"Halo..?"
"Halo?! Siapapun yang disana?! Cepat tolong kami?! Kumohon! Keadaan di sini betul-betul gila!" teriak seseorang yang di seberang sana. Pak Johan hanya melongo tidak mengerti. Dia menoleh ke arah Pak Yoga, meminta untuk menggantikannya berbicara.
Pak Yoga pun meraih gagang telepon yang sedang di pegang dengan Pak Johan. "Halo? Ada apa..?" tanya Pak Yoga. Suaranya terdengar untuk menenangkan orang yang berada di seberang sana.
"Pak?! Bisakah kau mendengarkanku?! Saya sekarang posisinya sedang berada di Bandara Hang Nadim! Saya bersama kekasih saya sedang terjebak di salah ruangan yang kami pun tidak tau!" jawab orang itu dengan napas yang tergesa-gesa. "Sepertinya, dia seorang wanita," pikir Pak Yoga.
"Sepertinya, aku tahu di mana posisi kalian. Apakah di ruangan kalian saat ini ada lukisan bunga mawar hitam-putih?" tanya Pak Yoga.
"Iya! Ada lukisannya! Cepat tolong kami! Kekasihku tidak cukup kuat menahan pintu itu!" teriak wanita itu.
"Iya, baik. Kami akan menolong kalian. Tolong tunggu sebentar. Karena jarak antara kalian dengan kami itu cukup jauh, dibutuhkan perjalanan sekitar dua jam lebih. Karena..." Pak Johan yang angkat bicara untuk menenangkan wanita tersebut, tapi sepertinya dia terlambat.
Terakhir kali, yang dia dengar adalah teriakan wanita itu dengan kesakitan akibat gigitan makhluk-makhluk gila itu. Pak Johan pun menaruh gagang telepon itu dan menoleh ke arah Pak Yoga.
"Bagaimana? Apa kata mereka?" tanya Pak Yoga. Pak Johan hanya menggeleng.
Melihat gelengan Pak Johan, Pak Yoga pun menghela napas berat, kemudian dia pun menoleh ke arah para pejabat dan militer. Pak Yoga memberi kode untuk menyudahi rapat tersebut. Para pejabat dan militer itu hanya mengangguk. Mereka pun membereskan barang-barang bawaan mereka dan keluar dari ruangan itu satu per satu. Tersisalah Pak Johan dan Pak Yoga di ruangan.
Pak Yoga mendekati Pak Johan dan menepuk pundaknya untuk menyemangatinya. Pak Johan langsung menahan telapak tangannya Pak Yoga. "Sepertinya, mereka bukan penduduk Batam," kata Pak Johan. Pak Yoga pun mengerti maksud Pak Johan.
"Ya, mau bagaimana lagi. Itu takdir mereka untuk menjadi seperti itu," ucap Pak Yoga. Pak Johan hanya menghela napas pelan dan mengangguk.
"Aku duluan," lirih Pak Johan sambil berlalu dari hadapannya pak Yoga dan meninggalkan Pak Yoga sendirian.
*****
"Aish!" seruku sambil melempar gagang telepon dengan kasar. Vian hanya melongo melihatku seperti itu.
"Hei! Ini bukan saatnya kau untuk merajuk?!" serunya dengan suara pelan. Aku hanya menoleh ke arahnya dengan mata yang menahan tangis.
"Ah, sungguh gila aku dibuatnya. Memang benar kata Kevin, sepertinya kau harus kena pukul dulu," lanjutnya lagi sambil memegangi kepalanya.
Stefan sontak membungkam mulutnya Vian yang terus menggerutu. "Diamlah! Ada dua zombie mendekat ke sini gara-gara suaramu!" bisik Stefan. Vian pun melihat ke arah depan dan mendapati dua zombie yang berjalan ke tempat kami.
"Aleeya! Ambil kaleng itu!" pinta Alvan dengan suara kecil. Aleeya pun mengikuti perintah Alvan dan memberikan kaleng itu kepadanya.
Alvan pun melempar kaleng itu ke arah tempat sampah yang berbahan besi sehingga itu menimbulkan bunyi yang nyaring. Mendengar bunyi yang nyaring, beberapa zombie berlari mendekati tempat sampah itu dan mengelilinginya.
"Itu lebih baik," kata Ziyad yang sedari tadi berusaha menahan napas.
"Hei, ada apa?" tanya Stefan kepadaku. Dia melepaskan tangannya dari mulut Vian dan berjongkok di depanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Virus Z
Mystery / ThrillerMereka berlarian. Dengan baju yang berlumuran darah sudah terkoyak-koyak, celana robek yang tidak beraturan, kaki yang entah beralas atau tidak, mereka terus berlarian dengan teriakan yang keluar dari mulut mereka. Momen itu.. adalah momen yang pali...