Happiness | 2Park

558 34 11
                                    

Sequel of Lucky

"Ish! Woojin mana sih?!"

Jihoon menghentakkan kakinya selagi mata cantiknya menatap jam di pergelangan tangannya untuk yang ke sekian kalinya. Gerutuan senantiasa mengalun keluar dari bibir ranumnya.

Sudah sekitar satu jam Jihoon berdiri di depan gedung rektorat, menunggu Woojin. Bahkan langit sudah mulai menjingga sekarang, tapi Woojin tak kunjung datang menjemputnya. Padahal pria bergingsul menawan itu sudah berjanji untuk menjemput Jihoon di depan rektorat setelah Jihoon selesai dengan persiapan pendaftaran wisudanya.

Setelah berbulan-bulan menjadi pejuang skripsi, akhirnya tiba juga waktu kelulusan bagi Jihoon dan Woojin. Sayangnya, karena Jihoon jatuh sakit jadi ia sedikit terlambat mengurusi keperluan wisudanya dibanding Woojin, jadi lah sekarang ia hanya sendiri bolak-balik gedung fakultasnya dan gedung rektorat kampusnya.

Tak lama setelahnya, suara deru knalpot terdengar hingga sebuah motor gede berhenti tepat di depan Jihoon yang sudah memasang wajah merengutnya. Woojin yang mengendarai motor itu menaikkan kaca helmnya sebelum menoleh ke arah Jihoon.

"Maaf ya, aku habis dari rumah Jaehwan hyung." Sesal Woojin.

Jihoon menghembuskan nafasnya kasar seraya merotasikan bola matanya malas. Ia melangkah mendekat ke samping motor Woojin, lalu sedikit menundukkan kepalanya.

"Ke rumah Jaehwan hyung terus! Memangnya apa yang kau lakukan di sana? Kau tidak tau sudah berapa sering aku mengirimimu pesan minta dijemput?!"

Jihoon mengeluarkan omelannya selagi Woojin memasangkan helm berwarna pink di kepalanya. Mengambil alih tas ransel Jihoon kemudian memakainya dengan cara di letakkan di depan badannya. Sembari bersabar mendengar omelan Jihoon, Woojin membantu Jihoon untuk naik ke atas motornya.

"Sudah marahnya, hm?" Tanya Woojin lembut sembari melirik Jihoon melalui kaca spion, untuk itu Jihoon kembali mendengus sebal tapi tetap bungkam, menunjukkan bahwa ia masih kesal dengan Woojin. "Sudah ya, nanti dilanjut di rumah. Sekarang pegangan dulu."

Dengan lembut Woojin menuntun tangan Jihoon untuk melingkari pinggangnya sebelum melajukan motornya meninggalkan area kampus.

***

Jihoon tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia menggiring Woojin pulang ke rumah pria bergingsul tersebut. Yah, lagipula rumah mereka bersebelahan. Dan ekhem semenjak mereka mengupgrade hubungan persahabatan mereka Jihoon memang sering sekali ke rumah Woojin. Karena sudah terbiasa jadi orang tua dan kakak Jihoon tidak pernah khawatir lagi, meskipun sesekali mereka akan menegur Jihoon untuk tidak terlalu merepotkan keluarga Woojin.

Si manis langsung merebahkan tubuhnya di ranjang besar Woojin. Memeluk boneka pinknya lalu berguling kesana kemari. Melihat hal itu Woojin hanya bisa memutarkan matanya malas.

Tadi marah-marah, sekarang guling-guling tidak jelas.

Woojin duduk di lantai, di sebelah kasurnya, tepat di depan kaki Jihoon yang menjuntai ke bawah. Pria itu dengan sabar melepaskan kaos kaki yang masih melekat di kaki Jihoon, dan meletakkan kaos kaki itu di pinggir kaki ranjang.

"Park Jihoon, aku mencintaimu. Maafkan aku untuk itu. Aku berjanji bahwa tidak akan ada yang berubah dari hubungan kita setelah ini."

Wajah Woojin memerah seketika setelah mendengar suara yang keluar dari boneka yang dipencet Jihoon. Memalukan sekali mendengar pengakuannya sendiri meskipun dari situ lah akhirnya ia mendapat kesempatan untuk menjalin hubungan lebih serius dengan Jihoon.

All About Jihoonie's oneshoot | All-winkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang