Barangsiapa yang berniat magang maka, carilah tempat magang dengan atasan dan rekan yang santai dan lemas bibirnya.
-Fatwa Anak Magang-
Karyawan magang itu pasti identik dengan baju tahi cicak dan lari-larian di hari pertama magangnya.
Tidak jauh berbeda denganku. Di hari pertama magang, setelah turun dari Trans Jakarta, aku harus lari-larian untuk sampai di kantor. Niatnya supaya tidak terlambat, tapi pada akhirnya tetap terlambat juga, aku sampai pukul 07:40 pagi, terlambat sepuluh menit.
Tahu terlambat, usaha belajar naik kendaraan umum mulai dari harus naik angkot Hankam dengan biaya empat ribu dengan jalur menuju pasar rabu yang di lanjutkan naik Trans Jakarta dengan jalur kanan dua kali dan kiri tiga kali menjadi habis manis sepah dibuang. Tidak bermanfaat karna tetap saja aku tidak bisa sampai kantor tepat waktu.
Beruntungnya aku karna di hari pertama magang, kayawan lainnya tengah mengikuti upacara bendera. Kebetulan hari senin. Sehingga aku bisa menyelinap masuk tanpa harus menanggung malu terlambat di hari pertama magang.
“Permisi Pak. Ruang humas sebelah mana ya, Pak?” Aku masih ngos-ngosan saat bertanya pada satpan yang kebetulan kutemui di lobi.
Sejak pertama mendarat di Jakarta, aku memang belum sempat mengecek ruang humas.
“Mbaknya mau magang ya?”
Mata satpam tersebut memindaiku dari bawah sampai atas.Aku mengangguk. “Iya Pak. Magang di bagian humas. Ruangannya dimana ya, Pak?”
“Pantes.”
Aku nyengir. “Ketahuan banget ya, Pak?”
Satpam tersebut tersenyum. “Iya, biasa Mbak. Anak magang keliatan banget pakaiannya.”
Aku cengengesan. Pakaian hari pertama magang memang selalu pasaran. Seragan tahi cicak. Putih-hitam.
“Oh iya, Mbak cari ruang humaskan? humas itu, ini Mbak nanti lurus aja. Naik tangga itu. Terus belok kanan nah habis itu ada palang Humas di atas pintu, di situ ruangannya.”
Aku mengangguk paham. “Oh, iya Pak, makasih ya, Pak.”
“Iya Mbak... Sama-sama.” Satpam tersebut kembali tersenyum padaku.
Aku langsung berpamitan setelah satpam membukakan portal dan buru-buru ke ruang humas. Sampai sana, bersyukurnya aku bertemu dengan Lia.
Lia bilang sebelum mulai magang, kami harus menemui Pak Aan, pegawai TU yang biasa mengurus kedatangan anak magang yang baru datang.
Dari Pak Aan kami kemudian di serahkan ke Bu Aci. Pengawas magang kami. Butuh waktu lama menunggu Pak Aan yang ternyata juga ikut berpartisipasi di upacara bendera.
“Saya sudah menghubungi Bu Aci, kalian bisa langsung menemui Bu Aci. Bilang kalau kalian anak magang baru yang disiapkan Pak Aan," kata Pak Aan setelah kami berhasil menemuinya.
Aku dan Lia mengangguk.
“Ada yang ditanyakan?”
“Ini Pak, soal pakaian, ditentukan dari sini atau bebas Pak?” kata Lia.
Benar. Kami memang perlu memastikan pakaian bagaimana yang cocok digunakan di sini.
“Ah, soal pakaian. Bebas asalkan sopan. Batik atau kemeja juga tidak apa-apa. Nggak harus putih hitam, bukan sales soalnya.” Pak Aan nyengir.
Kami tertawa sungkan. “Baik Pak. Berarti kalau besok sudah bebas boleh, Pak?”
Pak Aan mengangguk. "Boleh. Senyamannya. Asal sopan."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA ANAK MAGANG | TAMAT ✔
RomanceSelamat datang semester tujuh, selamat datang masa magang yang katanya, super sibuk dan harus berhadapan dengan momok serba dadakan. Kacung dadakan, pesuruh dadakan dan tugas yang selalu dadakan. Nyatanya, gue kehilangan momok mengerikan tersebut. D...