Bagian 13

63 8 1
                                    

"Hoaaam..." Alvan dengan sigap menutup mulutnya Kevin yang menguap hebat. Tentu saja Alvan akan melakukan itu. Kalau saja aku yang berada di posisinya, aku akan melakukan hal serupa.

Bayangkan saja, kita sedang di tengah kerumunan zombie yang ganas (tentu saja para zombie itu todak mengetahui posisi kami) dan ada yang menguap hebat bagaikan kuda nil, belum lagi dia menguap dengan mengeluarkan suara yang super menyebalkan. Huh!

"Hei! Apa yang kau lakukan?! Kau menutup mulutku dengan sembarangan?!" seru Kevin sambil menyingkirkan telapak tangannya Alvan. Alvan hanya menyengir kecil tanpa merasa bersalah.

"Hei, kalau aku di posisi Alvan, aku akan melakukan hal yang sama," sahut Vian yang menatapnya lewat kaca spion tengah.

"Hey, bisakah kau bayangkan? Kita sudah berada di depan Batamindo sejak tiga jam yang lalu dan kita tidak melakukan apapun disini kecuali mengemil ini-itu dan mendengarkan lagu-lagu payah dari belakang?!" seru Kevin sambil menunjuk aku dan Aleeya yang sedang mendengarkan lagu Spring Day BTS.

"Wuow, Kevin, aku tidak bisa membayangkannya karena aku memang sedang melakukannya. Lagipula, Stefan, bisakah kau melarang adikmu dan temannya untuk berhenti mendengarkan lagu? Bisa jadi ponsel itu akan bermanfaat suatu saat nanti," kata Ziyad dengan santai.

Stefan pun menoleh ke belakang. "Hey, berhentilah mendengarkan lagu! Memangnya kalian ngerti apa makna dari lagu itu?" tanya Stefan. Kami berdua hanya menggeleng.

"Ya sudah, matikan ponsel itu sekarang!" ucapnya lagi. "Aku masih terbayang lagu terakhir yang mereka dengar," kata Alvan.

"Hey, tapi apa kalian tau? Bu Sukita adalah Once sejati lho! Di playlist-nya, banyak sekali lagu Twice yang dia dengar!" seru Aleeya dengan semangat.

"Sayang, kalau kau bicara hati-hati, ya. Lihatlah Kevin! Tangannya sudah panas untuk memukulmu!" kata Ziyad ke Aleeya. Aleeya hanya melirik sekilas ke Kevin yang memang sudah panas dari tadi.

"Jadi, kapan kita turun dari mobil ini?" tanyaku untuk mencairkan suasana.

"Makanya, dengarin kakak kelasmu bicara, jangan dengerin lagu terus!" sahut Kevin sambil menutup kedua matanya dengan kacamata tidur.

"Hey, santai dong. Kita juga enggak buru-buru kok," kata Alvan. Dia pun berbalik badan untuk menjelaskan rencananya.

"Jadi, nanti kita akan keluar ketika sudah agak gelap..." perkataan Alvan dipotong sama Aleeya. "Berarti kita masuknya malam? Kenapa harus malam? Kan gelap, jadi kita tidak bisa lihat apa-apa dong?" potong Aleeya.

"Makanya, dengerin dulu," jawab Alvan dengan sabar. "Seperti kata Zeline, zombie-zombie ini tidak bisa melihat dalam gelap, jadi kita keluarnya malam. Nanti kita jalannya sejajaran supaya biar enggak kepisah," jelasnya lagi.

"Kalau ada yang enggak ikut, boleh enggak?" tanya Olive. Alvan menoleh ke arahnya.

"Emang siapa aja yang enggak mau ikut?" tanya Alvan. Kami berempat (perempuan) sontak mengangkat tangan.

"Hey, enggak bisa semuanya dong! Kita yang para cowok enggak tau dimana letak Telephone Box!" seru Vian dari kaca spion tengah.

"Emangnya diantara kalian enggak ada warga Muka Kuning?" tanya Aleeya. Sontak, mereka menggeleng.

"Haaaah?! Seriusan?!" kali ini aku yang histeris. Ya, walaupun aku juga bukan warga Muka Kuning, tapi aku cukup sering jalan-jalan ke Panbil sama Aleeya, tentu saja dengan teman-teman yang lain. Jadi, aku lumayan hafal daerah sekitar ini, begitu juga Batamindo.

"Kak Via, Kak Olive, kalian warga Muka Kuning, kan?" tanya Aleeya. Kedua orang itu hanya menggeleng.

"Kak Kevin, warga daerah mana?" tanya Aleeya. "Warga Batam," jawabnya dengan santai. Ziyad dan Vian tampak menahan tawa.

"Maksudnya, Kak Kevin tinggal di mana?" tanya Aleeya dengan nada menekankan. "Aku tinggal di belakang Top 100 Tembesi sana. Tapi semenjak SMP, aku enggak pernah keluar lagi," jelasnya.

"Berarti, Kak Kevin masih ingat kan di mana letak Telephone Box nya?" kali ini aku yang bertanya. "Aku enggak pernah ke Batamindo," jawabnya lagi.

Aku pun menghela napas. Begitu juga Aleeya. Akhirnya, kami pun setuju untuk ikut masuk ke dalam Batamindo.

"Aku enggak ikut!" sahut Kevin. "Apa?! Enggak bisa begitu! Semua cowok harus ikut!" sela Aleeya tidak terima.

"Terus, yang jagain Olive sama Via siapa? Kalo semua cowok ikut, mereka yang akan jadi korban. Lagipula, yang kutakutkan bukan cuma zombie-zombie ini, tapi bisa jadi ada manusia satu atau dua orang yang masih hidup," jelas Kevin. Aleeya terdiam mendengar penjelasannya.

"Dan, aku juga sering dengar, wilayah Muka Kuning ini sering terjadi pembegalan. Takutnya, nanti malah satu-dua pelakunya masih hidup dan datang menghadang mereka," lanjutnya lagi sambil menutup matanya dengan kacamata tidur.

"Kau ini punya niat atau enggak untuk menjaga kita?" tanya Via. "Niat kok. Aku dan Ozzy akan menjaga kalian berdua," jawab Kevin asal. Ozzy hanya menghela napas.

"Ya sudah. Berarti nanti kalian berempat tinggal di mobil dan sisanya kita akan masuk ke dalam," jelas Alvan. Kami pun hanya mengangguk.

"Aaaah, aku jadi ingin dengar lagu. Hey, Aleeya, apa kau tahu satu lagu yang enak untuk didengar?" tanya Ziyad sambil menyandarkan punggungnya.

Aleeya nampak berpikir kemudian dia mengambil ponsel dan nengutak-atik ponsel itu. Tiba-tiba terdengar suara merdu dari lagu itu. Aku pun langsung menutup mata karena aku mengenali siapa penyanyi tersebut.

Jung Seung Hwan dengan lagunya yang sungguh menyentuh berjudul If It Is You itu mulai menari-nari di dalam mobil.

Aku yang sedang menikmati alunan lagu itu pun menyenderkan kepalaku ke samping dan tanpa sadar bibirku membentuk sebuah senyuman. Dan di saat itu, Stefan tiba-tiba berbalik ke arahku dan mata kita saling bertatapan. Aku hanya tertegun dengan tatapan mata Stefan. Bagaimana tidak? Matanya menunjukkan kesedihan yang begitu dalam. Tiba-tiba, Stefan tersenyum dan seketika itu pula air mataku turun.

Aku langsung mengalihkan pandangan dan menghapus air mataku yang turun itu. Begitu juga Stefan yang langsung membenarkan posisi badannya. "Ah, ada apa denganku?" pikirku begitu.

*****

The Virus ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang