"Zeline!" seru seseorang mengagetkanku. Seketika, twistkoku yang dalam bungkusan kecil terjatuh dan tumpah.
"Oh my! Aleeya! Makananku jatuh!" balasku. Aleeya hanya cengengesan. Aku pun berdecak kesal. "Maaf, lah," kata Aleeya sambil memasang tampang memelas. Aku hanya mengangguk dan membereskan makananku yang terjatuh. Setelah itu, aku melihat ke arah jendela mobil yang menunjukkan suasana sepi dan mencekam akibat darah yang berceceran di jalanan. Saat ini, kami baru sampai di tempat pengisian bensin, tentunya dengan kawanan zombie yang sedang berkumpul di salah satu tempat pengisiannya.
"Zeline, tadi sebelum kita sampai di sini, kau nampak ambulans yang di dekat pohon, enggak?" tanya Aleeya dengan nada berbisik. Aku menoleh ke arahnya, pertanda tidak mengerti. "Maksudnya?" tanyaku balik. Aleeya menghela napasnya pelan.
"Kan, sebelum kita sampai, kita lewati putaran yang dekat bandara, kan? Nah, sebelum kita lewati bandara, kau nampak ambulans dekat pohon, enggak?" tanya Aleeya. Aku mencoba mengingat, kemudian mengangkat bahuku. "Entalah, memangnya kenapa?" tanyaku lagi.
"Tadi, aku liat ambulans yang di dekat pohon itu, sepertinya itu ambulans sekolah. Terus, sebelumnya, aku liat ada mayat tapi kepalanya enggak ada, kayaknya itu mayat Marie, deh," ujar Aleeya lagi. Aku mengerutkan kedua alisku.
"Kok kamu bisa berpendapat seperti itu?" tanyaku. "Aku perhatiin kakinya. Kan, kakinya Marie ada bekas cakaran kucingnya, Pita," jawab Aleeya. Aku hanya mengangguk, setelah itu aku kembali memperhatikan keadaan luar.
"Sukita!" pekikku sambil menunjuk salah satu zombie perempuan. "Mana?!" tanya Aleeya. Aku pun menunjuk ke arah zombie itu lagi. "Iya, sumpah! Mirip banget sama Sukita!" timpal Aleeya.
"Yang di belakang itu ngomongin apa?!" tanya Vian dari depan. "Kami ngomongin zombie yang mirip sama Sukita," jawabku acuh tak acuh.
"Sukita itu nama aslinya, ya?" tanya Via. "Enggak, itu nama Jepang yang kami buat main-main aja," jawab Aleeya. "Nama Jepang?" tanya Alvan sambil menoleh ke arah kami berdua. "Maksudnya?" lanjutnya lagi.
"Jadi, Bu Sukita itu suka anime Naruto. Terus, dia mau punya nama Jepang. Yaudah, kami buatin, deh," jelasku. "Emang nama aslinya siapa?" tanya Ozzy. "Nama aslinya Suryati Nikita," jelasku.
"Kok dia mau 'Sukita'? Emang artinya 'Sukita' apa?" tanya Alvan lagi. "Kalau dalam unsur Jepang, kami enggak tau. Tapi, sebenarnya kami buat nama 'Sukita', atas unsur 'Suka-suka Kita'," jawab Aleeya.
"Dasar murid durjana," sahut Kevin sambil menguap. "Terus kenapa? Sibuk?" tanyaku ke Kevin. "Kalian udah punya adik kelas, kok masih kayak gitu?" lanjut Kevin dengan matanya yang merah akibat mengantuk.
"Idih, enggak sadar diri," cibir Aleeya. Kevin menoleh ke arahnya dan bersiap mengeluarkan semburan kata-katanya, tapi aku segera memotongnya.
"Daripada berdebat, lebih baik kita cari tahu bagaimana caranya mengusir zombie-zombie itu supaya kita bisa melanjutkan perjalanan daripada...." aku sengaja memberi jeda bicaraku dan menutup mataku, kemudian aku membuka mataku.
"DARIPADA BERDIAM DIRI DI SINI DENGAN MOBIL YANG SUDAH BAU KERINGAT?!?!" seruku dengan lantang. Seketika, Via membungkam mulutku.
"Jangan kuat-kuat! Nanti, ada zombie yang dengar, bagaimana?!" tegur Via. Aku hanya melepaskan tangannya dan cengengesan.
"Kamu mau tau caranya?" tanya Stefan ke aku. Aku hanya balas menatapnya. "Emangnya kau tau bagaimana caranya?" tanya balik Vian lewat kaca spion tengah. Stefan menunjukkan senyum jahilnya. "Caranya cukup gampang," jawabnya dengan santai. "Tapi, cukup merugikan buat yang melakukannya," lanjutnya lagi, kali ini dengan nada yang menyebalkan. Kami hanya menunggunya dengan sabar, kecuali aku dengan sikap acuh tak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Virus Z
Mystery / ThrillerMereka berlarian. Dengan baju yang berlumuran darah sudah terkoyak-koyak, celana robek yang tidak beraturan, kaki yang entah beralas atau tidak, mereka terus berlarian dengan teriakan yang keluar dari mulut mereka. Momen itu.. adalah momen yang pali...