Dua Belas

2.7K 125 9
                                    

Di pagi itu ada kemarahan Samudra dan rasa kebahagian kecil yang muncul dalam hati Jingga. Dua rasa yang datang bersama menjadi sebuah ironi manis tak terasa. Mungkin bisa manis dan pahit.

"Jingga, kamu sahabatku bukan?" tanya Wanti sahabatnya yang sedang membersihkan ikan yang subuh tadi dibawa sang suami. Raut wanita satu anak itu tampak takut. Pasalnya, Jingga tersenyum-senyum sendiri sedari awal.

Mereka sedang di halaman belakang berlatar pohon kelapa dan angin sejuk yang sayup-sayup membelai. Dan yang ditanya tak menjawab, hanya tersenyum semakin lebar. Wanti semakin merinding.

"Jingga!" Wanti langsung merangkul leher sahabatnya itu dari belakang lalu membaca doa untuk mengeluarkan makhluk gaib dari tubuh Jingga. Wanti dengan kuat menjerat bahu Jingga dan khusyuk membaca doa sampai memejamkan mata erat.

"Wanti... Kamu... Akhh!" teriak Jingga kesakitan yang pasti suaranya teredam. Gadis itu terus meronta berusaha melepaskan diri dari jeratan Wanti. Namun, tenaga sahabatnya kuat sekali. Bahkan tubuhnya sudah terguling bersama Wanti.

"Keluar kau Iblis penunggu Pantai Longsari! Kamu sudah lama mati ratusan tahun lalu! Jangan ganggu sahabatku!" Wanti sepertinya tak mendengar teriakan Jingga yang teredam. Wanita itu tetap kekeh melumpuhkan iblis yang dia pikir bersarang di tubuh Jingga.

Akhirnya dengan sekuat tenaga Jingga mampu berteriak karena memukul kepala Wanti dengan tangannya yang masih bebas. "Aku tidak kerasukan, aku jatuh cinta, Wantiiii!!"

Sontak Wanti membuka lebar matanya, melepas jeratannya pada Jingga. Perlahan tawa muncul dari Wanti. Dan raut masam serta nafasnya yang cepat tak beraturan dari Jingga membuat Wanti tak enak.

Jingga sudah pernah dan selalu menyikirkan rasa cinta itu karena mengingat sifat Samudra yang menyebalkan. Namun, rasa itu seperti candu yang selalu menggoda hingga mampu menghancurkan benteng pertahanan hati Jingga. Petuah Ibunya juga tak bisa menjadi penahan cinta yang datang.

Bagi Jingga, Samudra memiliki kebaikan yang dia yakini karena melihat sikap baiknya pada Jingga.

....................

"Pokoknya aku akan menikahinya," ucap Samudra sambil menghisap cerutunya

Gantar si wakil setianya hanya mampu mendesah lelah. Sudah pernah dia beri nasehat. Namun, pria tampan itu tetap angkuh. "Jika tuan mampu menjalaninya dan melewatinya aku tak melarang."

Samudra menghentikan kegiatan menghisap cerutunya. Memandang heran pada Gantar. "Kenapa kamu seperti meledekku?"

"Aku tidak bermaksud begitu, Tuan. Aku hanya tidak ingin menjadi orang yang sok mengatur hidup Tuan. Bukankah aku ini hanya babu?" Gantar tampak bersabar sambil memilah ikan yang sudah disetor para nelayan bayaran Samudra.

Samudra terkekeh. "Kamu memang orang kepercayaanku, Gantar."

Samudra turun dari undakan batu besar di depan pondok menginapnya. Menepuk keras pundak Gantar yang tampak sudah biasa. Tak peduli para nelayan yang melihatnya.

Tujuannya kali ini akan tetap sama, yaitu menaklukkan hati Jingga. Bagi Samudra, ini adalah perasaan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang berbeda karena penuh dengan tantangan.

..................

Jingga mendapat surat yang diantar oleh seorang pemuda. Senyum terukir di bibirnya kala dia tahu pasti pengirimnya adalah Samudra. Bentuk tulisan dan kata-kata indahnya mampu Jingga kenali.

Sore itu dengan angin bertiup mengiringi langkah Jingga menyusuri jalan pulang. Jingga membaca barisan kalimat yang ditulis oleh pria yang berhasil menaklukan hatinya.

Aku percaya benteng hatimu yang keras akan aku runtuhkan. Demi menyematkan perasaan cintaku padamu. Jika cintaku sudah tersemat, percayalah padaku, kita akan melewati jalan terjal dan kebahagiaan.

Jingga tergugah, saat dia mengangkat wajahnya. Terlihat Samudra yang sedang berlari dan bermain layang-layang bersama anak-anak di tepi pantai. Hal itu membuat Jingga semakin terpanah.

Dia pikir Samudra adalah sosok yang menyebalkan saat memperlakukan Yadi dulu. Namun, sekarang yang dia lihat berbeda. Samudra tampak akrab dan ramah pada anak-anak itu.

Samudra melihat ke arah Jingga dan tersenyum. Menggerakan kepalanya sebagai bentuk untuk mengajak bermain bersama. Melihat Jingga yang melongo. Samudra berseru, "Teteh Jingga yang geulies ayo bermain bersama kami!"

Anak-anak itu menoleh ke arah Senja. Dan Samudra membisikan sesuatu pada salah satu dari mereka yang tertawa kencang. Yang menerbangkan layangan paling tinggi akan dapat hadiah dari teteh Jingga.

Jingga terkejut saat semua anak-anak itu menyerbunya seperti gerombolan semut yang menginginkan gula. Tentu saja sore itu menjadi sore paling indah. Bermain bersama anak-anak pantai yang sederhana di temain matahari yang beranjak pulang ke peraduan.

*****

Kolaborasi with author Ardev92






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menanti SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang