Kamu nggak suka martabak? Kenapa?
Saya suka loh, apalagi kalau makan martabaknya sambil lihatin kamu.
Bos yang Demen MartabakAku dikejutkan dengan laporan tiga notifikasi panggilan tidak terjawab dari Pak Kur, satu panggilan dari Bang Andre dan dua pesan dari Pak Kur. Baru lima menit yang lalu.
Pak Kur
Kamu mau ikut nggak? Cari makan di luar. Ajak Lia kalau ikut.
Sepuluh menit ditunggu!
Nggak turun kita tinggal!Aku buru-buru membalas pesan Pak Kur. Kuminta Pak Kur untuk menungguku. Setelah itu aku cepat-cepat bersiap. Aku menatap punggung Lia yang teratur.
“Ya! Bangun!”
Aku menoel-noel pipi Lia.
.
“Hnggg…” Lia menyingkap tanganku. Berbalik memunggungiku.“Dasar kebo satu ini ya.”
Aku naik ke kasur. “Ayo bangun. Mau ikut nggak?” Aku kembali menoel Lia, kali ini bagian hidungnya.
“Kemana?” Lia bersuara dengan wajah kusutnya. Matanya masih terpejam.
“Ikut Pak Kur nogkrong di luar. Cari makan katanya.”
“Nggak ah. Tapi gue mau titip makanan,” katanya dengan suara melemah tertelan kantuknya. Meski begitu, ia tetap bangun dan menggeliatkan tubuhnya.
Aku berdecak. “Enaknya,” sindiriku.
“Capek ini.” Lia menatapku melas.
Alibinya!
“Yaudin! Mau titip apa?”
“Apapun deh. Martabak juga boleh kalau ada. Kalau nggak ada, ya terserah.”
Aku mengangguk. “Ya udah, gue turun dulu ya.”
“Pakai uang lo dulu ya, nanti aku ganti.”
“Hmmmmm…”
“Jangan tidur lagi. Mandi! Bauk tahu,” teriaku sebelum menutup pintu kamar karna melihat tubuh Lia yang kembali jatuh ke pelukan kasur.
Ngalamat tidur bareng kebo kecut malam ini.
Sampai di lobi, Pak Kur dan Bang Andre sudah menungguku. Aku melambaikan tanganku pada mereka.
“Lama ya?” tanyaku saat sudah berdiri diantara mereka.
“Nggak juga.” Bang Andre memasukkan ponselnya.
“Loh, yang lain mana?” aku celingukan mencari rekanku yang lain
.
“Nggak minat ikut, minat nitip doang.”Aku ngekek. “Lia juga nggak ikut, nitip tuh bocah.”
“ya udah ayo! Pengen makan di luar gue,” ajak Bang Andre.
Setelah berkeliling sekitar hotel sepuluh menitan, kami memutuskan membeli makan di rumah makan padang pinggir jalan. Gerimis di luar memang paling cocok menikmati makanan yang pedas-pedas. Ditambah minumnya teh panas, sedyep!
Aku mengambil nasi rendang dan daun ketela rebus. Khasnya masakan padang. Ada banyak menu memang, tapi karna sedang ingin daging, alhasil minim lauk tapi penuh nasi.
Enaknya makan di rumah makan terlebih rumah makan padang itu ya bisa ambil menu sendiri dan langsung dinikmati. Kalau menunggu paling juga antri mengamil dan menunggu minum.
Di sini belum banyak pembeli, beberapa pembeli justru memilih di bungkus. Kami makan dengan khusyuk, baru setelah akan habis Pak Kur mulai bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA ANAK MAGANG | TAMAT ✔
RomanceSelamat datang semester tujuh, selamat datang masa magang yang katanya, super sibuk dan harus berhadapan dengan momok serba dadakan. Kacung dadakan, pesuruh dadakan dan tugas yang selalu dadakan. Nyatanya, gue kehilangan momok mengerikan tersebut. D...