Blue Eyes Boy | PanWink

681 51 4
                                    


"Perbedaan ada bukan untuk memberikan jarak pada cinta, tapi cinta ada untuk menyatukan perbedaan."

***

Guanlin menghentikan langkahnya didepan sebuah kastil tua berwarna kelabu setelah menyusuri hutan aokigahara. Sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman mengingat apa yang akan ia temui setelah memasuki kastil itu. Ia memasuki kastil tua itu tanpa rasa takut sedikitpun, terus menyusuri lorong panjang didepannya sampai ia berhenti disebuah ruangan penuh buku. Senyum diwajahnya makin merekah saat retinanya menangkap sosok yang menjadi alasannya mendatangi kastil tua itu tengah berdiri didepan perapian sambil membaca buku.

"Jihoon.." seru Guanlin mendekati sosok itu.

Jihoon menghentikan aktivitas membacanya saat suara Guanlin menyapa indera pendengarannya. Ia memutar bola matanya malas tanpa ada niat sedikitpun untuk berbalik menghadap Guanlin yang berdiri begitu dekat dibelakangnya.

Jemari Guanlin terangkat menyentuh surai blonde Jihoon, memainkan helaian rambut Jihoon sambil sesekali menyesap aromanya.

"Aku merindukanmu," bisik Guanlin tepat ditelinga Jihoon, "Berbaliklah, aku ingin melihat mata indahmu."

Seakan tidak mendengar, Jihoon masih saja membelakangi Guanlin, menahan dirinya untuk tidak membalas setiap sentuhan yang Guanlin berikan padanya. Cukup lama Guanlin menunggu, tapi Jihoon tak kunjung berbalik, akhirnya ia memutar tubuh mungil Jihoon untuk menghadapnya.

Guanlin menyibakkan poni Jihoon yang menutupi sebagian wajahnya. Raut kecewa terlukis diwajah Guanlin menyadari Jihoonnya terus menunduk tak mau menatapnya. Diraihnya dagu Jihoon, memaksa Jihoon untuk balas menatapnya.

"Hentikan, Lai Guanlin. Kita.. berbeda.." ucap Jihoon menatap sendu Guanlin.

Ya, mereka berbeda, sangat jauh berbeda. Guanlin adalah seorang remaja normal yang meneruskan study-nya di Jepang melalui beasiswa, tidur, makan, bermain game, menghabiskan waktu dengan teman-temannya sudah menjadi rutinitas Guanlin. Berbeda dengan Jihoon. Rambut blonde-nya yang tidak bisa berubah warna meski sudah diwarnai, kulit pucatnya yang selalu dingin seperti salju, nafasnya yang terdengar begitu tenang dan pelan, dan jangan lupakan iris birunya yang menyala terang, Jihoon jelas berbeda dengan Guanlin, ia bukanlah.. manusia.

Sudah sejak lama sekali keberadaan makhluk sebangsa Jihoon ditiadakan, bukan tidak ada, hanya saja eksistensinya ditelan oleh alam. Jihoon adalah makhluk yang dihapuskan dari rantai makanan. Ia bukan vampire ataupun werewolf. Jihoon hanyalah sesosok makhluk hidup tanpa jantung, hanya memiliki paru-paru untuk bernafas dan lambung untuk menampung makanan. Bertahan hidup dengan memakan hewan liar di hutan. Dapat terluka tapi tidak bisa mengeluarkan darah. Bangsanya adalah minoritas yang tunduk akan hukum alam. Baginya lebih baik tidak ada yang tau tentang keberadaannya daripada ia harus repot-repot membuat orang mengerti tentang makhluk apa dirinya.

Jihoon mendesah tertahan saat jemari nakal Guanlin mengusap punggungnya. Ada sensasi aneh yang Jihoon rasakan setiap kulit hangat Guanlin bersentuhan dengan kulit dinginya, seperti ada sengatan listrik kecil yang menyengatnya. Guanlin semakin berani dengan mulai mengecup leher jenjang Jihoon, di tiupnya belakang telinga Jihoon berusaha memancing desahan kembali mengalun dari bibir tipis Jihoon.

"Stop it!" seru Jihoon setengah berteriak setelah sadar dengan apa yang telah ia lakukan. Jihoon mendorong tubuh Guanlin menjauh, "Pergilah, sebentar lagi Daniel datang, aku tidak ingin ada keributan seperti beberapa hari yang lalu."

Guanlin menghela nafas panjang sebelum mengangguk. Ia coba meraih Jihoon sekali lagi, tapi Jihoon menghindar membuat senyum kecut terukir diwajah tampannya. Sekali lagi ia mendekati Jihoon dan berhasil, Jihoon tidak cukup cepat untuk menghindarinya kali ini. Ditatapnya iris biru Jihoon sebentar, kembali jatuh kedalamnya untuk yang kesekian kalinya, huuft.. hanya Jihoon yang mampu membuat Guanlin jatuh cinta berulang kali.

"Sampai jumpa besok." Ujar Guanlin setelah mengecup kilat kedua kelopak mata Jihoon.

Jihoon menatap sendu punggung Guanlin yang kian menjauh dan akhirnya menghilang dibalik tembok. Sebutir mutiara hitam jatuh membentur lantai dari kelopak mata Jihoon.

"Kenapa kau tidak mau mengerti.. kita berbeda." Lirih Jihoon seiring berjatuhannya mutiara hitam dari kedua matanya.

***

Hari ini Guanlin sedikit lebih sore mendatangi kastil dimana Jihoon dan Daniel –makhluk seperti Jihoon yang selalu menjaga Jihoon—tinggal karena harus menyelesaikan dulu tugas kelompok bersama sahabatnya Jinyoung. Ia berlarian kecil memasuki kastil itu menuju ruang membaca, tempat dimana biasanya Jihoon menghabiskan waktunya seharian sambil menunggu Daniel.

"Ji-hoon.." seru Guanlin tertahan saat mendapati bukan Jihoon yang berdiri didepan perapian, melainkan Daniel.

Guanlin menelan salivanya yang terasa begitu kental saat Daniel berbalik menatap tajam mata besar Guanlin dengan iris birunya yang selalu mengeluarkan aura membunuh. Guanlin selalu membenci saat-saat seperti ini, saat dimana ia harus berhadapan dengan Daniel yang selalu sukses membuatnya ingin menangis seperti bayi kelaparan.

Ada sedikit noda darah di kemeja putih yang Daniel kenakan, membuat Guanlin sungguh-sungguh ingin lari dari tempat ini sekarang juga. Daniel berjalan mendekati Guanlin yang mematung ditempatnya.

"Jihoon pergi, ia tidak disini. Pulanglah, karena ia tidak akan pernah mau kau menemuinya lagi." Tutur Daniel tenang.

Daniel melanjutkan langkahnya melewati Guanlin yang masih setia di tempat.

"Ia, Jihoon dimana? Kemana ia pergi?" tanya Guanlin menghentikan langkah Daniel.

Daniel menyeringai meremehkan, "Bocah sepertimu susah untuk mengerti ya.." sahut Daniel dan melanjutkan langkahnya.

***

London

Jihoon berjalan pelan menuju tempat tinggal barunya. Pikirannya teramat kacau saat ini, ada banyak hal yang mengitari pikirannya sejak seminggu yang lalu saat ia pindah ke London, hingga ia tidak menyadari ada orang yang mengikutinya sejak tadi. Orang itu... Guanlin.

Langkah Jihoon terhenti beberapa meter dari rumahnya. Ia merutuki dirinya yang baru menyadari akan keberadaan Guanlin yang sejak tadi mengikutinya. Satu lagi pertanyaan baru dipikirannya, kenapa Guanlin ada disini?

"Berhenti mengikutiku, Lai Guanlin!" tukas Jihoon tanpa berbalik, ia dapat mengenali pria jangkung itu dari aromanya yang maskulin.

Tidak ada sahutan, keduanya masih bertahan di posisi masing-masing.

"Aku mencintaimu, Jihoon."

Tidak, jangan kata itu!

END

karena aku ngerasa yang sebelumnya itu gagal banget jadi aku bikin ini, gatau deh ngefeel apa enggak:( maafin...

© Lady F
2019-02-05

All About Jihoonie's oneshoot | All-winkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang