak mau," kata Syifa dengan air mata yang terus melolos.
(Emoh : Nggak)
"Nggak usah ngeyel, ayo cepat!"
Yulia hanya bisa menangis melihat semuanya. Ia berusaha membantu Syifa, namun dicegah oleh Eko. "Bapak jangan kasar sama Syifa, Pak," kata Yulia.
Sedangkan Riyan, suami Syifa itu hanya bisa tersenyum. Ia mendukung apa yang Bapak Mertuanya lakukan. Riyan tidak sama sekali berpihak pada Syifa, ia membiarkan Eko Raharjo bertindak kasar pada putrinya.
"Minggir, Bu. Ojo halangi Bapak." Eko berhasil membawa Syifa keluar dengan paksa. Gadis itu terus menangis dan bersikap acuh kepada semua tamu.
* * * * *
Malam harinya...
"Denger ya Mas, nggak usah macem-macem. Nggak ada malam pertama! Sampean turu ning sofa," kata Syifa dengan nada ketus pada Riyan. Syifa melemparkan satu bantalnya pada Riyan.
(Sampean turu ning sofa : Kamu tidur di sofa)
"Tapi, Dek ... kita kan sudah resmi jadi suami istri, jadi Mas berhak dong minta malam pertama sama kamu." Riyan mendekati Syifa dengan tersenyum licik.
"Kita memang suami istri, tapi aku nggak cinta sama kamu! Jadi nggak usah berharap untuk malam pertama, jangan sentuh aku." Syifa terlihat sangat marah, matanya memerah dan sembab.
Riyan menyeringai. "Persetan dengan cinta," katanya.
Riyan mengurungkan niatnya untuk mendekati Syifa. Ia memilih untuk berbalik arah dan tidur di sofa tunggal yang ada di kamar Syifa. Sedangkan Syifa, ia terus menatap Riyan dengan hati tidak tenang. Ia takut Riyan akan berbuat macam-macam padanya.
* * * * *
Give me vote and komen
Hasil kolab saya bersama Nazilah__
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Mas Kurir(Sebagian Part Dihapus)✔️
RomanceCollab @Nazillah #warning 18++ Tersedia di Shopee Ketika tuhan menakdirkan kita bersama