Dua

3.9K 295 7
                                    

Siang menjelang sore adalah saat paling bahagia dalam kegiatan Jingga. Yaitu, berkumpul bersama temannya, Wati juga anaknya. Cuaca yang tak menentu membuat para nelayan mulai bekerja sampingan. Dan saat ini Jingga menemani Wati.

"Jingga, lihat Yadi lucu sekali, bukan?" tanya Wati sambil memangku anaknya.

Jingga tersenyum dan membelai pipi gembul bocah lelaki itu. Terlihat mereka tampak asyik mengobrol di beranda rumah sederhana itu. Menikmati angin sejuk di daerah pantai dan suasana yang tentram dan subur.

Jingga hanya mengedikan bahunya. "Sudah tahu, tak perlu tanya padaku lagi."

"Ish, kamu menyebalkan sekali. Masih menghayal tentang pria impian kamu itu?" Wati melepaskan Yadi untuk bermain sebentar. Dia mendekati Jingga yang termenung sambil bertopang dagu melihat ke arah pantai.

"Kamu menanyakan kelucuan Yadi seolah mengejekku yang belum menikah, huh. Dan pertanyaanmu yang terakhir jawabannya selalu benar," jawab Jingga sambil mendelik kesal.

Wati tertawa lalu menggoda sahabatnya lagi habis-habisan. Suaminya yang sedang bekerja sebentar di desa lain membuatnya tak kesepian lagi karena Jingga selalu menemaminya.

Tiba-tiba mereka baru sadar kalau Yadi menghilang. "Yadi kemana?"

Jingga mengedipkan mata, sejenak melupakan canda tawa mereka tadi. "Oh iya, aduh, inilah resiko punya anak terlalu lincah. Kamu kasih makan dia apa sih, Ti?"

Wati merengut lalu mencubit pipi sahabatnya. "Berisik kamu! Ayo tolong bantu cari anakku sekarang."

Wati dan Jingga pun berteriak bersamaan memanggil Yadi.

..........................

Yadi yang bermain jauh sekarang menangis tersedu karena dimarahi oleh seorang pria. Ya, siapa yang tidak marah jika kesenangannya diganggu. Padahal pria itu sudah tak tahan untuk pergi ke rumah bordil yang terkenal dan terlindungi di pulau ini.

Satu lagi kekaguman muncul karena hal yang tak pernah dia sangka. Rumah bordil yang terlindungi dan berada di lokasi paling strategis di desa Longsari.

"Rasakan ini anak nakal!" sekali lagi pria tampan berkaos biru dan celana setengah tiang  itu menjitak kepala Yadi kuat.

"Hikss, ampun om!" Yadi menangis sendu hingga berjongkok sedangkan pria itu tampak mendominasi berdiri bagai raksasa yang siap menerkam.

Beberapa menit yang lalu, pria yang ternyata bernama Samudra itu sudah tampak rapi dengan kemeja sutra, rambut tersisir rapi juga sepatu bagus. Namun, semua kacau karena seorang anak kecil yang berlari dari arah belakang tepat setelah dia berjalan di sisi pantai. Samudra jatuh ke sisi pantai akibat Yadi menabraknya, alhasil penampilannya menjadi berantakan.

"Ayo, katakan dimana orang tuamu! Biar aku beri nasehat agar bisa menjinakan setan kecil sepertimu," bentak Samudra dengan wajah sangar yang tak pudar. Namun, Yadi hanya terdiam justru semakin menangis.

Sedangkan di tempat lain Wati dan Jingga kebingungan mencari Yadi hingga di pesisir pantai. Beberapa perahu sudah terlihat banyak siap berlayar saat menjelang malam nanti. "Yadi, kamu dimana, nak? Mana bapakmu sedang pergi, akh!" Wati terlihat putus asa.

Jingga memeluk pundak sahabatnya mencoba menenangkan dan berpikir. "Tenang, Ti kita pikiran baik-baik, cari pelan-pelan lagi. Jangan panik," bujuk Jingga lembut.

Tak berapa lama mereka duduk sebentar di kursi seberang deretan perahu. Mengatur nafas, tenang dan berpikir. Setelah itu senyum terbit di bibir keduanya.

Yadi pasti pergi ke tempat nelayan pendatang. Di sana ada penginapan untuk nelayan pendatang jika mereka sedang bekerja agak lama di Desa Longsari ini. Yadi anak yang pandai, lincah, dan rasa ingin tahunya besar. Karena itu dia suka ke sana untuk melihat para pendatang.

..........................

Karena rasa kesal yang sudah diubun-ubun. Samudra sekali lagi melayangkan tangan untuk mencubit Yadi. Tapi, tertahan karena sebuah suara keras tapi terdengar lembut.

"Hei, tuan. Hentikan!" Jingga berlari bersama Wati yang tersenyum haru terlepas dari rasa khawatirnya. Yadi langsung berlari ke dalam dekapan ibunya. Jingga berjalan cepat dengan raut marah karena perbuatan Samudra.

Ekpresi yang Samudra tunjukkan berlawanan. Pria itu terpesona pada kecantikan Jingga. Memang sudah beberapa kali dia berkencan dengan beberapa gadis di desa ini karena kecantikannya. Namun, tak di sangka. Hari ini, tepatnya di tengah musibah kecil dia menemukan permata. Gadis ini berbeda, kecantikannya berbeda. Bahkan di bawah mentari sore yang terik tetap terlihat cantik.

"Tuan!" Bentak Jingga karena geram dengan tanggapan pria itu yang justru terdiam bagai patung menatapnya. "Tadi sok perkasa menyiksa anak kecil sekarang terdiam bagai batu. Minta maaf pada sahabatku!"

Samudra segera kembali pada alam nyata. Dia tersenyum dan bersikap hangat seolah melupakan rasa marahnya tadi. "Baiklah aku akan minta maaf asal aku boleh berkenalan denganmu."

Jingga melongo. Dia akui pria ini tampan walau penampilannya berantakan. Tapi, sikap kasarnya itu yang membuatnya sebal. Sekarang lebih aneh lagi pernyataannya. Demi kesadaran pria itu walau dengan syarat. Jingga mengangguk tetap dalam pandangan datar dan menyelidik.

Wati yang menggendong anaknya di belakang Jingga seolah ingin tahu tentang percakapan mereka. Kedatangan Samudra menghampiri dan meminta maaf pada Yadi dan Wati menjawab rasa penasarannya.

"Tak apa, tuan. Yadi juga agak nakal. Saya akan menasihati dia karena sudah membuat anda repot," ucap Wati ramah sambil memperhatikan penampilan Samudra miris.

Samudra hanya tersenyum lalu mengusap rambut Yadi yang masih segan menatapnya. Anak itu menyembunyikan wajahnya di leher sang ibu. Senakalnya Yadi, dia juga manja dengan ibunya.

Saat Samudra berjalan melewati Jingga. Tatapan pria itu menusuk seolah menunjukkan kepemilikan. Jingga hanya menanggapi dengan gamang. Seandainya pria itu memberikan kesan awal yang bagus. Jingga akan senang hati dekat dengannya.

.............................

Samudra tersenyum sendiri dalam bilik kamarnya. Mulai sekarang dia akan mendapatkan gadis itu. "Sial, aku lupa berkenalan." Samudra tampak mengigit bibir kesal. Tapi dia tak akan menyerah.

Akan ada berbagai cara mendapatkan gadis cantik itu. Ya, akhirnya dia menemukan hiburan yang tak akan membuatnya bosan.

*****

Jangan lupa mampir dan baca juga di akun Kak deviariadne






Menanti SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang