Jingga tersentak. Tak habis pikir. Kenapa dia malah terdiam pasrah menerima ciuman Samudra? Bagai kerbau dungu justru mengikuti gerak ciumannya bahkan membalas. Demi harga diri Jingga harus sadar.
Gadis itu mendorong dada bidang Samudra dengan napas terengah karena kehabisan oksigen. Ciuman tadi membuatnya kewalahan. "Anda selalu berusaha melecehkan saya. Sekarang anda sekali lagi melecehkan saya," ucap Jingga dengan nafas memburu dan raut yang memerah karena marah. "Pergi!"
Samudra justru tak takut malah semakin kagum. Desiran angin menerpa mereka. Rambut tebal Samudra ikut berayun bersama rok yang dipakai Jingga. Karena angin yang lumayan kencang, rok yang gadis gunakan sampai ikut terbang. Sekilas menampilkan miliknya yang sangat pribadi.
"Akh, jangan lihat, brengsek!" Jingga mengembungkan pipinya kesal. Dia menunduk berusaha menutup roknya. Samudra menutup mulutnya menahan tawa. Tak tahan dia tertawa juga akhirnya dengan suara membahana. "Hahaha... Kamu suka bunga melati. Tadi aku lihat motif di celana dalammu."
Suara Samudra yang besar membuat sebagian nelayan yang sedang bersiap bekerja menengok pada mereka. Jingga mengepalkan tangan ingin memukul wajah menyebalkan yang sayangnya tampan. Tak tahan dia memilih pergi.
..........................
Namun, malam itu Jingga justru beberapa kali mengusap bibirnya. Tidak lagi menggosok atau mencuci bibirnya seperti terjangkit bakteri. Sekilas senyum terbit dari bibirnya. Kamar itu seolah menjadi taman indah dengan taburan bunga menimpa tubuhnya.
"Jingga."
Tok tok tok
Suara dan ketukan pintu dari ibunya menyadarkan dia dari khayalan indahnya. Suara binatang malam di luar ikut menyadarkannya. Jingga mencebik kesal. Bukan karena ibunya. Namun, pria brengsek yang datang ke khayalnya sempat membuatnya terlena. "Ah, kepalaku jadi pusing. Enak saja dia datang ke mimpiku!"
Suara ketukan terus membahana. Jingga lalu bangkit dari tidurnya dengan enggan. Pasti sang ibu akan menasehatinya atau bercerita tentang kehidupan yang baik dan jahat. Sangat klise dan membosankan.
Dengan raut malas dan suara tak bersahabat gadis itu menghadap sang ayah ibu. "Bu, aku sangat mengantuk. Jika ibu ingin.... "
Sebelum ungkapan palsunya tersampaikan sang ibu dengan penutup kain di kepala menyerahkan surat lagi. Wajah wanita itu tampak serius. "Ibu rasa kamu harus berhati-hati dalam bergaul dengan lelaki. Ini surat dari orang yang sama sepertinya."
Jingga membulatkan matanya. Hilang sudah rasa malas, kantuk dan bosannya. Refleks dia mengambil surat itu. Jingga menggaruk leher menatap sang ibu sungkan. Sikapnya juga terlihat canggung. "I...ya, Bu. Aku akan berhati-hati. Terima kasih dan selamat malam," ucap Jingga sambil tersenyum lalu menutup pintunya. Tidak keras tapi sang ibu tetap tersinggung.
Wanita itu menggelengkan kepala pelan mencoba bersikap sabar. "Ya Tuhan jagalah anak hamba," ucap ibunya disertai desah pendek.
...................................
Pagi menjelang dan Jingga masih tersenyum sendiri membaca surat itu di dekat jendela kamarnya. Tak peduli jika nanti dimarahi sang ibu karena seorang anak perawan bangun siang. Isi surat ini tentu saja gombalan Samudra
Jingga yang seindah namamu...
Aku menyukai warna jingga, tapi bukan itu alasanku menyukaimu. Karena kamu yang membangkitkan rasa cinta yang terkurung disudut hatiku.
Bertemu denganmu adalah pelipur lara dan rasa sepiku di desa Longsari ini.Aku banyak mencari hiburan. Walau begitu tidak ada yang benar-benar membuatku tergugah. Terjebak di pulau ini kupikir adalah malapetaka. Namun, semua terbantahkan saat aku bertemu denganmu.
Jingga mematung, membuka tutup mulutnya. Mengedipkan mata lalu termenung, menatap ke luar melihat laut di ujung matanya beserta matahari yang mulai berani memancarkan sinarnya. Suara ombak sayup-sayup dapat Jingga dengar. Melihat ke bawah tampak sepasang ekor ayam sedang kawin. Lalu sekelebat bayang Samudra dengan senyumnya muncul.
Jingga membulatkan mata indahnya. Pipinya seketika memerah. "Tidak, aku mohon otakku yang durhaka. Jangan kau rasuk wajahnya ke dalam pikiran." Jingga menutup matanya dengan kencang sampai memunculkan kedut di dahinya. "Aku harus ke pasar. Jika aku beraktivitas pasti bayangannya akan lupa."
.........................
Suasana pasar di desa yang berada di dekat pesisir pantai termasuk ramai. Para pembeli dan penjual melakukan tawar menawar, suara mesin, percakapan beberapa orang, teriakan penjualan yang menawar barang dagangan, dan berbagai aktivitas lainnya saling melengkapi bagai paduan yang riuh.
Jingga berjalan sambil beberapa kali mengusap peluh, melewati becek atau berdempetan dengan orang-orang. Tak lama dia mendengar suara pukulan lalu keributan tak jauh di belakangnya.
Orang-orang berduyun pada tempat keributan. "Maling pengecut beraninya mencopet sama perempuan!"
Jingga berbalik dan mendengar suara yang sangat dikenalinya. Rautnya was-was dan terkejut tanpa pikir panjang gadis itu berlari ke arah kerumunan yang hanya beberapa langkah. Para pedagang juga jadi ikut menyaksikan. Merasa tak perlu memikirkan petugas keamanan karena lebih seru melihat hal itu.
"Samudra!" akhirnya nama itu terucap dari bibirnya untuk pertama kali. Dia tahu karena Samudra menulis namanya di dalam surat yang dia kirim. Mulut yang pernah dia sumpah tak akan menyebut namanya justru terucap juga.
Dengan sekuat tenaga Jingga menerobos kerumunan orang-orang. Terlihatlah Samudra dengan raut beringas dan napas naik turun menekan bahu pencuri berpakaian lusuh itu dengan sepatu bagusnya. Penampilan Samudra terlihat berbeda dan mencolok di pasar ini. Celana levis lebar, kemeja biru, dua kancing terbuka, dan rambut agak panjang yang terlihat berantakan.
Mata mereka bertemu. "Dia mau mencopet dompetmu, kekasihku." Samudra tersenyum samar dan Jingga semakin salah tingkah.
Di lain tempat Gantar terlihat cemas dan tak tega. Tapi dia harus lakukan. Pemuda itu membuang harus membuang surat-surat yang sudah terbuka itu. Ya, dia harus menuruti tuannya bukan?"
*****
Tbc.....
Kolaborasi bareng Kak deviariadne
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Samudra
RomanceKetika seorang pria yang sudah mengambil kesucianmu, meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu dia kembali. Jingga gadis polos yang telah dibutakan oleh cinta, meski berat merelakan pria yang dicintainya untuk pergi. Hari-hari berlalu Jingga teta...