Bagian 14

63 8 3
                                    

"Pak Rudi, apakah ada laporan dari Nongsa atau sekitarnya?" tanya Pak Johan begitu masuk ke ruangan yang berisi beberapa militer dan pejabat lainnya.

Pak Rudi yang sedang bicara dengan Pak Yoga, ayahnya Aleeya, menoleh ke arah Pak Johan dan menggeleng dengan lesu.

Pak Johan yang melihat gelengan itu hanya terdiam dan terduduk lemas. Pak Yoga yang melihat itu segera mendekati Pak Johan.

"Sabar ya, Pak. Saya juga sedang berusaha mencari Aleeya. Saya yakin pasti Aleeya dan Zeline masih selamat diluar sana," ucap Pak Yoga, kepada sahabatnya.

"Aku enggak tahu, Yoga. Perasaanku sangat berkecamuk. Apakah ini salahku karena tidak serius memperhatikan warga dengan benar? Atau jangan-jangan aku pernah tidak sengaja menggunakan uang masyarakat untuk kesenanganku sendiri?" kata Pak Johan sambil memegangi kepalanya.

Pak Yoga yang mendengar itu hanya bisa tertegun. Dia tidak menyangka sahabatnya mengatakan hal seperti itu.

"Atau jangan-jangan mereka..." perkataan Pak Johan terputus karena Pak Yoga langsung menyelanya.

"Hei, Johan! Tenanglah! Kenapa kau ungkit masalah yang telah berlalu?! Lagipula, pasti masyarakat-masyarakat itu pasti sudah melupakannya!" sela Pak Yoga.

"Walaupun ada beberapa orang tidak melupakannya, belum tentu mereka bisa menang suara. Warga di Batam ini ada banyak, walaupun tidak sebanding di Jakarta," lanjut Pak Yoga lagi. Pak Johan hanya menunduk dan menyembunyikan suara tangisnya.

"Lagipula, masalah itu sudah selesai, bukan? Akhirnya, seluruh masyarakat Batam setuju dan tidak akan membicarakan masalah ini. Bukankah waktu itu kita menyelesaikannya dengan cara yang adil dan damai?" tanya Pak Yoga. Pak Johan masih bereaksi sama.

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Johan. Sekarang, kita harus memikirkan cara untuk menyelamatkan beberapa warga yang selamat diluar sana. Masih banyak lagi yang harus kita pikirkan, ini bukan saatnya mengingat masalah-masalah yang lalu," jelas Pak Yoga sambil berlalu dari hadapan Pak Johan.

"Entah kenapa.." Pak Yoga yang mendengar itu langsung berhenti dan berbalik. Pak Johan pun mengangkat kepalanya.

"Entah kenapa aku berpikir kalau pelaku dari seluruh masalah ini adalah orang yang sama," lanjut Pak Johan. Ekspresinya kelihatan sangat sedih. Pak Yoga yang mendengar itu hanya tertegun.

"Maksudmu, yang membuat masalah ini dan masalah yang lalu itu adalah orang yang sama?" tanya Pak Yoga. Pak Johan pun mengangguk.

"Aku tidak tahu siapa orangnya. Tapi, entah kenapa, instingku berkata seperti itu," jawab Pak Johan. Pak Yoga tidak mengerti. Bukan karena perkataannya, tapi kenapa ekspresi Pak Johan sangat sedih ketika mengatakan hal itu.

"Waktu itu juga, seluruh masyarakat setuju masalah ini diselesaikan dengan damai dan adil, bukan karena mereka tidak ingin memperpanjang masalah. Tapi, karena mereka pun tidak tau siapa pelaku dibalik masalah itu," lanjut Pak Johan lagi. Kemudian dia berbalik dan membuka pintu yang ada di belakangnya.

"Aahh, kau benar, Yoga. Sekarang bukan saatnya untuk memikirkan itu, masih banyak yang harus dipikirkan," kata Pak Johan sambil menoleh ke arah Pak Yoga yang terdiam.

"Tapi, setiap kali aku mengingat masalah, entah kenapa hatiku terasa sangat sedih," lanjut Pak Johan lagi. Kemudian dia keluar meninggalkan Pak Yoga yang masih termangu dengan perkataannya.

*****

"Huaaaatsyiii!" Ziyad yang berada di samping Vian langsung melempar kotak tisu yang ada di hadapannya. Vian hanya melongo melihat kotak tisu yang sudah ada di pangkuannya.

"Hah? Untuk apa ini?" tanya Vian dengan ekspresi bodohnya.

"Untuk direbus. Ya, untuk lap ingusmu! Kau bersin ingat-ingat tempat dong! Mana bersinnya hadap ke aku lagi!" seru Ziyad yang sewot. Vian hanya terkekeh mendengarnya

The Virus ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang