💍-2

7.4K 853 202
                                    

"...dua puluh tiga.."

Gue membulatkan angka 23 yang tertera di kalender bulan Juni—tanggal yang akan ditetapkan sebagai hari pernikahan gue dengan Sicheng.

Hari ini jadwal fitting gaun gue untuk hari H. Semalam Sicheng menelpon, dia bilang kalau jam sepuluh pagi dia bakal menjemput gue. Gue melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan.

Hm, lima belas menit lagi.



"Jadi aku beneran bakal pergi berdua Sicheng doang?" Tanya gue pada Kak Kun yang lagi memakai dasinya, bersiap-siap untuk berangkat kerja.

"Iyaa," jawab Kak Kun. "Btw manggilnya jangan 'Sicheng' gitu dong. Mas Sicheng, kek. Dia kan setahun lebih muda dari gue."

Gue merotasikan mata, "Hhh iya iya. Mas Sicheng."

"Awas ya kalo lo baper sama dia," Kak Kun mengejek. "Udah nangis-nangis gak mau kawin, ujungnya malah jatuh cinta beneran."

"Mana ada!" tukas gue sebal.

Entah kenapa, gue jadi bete. Iya sih, Mas Sicheng emang seganteng itu sampai berhasil bikin gue kaget setengah mati. Tapi, kan, gue belum tau karakter aslinya seperti apa. Gue nggak mungkin jatuh hati sama seseorang cuma berdasarkan tampangnya aja.

"Hahaha, becanda kok," Kak Kun mengacak rambut gue. Padahal udah gue sisir rapi. "Bagaimanapun, gue doain kalian hidup bahagia. Gue berangkat ya."

"Iyaa. hati-hati, kak!"




Beberapa menit setelah Kak Kun berangkat kerja, gue mendengar suara klakson mobil dari arah luar. Mobil Mas Sicheng.


👫


"Silahkan masuk."

Demi apapun, gue merasa seperti tuan putri yang terhormat begitu Mas Sicheng membukakan pintu mobilnya untuk gue. Sebelumnya gue belum pernah diperlakukan kayak gini. Maklum hehe. Soalnya selama ini cuma diboncengin motor sama mantan pacar.

"Terima kasih," kata gue.

Gila, jadi gini ya rasanya naek Aston Martin, batin gue kagum sambil diam-diam memperhatikan interior mobil seharga belasan miliar ini. Wangi pengharum mobilnya segar pula.

Mas Sicheng kembali masuk ke dalam mobil. Sepanjang jalan dia nggak banyak bicara, cuma fokus sama stir dan jalanan.

"Udah sarapan?" Tanyanya memecah keheningan. Gue senyum kecut, yakin kalau pertanyaannya hanya sekadar basa-basi.

"Udah kok, Mas. Mas Sicheng sendiri?" Gue balik bertanya. Mas Sicheng langsung menengok ke gue dengan tatapan yang sulit untuk dimengerti.

"Mas?"

"Eh," gue jadi gugup. "H-habisnya saya bingung mau panggil apa."

Kedua sudut bibir Mas Sicheng terangkat ke atas sedikit. "Ya sudah, tidak jadi masalah kok. Saya juga sudah sarapan."

"Oh, hehe. Oke."

Setelah itu, kami saling diam lagi. Gue betul-betul gak tau mau membahas apa lagi. Mimik wajah Mas Sicheng terlihat serius, gue jadi deg-degan.

my anti-skinship husband ; winwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang