Part 8 : Gilang Abrisam

45 9 4
                                    

"Kata orang. Awal dari jatuh cinta itu adalah Rasa Simpati. Ternyata itu benar adanya. Dan aku merasakannya"

-Sihir Cinta Sang Ilahi-

&&&

"Ah payah kamu Nis. Tadi kamu semangat banget. Eh sekarang udah loyo aja" ledek Zahra.

Keduanya kini berada di taman komplek dengan Annisa yang sedang terengah. Bagaimana tidak terengah, Annisa mengayuh sepedanya kuat kuat. Meninggalkan Zahra dibelakang yang mengayuh sepeda dengan santai. Padahal baru memutar komplek satu kali.

Kini Annisa dan Zahra duduk dirumput, bersender dibawah pohon yang cukup rindang, menikmati hembusan angin yang menerpa wajah keduanya.

"Hah, capek juga ya Za. Gegara nggak pernah naik sepeda nih, jadi gini." ucap Annisa yang napasnya masih tersengal. Sedangkan Zahra hanya diam memejamkan mata.

"Panas panas gini, enaknya minum yang seger seger ya Za, yang manis. Ugh. Pas diminum pasti dingin di tenggorokan. Ngalir sampe perut. Segeerr" kata Annisa yang sukses membuat Zahra membuka matanya dan tersenyum kecil.

"Nggak usah di kode Nis. Aku beliin minuman, kamu tunggu sini" ujar Zahra lalu bangkit mencari penjual minuman yang ada di taman komplek itu.

"Ah Zahra ku cinta. Kamu emang yang paling peka" gumam Annisa yang masih didengar oleh Zahra. 'Ada ada saja '. Kata hati Zahra sambil terkekeh.

Setelah sepuluh menit Annisa menunggu Zahra, akhirnya gadis itu datang dengan membawa dua botol minuman dingin ditangannya. Zahra menghampiri Annisa.

"Nih"

"Makasih" Annisa menerima botol yang disodorkan oleh Zahra. Setelah mengucap Basmalah, barulah ia meneguk minuman dingin itu, begitu pula dengan Zahra. Dingin dan segar. Setidaknya itu yang mereka rasakan saat ini.

"Habis ini pulang yuk Za"

Zahra mengangguk setuju, pasti Annisa kelelahan. Padahal baru satu kali putaran komplek.

"Yaudah deh sekarang aja yuk pulang. Sepeda nya gak usah dinaikin ya" pinta Annisa.

Zahra terkekeh, "Iyaa"

&&&

          Gilang Abrisam. Lelaki berumur 22 tahun penyuka warna merah dengan sikap ramah namun tegas. Lelaki yang kini hampir menyelesaikan skripsi bidang Akuntansi ini ingin cepat cepat lulus karena ingin segera mengikuti tes pendidikan Tentara di Yogyakarta, mungkin satu bulan lagi ia akan Sidang dan akan menjadi Sarjana Akuntansi. Akuntansi memang bukan minatnya, hanya saja saat itu papanya menginginkan ia mengambil jurusan Akuntansi, padahal rencana nya setelah lulus SMA Gilang ingin melangsungkan pendidikan Tentara di Yogyakarta dan segera memenuhi permintaan Almh. Ema -Mamanya- untuk menjadi Tentara Nasional Indonesia atau yang kita kenal sebagai TNI. Lebih tepatnya ia ingin menjadi seorang TNI AU (Angkatan Udara). Gilang berlatih keras. Setiap pagi sebelum kuliah ia selalu melatih fisiknya, mulai dari lari mengelilingi komplek beberapa kali, push up, angkat beban, dan lain sebagainya. Itu ia lakukan karena ia benar benar ingin menjadi seorang TNI.

Satu yang menghambat nya untuk pergi Tes Pendidikan Tentara di Yogyakarta. Zahra. Kenapa? Karena Gilang mencintainya. Entah sejak kapan rasa itu timbul Gilang tak tahu, yang ia tahu hanyalah detak jantungnya seakan menggila saat berdekatan dengan Zahra, atau berbicara dengan Zahra. Gilang seakan tak ingin kehilangan Zahra, ia akan sangat khawatir jika Zahra terluka. Jujur, ia sangat ingin mengkhitbah Zahra. Namun sampai sekarang ia masih ragu. Ia takut jika Zahra akan menolaknya atau bahkan akan menjauhinya kelak, dan ia tidak sanggup untuk itu. Ia tidak akan rela. Tapi kalau tak segera dihalalkan, ia akan semakin takut Zahra diambil orang.

Lelaki itu kini sedang menyiram tanaman dihalaman samping rumah, Bu Fatma sedang memasak didapur, jadi tidak bisa ditinggal. Lagi pula ia senang ada kesibukan, dari pada harus duduk termenung saja.

Lalu iris mata hitam gelapnya tak sengaja menatap Zahra yang sedang memasukkan sepeda ke garasi bersama Annisa. Dan entah kenapa ia ingin sekali memanggil gadis itu.

"Zahra.." panggil Gilang.

Mendengar ada yang memanggil namanya, Zahra menoleh. Gilang jadi kikuk, ia merutuki dirinya sendiri.

"Kamu bantu saya tanam tanaman ini ya. Nggak sibuk kan?" tanya Gilang. 'Ya Allah, semoga ini tidak salah' batinnya bermonolog.

Zahra hanya mengangguk lalu segera menghampiri Gilang, membiarkan Annisa masuk kedalam rumah.

"Yang mau ditanam yang mana kak?"

Gilang hanya diam, ia sedang bergulat dengan pikirannya sendiri. Bahkan tanaman yang ia siram tanahnya sudah banjir dengan air, bisa bisa mati itu tumbuhan.

"Kak.." panggil Zahra. Kali ini agak keras.

"Eh. Kenapa?" tanya Gilang sambil menjauhkan selang air ke tanaman lainnya.

"Yang mau ditanam yang mana?" ulang Zahra kembali.

"O..oh yang itu, pindahin ke pot ya" ucap Gilang sambil menunjuk bunga mawar yang ditanam bebas ditanah. Kira kira ada tiga batang mawar yang harus dipindahkan.

Zahra mengangguk dan segera mengambil cetok untuk menggali tanah.

Sementara Gilang diam melihat Zahra yang berjongkok tak jauh darinya. Namun yang dipandang tidak menyadarinya. Gilang mengalihkan pandangannya, hati nya berdesir. Ia ingin sekali menghalalkan Zahra, tapi ia juga harus mengejar cita cita nya dulu. Apa Zahra sanggup menunggu? Apakah dia mau? Apa dia akan menerima Gilang, seandainya Gilang mengkhitbahnya? Pertanyaan pertanyaan itu berputar dikepalanya, hatinya gundah. Sampai sebuah suara, lebih tepatnya ringisan mengalihkan atensi Gilang.

"Kenapa Za?" tanya Gilang sambil mendekati Zahra dan meletakkan selang air begitu saja ditanah. Pasalnya Gilang melihat Zahra meringis sambil mengucek matanya dengan tangannya yang kotor.

"Assh, Matanya kena tanah kak" jelas Zahra sambil terus mengucek matanya dengan memejamkan mata.

"Kok bisa sih Za" Gilang merasa khawatir. Apa yang harus ia lakukan?

Dengan pelan, Gilang menarik lengan baju Zahra agar berhenti mengucek matanya. "Jangan dikucek"

"Tapi perih kak"

"Buka mata kamu" Perintah Gilang.

Zahra hanya menurut, ia mengedip - kedipkan matanya, menahan perih. Dan betapa terkejutnya ia mendapati Gilang berada tepat didepan wajahnya. Zahra beristighfar dalam hati. Keduanya belum sadar kalau Gilang masih memegang ujung lengan baju Zahra.

"Maaf" Dengan perlahan Gilang meniupkan udara tepat dimata Zahra yang sakit.

Fuh !!!

Satu detik..

Dua detik...

Seakan sadar kalau itu salah, dengan cepat Zahra menghempaskan lengannya agar tangan Gilang tak lagi menggenggamnya dan segera berdiri. Gilang yang terkejut hanya bisa meminta maaf atas kelancangannya dan ikut berdiri dihadapan Zahra. Lalu setelah mengucap terimakasih pada Gilang, Zahra pergi terbirit birit kedalam rumah. Ini salah ini dosa. Astaghfirullah, maafkan Zahra Ya Allah. Astaghfirullahaladzhim.

Sedangkan Gilang masih berdiri termenung. Jantungnya bertalu-talu. Ia menatap tangannya lalu mengacak acak rambutnya. ' Astaghfirullah. Apa yang aku lakukan Ya Allah. Ampuni aku Ya Allah. Ampuni aku' Batin Gilang. Sekarang ia takut kalau nanti Zahra akan marah dengannya. Semoga saja tidak, dan semoga Allah berbaik hati mau mengampuni kesalahan yang ia buat.

&&&

Bersambung...
Tunggu Kelanjutannya...

Maaf jika masih terdapat banyak kesalahan dalam pengetikan. Terima kasih sudah membaca, jangan bosan baca cerita ini yaa. Kalau ada sesuatu yang janggal, kalian boleh koment disini 😊

Oiya bintangnya juga jangan lupa ya kakak. Kalau bisa komen yang banyak, kasih aku saran atau apapun biar aku bisa memperbaiki cerita ini yaaa. Sekali lagi makasih buat kalian semua :)

See You :)

Sihir Cinta Sang IllahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang