"Lewat situ, tapi kemungkinan besar zombie-zombie akan mengejar kita," jawab Randy yang membuat kami semua terdiam.
"Hemm, apa tidak ada jalan lain?" tanya Alvan sekali lagi. "Kalau kau mau, kau bisa lewat sini," jawab Randy lagi seraya menunjuk pintu yang tadi kita lewati.
"Terus, apa yang harus kita lakukan?" tanya Olive yang mulai panik. Via yang di sampingnya mencoba menenangkannya.
"Yaudah, kita tidur di sini aja," jawab Kevin. Kemudian dia berbaring dan memposisikan dirinya dengan posisi enak.
"Kalau pun kita tidur di sini, pasti akan sangat dingin," timpal Ozzy yang sedari tadi diam. "Tentu saja, mana ada ruang penyimpanan makanan yang hangat seperti pemandian air panas," cetus Kevin dengan sewot. Ozzy menghela nafasnya.
"Maksud Ozzy, mesin pengatur suhu ruangan ini rusak. Coba kau lihat, sesuatu yang di belakang Ozzy itu," jelas Vian ke Kevin. Kevin pun memutar bola matanya dengan malas dan benar saja mesin pengatur suhu itu rusak. Mesin itu mulai mengeluarkan bebatuan salju yang kecil. Sepertinya, mesin itu sedang memproses pendinginan.
"Tenang saja, aku ini keturunan beruang kutub," kata Kevin yang tidak memperdulikan mesin pengatur suhu itu. Vian yang melihat tingkahnya hanya menghela napas dengan kuat.
"Baiklah, aku mengerti! Tapi mau malam ataupun subuh kita keluar dari sini, tetap saja kita akan dikejar dengan zombie-zombie itu! Makanya lebih kita berdiam di sini!" seru Kevin dengan suara yang cukup kuat. Tiba-tiba, kawanan zombie yang diluar memukul-mukul pintu ruangan yang kami tempati. Untung saja, pintu ruangan ini terbuat dari besi yang cukup kuat.
"Apa lebih baik salah satu dari kita mengorbankan diri?" tanya Olive dengan suara kecil. Seketika, kami menoleh ke arahnya.
"Kalau kau bersedia, silahkan," jawab Kevin dengan santai. Olive hanya menggigit bibir bawahnya. Alvan pun menepuk tangan.
"Tidak! Tidak ada yang akan mengorbankan diri!" kata Alvan. Kemudian dia berjalan ke jendela dan mengintip keadaan diluar. Tapi, sayangnya zombie-zombie itu sedang berkerumun di depan pintu kami. Jadi sedikit susah untuk mengintip ke luar. Bahkan Alvan langsung terkejut melihat muka yang penuh darah di hadapannya barusan.
"Apa di sini ada lantai dua?" tanya Alvan. Randy memperhatikan sekitar. "Bagaimana dengan ventilasi itu?" usul Randy sambil menunjuk ventilasi yang panjang di atas pintu itu.
"Hem, ide bagus. Vian, Ziyad, tolong aku menahan rak ini," ucap Alvan sambil melepaskan tasnya dan menarik salah satu rak yang cukup tinggi sekaligus beroda.
"Kenapa harus kita? Bukankah ada Ozzy dan Kevin? Lihatlah Stefan! Dia dari tadi hanya merenung menatap jam tangannya!" seru Ziyad yang tidak terima.
"Ayolah! Cuma kita yang sudah kelas 3! Setidaknya, kita bertanggung jawab sedikit!" balas Alvan dengan sewot. Ziyad hanya mencibir dan berjalan mendekatinya, begitu juga Vian.
"Tolong, sekali ini saja," kata Alvan dengan suara kecil. Ziyad dan Vian hanya mengangguk kemudian mereka menahan rak itu. Sementara Alvan memanjatnya dan membuka salah satu garis ventilasi yang terbuat dari kertas itu.
"Syukurlah, posisi mobil kita cukup dekat dengan ruangan ini. Kita hanya perlu turun dan berlari sedikit ke mobil," jelas Alvan. "Apa mobil kalian sedan berwarna hitam itu?" lanjut Alvan lagi. "Iya, itu mobil kami," jawab Reza.
"Untungnya, mobil kalian bersebelahan dengan mobil kami," kata Alvan kemudian dia turun dari rak itu.
"Terus, kita harus ngapain?" tanya Aleeya dengan suara kecil. Alvan hanya terdiam.
"Vian, apakah mobil kita masih memiliki bensin?" tanya Alvan ke Vian.
"Kemungkinan masih ada, tapi enggak cukup untuk perjalanan kita besok ke Jembatan 1," jawab Vian sekenanya. Alvan pun menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Virus Z
Mystery / ThrillerMereka berlarian. Dengan baju yang berlumuran darah sudah terkoyak-koyak, celana robek yang tidak beraturan, kaki yang entah beralas atau tidak, mereka terus berlarian dengan teriakan yang keluar dari mulut mereka. Momen itu.. adalah momen yang pali...