Clarity | WinkDeep

6.4K 192 3
                                    

"If our love is tragedy, why are you my remedy. If our love is insanity, why are you my clarity."

***

Sudah sekitar setengah jam yang lalu Jinyoung duduk di kursi bercat tosca itu sembari tangannya menari dibibir cangkir americano-nya. Lelaki manis bersurai madu didepannya memandang Jinyoung dengan bingung sambil terus mengisap bubble tea rasa taro keduanya, terbesit rasa was-was dalam dirinya saat melihat Jinyoung perlahan meneguk americano-nya. Seingat lelaki berwajah seperti boneka bernama Jihoon itu Jinyoungnya tidak pernah suka americano, dan ia hanya akan meminum minuman itu hanya jika ia sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Jinyoungie, ad-"

"Jihoon hyung.."

Rasa was-was dihati Jihoon semakin menjadi saat tiba-tiba saja Jinyoungnya memotong perkataannya, terlebih saat kata-kata yang keluar dari mulut Jinyoung bukanlah panggilan sayangnya untuk Jihoon seperti biasa.

"N-ne? Ada apa, Jinyoungie ?" tanya Jihoon sedikit bergetar.

Jinyoung menghela nafas nyaring lalu meneguk habis americano-nya, mulai menatap jauh kedalam manik cantik Jihoon yang selalu berair membuatnya terlihat seakan berbinar.

"Kita akhiri saja semuanya,"

Jihoon tercekat, bola-bola tapioka dalam mulutnya menggantung dipangkal tenggorokannya –tak mampu menelannya. Dalam hitungan sepersekian detik air mata telah mendominasi pelupuk mata Jihoon memaksa untuk dikeluarkan.

"A-apa mak-maksudmu?" tanya Jihoon terbata, mencegah isakan mengambil alih suaranya.

Lagi, Jinyoung menghela nafasnya dengan berat dan menyandarkan punggungnya yang serasa menanggung beban berat pada sandaran kursi.

"Ini semua salah, hyung, kita, aku dan kau, semuanya adalah sebuah kesalahan. Mungkin aku akan mulai membalas pesan Sohye atau mengajak Jieqiong keperayaan natal dikampus setelah ini." ujar Jinyoung tanpa memandang kearah Jihoon yang seakan membeku ditempatnya. "Kuharap kau juga mulai berpikir untuk kembali kejalan yang lurus, hyung. Terima kasih atas semuanya."

Dan dengan 2 kalimat terakhir dari Jinyoung, lelaki berwajah kecil itu bangkit dari duduknya, mengakhiri percakapan singkat mereka, meninggalkan cafe itu tanpa sedikitpun menoleh pada Jihoon yang kehilangan gravitasinya. Dan beberapa saat setelah tubuh Jinyoung menghilang dibalik pintu masuk tubuh mungilnya luruh jatuh kelantai bersamaan dengan kesadarannya yang mengudara.

***

Dengan tergesa Jinyoung memasuki kamarnya, menutup pintunya sedikit keras –hampir serupa membantingnya—, dan menghempaskan tubuhnya kekasurnya yang hangat masih dengan sepatu di kakinya dan jaket kulit yang memeluk tubuhnya. Matanya menatap lurus kearah langit-langit kamarnya, membiarkan sepasang mata sayunya tetap terbuka meski sudah memerah. Tentu saja, karena setiap kali ia mengedipkan matanya bayangan wajah Jihoon yang menahan air matanya sesaat yang lalu akan melintas dikepalanya. Dan itu membuat pertahanan Jinyoung berulang kali hampir runtuh.

"Tidak ada yang perlu kau sesali, Bae Jinyoung, semuanya sudah benar. Ya, beginilah yang seharusnya." bisik Jinyoung pada dirinya sendiri.

Jinyoung menyeka wajahnya kasar seiring geraman yang keluar dari belahan bibirnya. Meski ini keinginannya sendiri dan ia sudah menguatkan dirinya, tetap saja berpisah dari Jihoon, orang yang dicintainya membuat seluruh organ tubuhnya terasa diremas dengan kuat. Begitu menyakitkan hingga berkali-kali ia limbung dan hendak berlari menemui Jihoon, menghambur kedalam pelukan kelinci kecilnya yang hangat dan membisikkan seribu kata cinta.

"Aku mencintainya, karena itu pilihan untuk mengakhiri hubungan abnormal ini adalah yang terbaik. Aku tidak boleh egois dengan menariknya kedalam kubangan dosa bersamaku seumur hidup." lirih Jinyoung lagi.

Ia sudah memikirkannya sejak tempo hari Jieqiong mendatanginya, menceramahinya dengan derai air mata, mengatakan bahwa semuanya salah. Dan ya, ia mengakuinya bahwa semuanya salah. Karena itu berpisah adalah pilihan satu-satunya untuk membenarkan semuanya.

***

Sudah 15 hari sejak Jinyoung memutuskannya di caffe tempat biasa mereka menghabiskan waktu makan siang dan Jihoon masih tampak seperti mayat hidup. Rambut madunya terlihat kusam dan berantakan, nampak sekali terlihat kalau dia tidak menyisirnya. Kulitnya memucat karena terlalu lama tidak terkena sinar matahari –jelas saja, Jihoon mengurung dirinya didalam kamar sejak kejadian 15 hari yg lalu.

Hari ini adalah hari pertama Jihoon kembali mengikuti pelajaran setelah 15 hari ia absen. Dengan pakaian yang sangat tidak serasi dan penampilannya yang urakan Jihoon melangkah menyusuri koridor universitasnya tanpa seyum yang biasa menghiasi wajah porselinnya. Mata cantiknya nampak tidak fokus hingga tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang baru keluar dari sebuah ruangan disisi kirinya.

Bruk!

All About Jihoonie's oneshoot | All-winkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang