Sebelas

1.5K 120 4
                                    

Hallo gaes setelah lama menghilang bak ditelan bumi. Akhirnya aku balik lagi. Sorry yah bukan maksudku buat PHP tapi aku emang sibuk banget dan kehilangan ide buat lanjutin cerita aku. Buat kalian yang masih setia nunggu happy reading yah 😘😘😍😍

*****

Jingga resah akan rasa yang baru saja tumbuh di dadanya. Rasanya pada Samudra, pria tampan itu. Sang nahkoda kapal itu. Rasa di dada Jingga yang bernama cinta nampaknya mulai bersemi.

Dia yang awalnya tidak menyukai Samudra bahkan bisa dikatakan anti dengan pria menjengkelkan yang sayangnya tampan itu. Bagaimana mungkin kini mulai menyukainya.

Entah. Bagaimana virus Samudra merasuk ke dalam hatinya, pikirnya. Apa pun yang ia lakukan pasti teringat pada pria itu. Bayang Samudra menghantuinya.

"Akkgghhh...." Jingga menggerang kesal, gadis cantik itu menggelengkan kepala sambil mengacak-acak rambutnya sendiri hingga menjadi berantakan.

Gadis itu mencoba mengusir sosok Samudra dalam kepalanya. Tak seharusnya ia selalu kepikiran si nahkoda tampan itu yang asal usulnya pun bahkan ia tak mengetahui pastinya.

Jingga teringat perihal semalam. Dimana sang ibunda memarahinya. Melarang dirinya untuk tak dekat dengan si nahkoda kapal itu.

"Sial apa yang terjadi pada diriku?" Jingga bertanya pada dirinya sendiri.

"Jangan bilang aku telah jatuh ke dalam pesona pria menyebalkan yang tidak jelas asal-usulnya itu." Jingga menggerutu. Penampilan gadis itu agak sedikit berantakan, namun itu tak mampu menghilangkan kesan cantik nan alami yang ada pada dirinya.

"Ah.... Kenapa aku menghabiskan waktuku untuk memikirkan pria itu. Lebih baik aku segera membantu Ibu sebelum dia memarahiku lagi," gumam Jingga. Gadis itu bergegas merapikan sedikit penampilannya lalu menghampiri Yati yang saat ini sedang berkutat dengan pekerjaan dapur.

Jingga tersenyum simpul ketika melihat Ibunya yang kini tengah dengan posisi memunggunginya. Tanpa bicara gadis itu memeluk Yati dari belakang. Hal yang paling sering dilakukan Jingga jika bermanja-manja dengan Ibunya.

"Oh.... Anak ini! Suka sekali mengagetkanku!" Protes Yati sambil memukul kecil lengan Jingga. Gadis cantik itu terkikik kecil sebelum melepaskan pelukannya.

Yati mengernyit, mata tuanya dengan teliti memperhatikan ekspresi anak gadis kesayangannya itu. Yati paham betul jika kini Jingga sedang di kandung asmara.

"Jangan jatuh cinta pada pria itu," ucap Yati ketus, Jingga menegang selama beberapa saat sebelum akhirnya ia kembali bisa mengendalikan diri.

"Pria itu? Maksud Ibu siapa?" Tanya Jingga yang memang tak mengerti dengan apa yang dibahas Yati.

"Siapa lagi kalau bukan pria tak tahu adat yang bersamamu kemarin malam!" Ucap Yati dengan nada bicara yang sedikit tinggi.

"Samudra maksud Ibu?" Yati berdecih.

"Entah Samudra, atau siapa pun namanya. Ibu tidak mau tahu, yang Ibu inginkan kamu menjauh darinya. Firasat Ibu mengatakan dia bukan pria baik." Tekan Yati.

"Mengapa Ibu bisa bicara seperti itu? Ibu belum mengenalnya terlalu dalam. Dia seorang pria yang tampan Ibu....." Yati segera memotong ucapan Jingga.

"Jangan terpikat hanya karena ketampanan dan sifat manis seorang pria. Dibalik itu semua ada duri-duri tajam yang siap menusuk dan menghancurkan hatimu. Dengarkan kata Ibu jauhi pria itu. Ini semua juga untuk kebaikanmu," ucap Yati penuh penekanan disetiap kata yang diucapkannya. Seolah ia tak menginginkan Jingga membantah apa yang ia katakan.

*****

Samudra yang dalam keadaan setengah mabuk mencoba untuk tetap bertahan dalam kewarasannya. Pria itu merasa kepalanya pening. Antara pengaruh alkohol dan beban masalah yang dihadapinya.

Surat-surat menyebalkan yang dikirimkan kepada selama belakangan ini. Itu sungguh menganggu. Gadis yang menjadi target permainannya, sulit sekali di dapatkan.

Ibu dari gadis itu, Samudra berpikir ia harus menyingkirkan nya. Tapi rasanya itu terlalu kejam. Wanita miskin itu seharusnya ia beri banyak uang dan perhiasan emas yang banyak agar dengan sukarela membiarkan anak gadisnya yang cantik itu untuk Samudra pacari.

Pikir Samudra, itu ide yang sangat bagus. Dari pada hanya bersikap manis saja lebih baik tutup mulut tua yang cerewet itu dengan harta yang dimiliki.

*****

Kolaborasi with Ardev92





Menanti SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang