💍-5

6K 791 158
                                    

vote dan comment ❣️




"Silahkan masuk."

Gue menatap malas Mas Sicheng yang tengah membukakan pintu rumahnya untuk gue. Rasanya ingin balik ke rumah Papa aja daripada harus tinggal berdua doang sama spesies satu ini. Bikin darah tinggi.

"....."

"Heh," tegurnya. "Kamu nggak mau masuk? Oke, pintunya saya tutup ya."

Mendengar ancaman dari Mas Sicheng, tangan gue spontan menahan gagang pintunya.

"JANGAN DONG, MASA SAYA DISURUH TIDUR DI LUAR??" gerutu gue sebal. Gue melangkah masuk sambil misuh-misuh. Sampai di dalam sana, gue dibuat terpukau oleh pemandangan ruang tamu yang gue liat.

Sontak mulut gue bungkam, sedangkan mata gue berkelana memperhatikan segala perabotan rumah tangga yang benar-benar tertata dengan rapi dan teratur. Desainnya simpel, tapi tetap memancarkan kesan fancy.

"Jangan terlalu kagum begitu, rumah ini biasa-biasa aja kok," kata Mas Sicheng dengan wajah datarnya yang menyebalkan sembari meletakkan koper beserta tetek bengek lainnya di atas karpet area ruang tamu.

Gue cuma mendecih pelan. Dasar, merendah untuk meroket aja.

"Sini, saya anterin kamu keliling rumah biar gak bingung."

Karena tidak ada alasan untuk menolak, gue pun menuruti ajakan dia.










"Ini ruang makan, itu dapur. Oh ya, di sudut situ ada ruang cuci baju. Kalau di bilik sebelah kanan itu ada toilet untuk tamu," Mas Sicheng sibuk menjelaskan ruangan-ruangan di dalam rumah yang cukup luas ini. Gue sampai gak yakin bakal mengingat semuanya dalam satu malam.

"Kalau itu, ruang apa?" tanya gue sambil menunjuk salah satu ruangan.

"Rencananya, ruangan itu bakal dijadikan gudang saja. Untuk sekarang ini, kita biarkan aja kosong seperti itu. Toh, kita baru akan tinggal disini."

Gue bergidik, "Hiii, kalo dibiarin kayak gitu nanti ada penunggunya loh, Mas."

Mas Sicheng melotot dengan kedua lengannya yang dibuat seolah memeluk badannya sendiri, "Jangan ngomong aneh-aneh kamu, Xiumei..."

Melihat reaksinya, mau gak mau gue terkekeh. Ternyata ini cowok penakut juga orangnya.

"Sudahlah, ayo ke lantai atas."

Gue berjalan di sebelah Mas Sicheng dan mengikuti langkahnya menyusuri anak tangga. Sesekali gue ngelirik wajahnya. Mimiknya serius, seperti biasanya.



"Nah, langsung to the point aja ya," dia melipat tangannya di depan dada. "Kamu dan saya akan tidur di kamar yang beda."

Mata gue memicing. Kaget. Tapi ya....nggak perlu heran lagi, bukan?

"Iya," sahut gue seadanya.

"Kamu nggak tersinggung, kan, kalau pisah ranjang dengan saya?" Tanya Mas Sicheng yang kini menatap gue.

"Tentu tidak," gue mendengus.

Yang ada gue malah bersyukur, batin gue dalam hati.

"Hm, baguslah," laki-laki itu mengangguk. "Sekarang saya antar kamu ke kamar, kamu langsung istirahat aja. Barang-barang di koper biar dirapikan besok pagi. Lagipula sudah hampir larut."

"Oke."


👫


Gue menyandarkan punggung di sisi spring bed usai mandi dengan air hangat. Punggung gue rasanya pegal banget. Kalau aja gue ada di rumah Papa, pasti gue minta tolong Kak Kun buat mijitin punggung gue.

my anti-skinship husband ; winwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang