Karena Bos selalu benar!
Setelah hidup selama 21 tahun aku mendadak jadi ilmuwan yang mampu mendefinisikan banyak hal. Salah satunya, definisi weekend, hari dimana aku bisa menjadi satu-satunya penghuni rumah sekaligus menikmati segala fasilitasnya sendirian.Dengan begitu, aku bisa bangun dengan tenang, streaming iflix sendirian, menikmati wifi yang lancar jaya dan tentunya bisa makan empat sehat lima sempurna.
Aku bahkan telah membuat rundown kegiatan dari pagi sampai malam untuk menikmati weekendku yang berfaedah ini.
Pertama, bangun pagi lalu menikmati roti tawar dengan segelas susu hangat sambil menonton berita pagi. Kedua, melakukan stretching yang kemudian dilanjutkan belanja bahan masakan di pasar.
Aku punya rencana hari pertama memasak sayur sop bakso, hari kedua sayur asem, dan hari ketiga sayur kangkung. Setelah itu aku akan ikut senam pagi di lapangan dekat komplek posko yang akan aku lanjutkan mandi dan berhibernasi sampai matahari turun dari atas kepala.
Membayangkannya saja sudah membuatku mantul-mantul senang, betapa berfaedahnya weekendku kali ini bagi kesehatan tubuh dan jiwaku.
“Jadinya beli apa, Mbak?” tanya ibu penjual di pasar yang rukonya aku datangi.
“Mentahan sayur sop Buk. Ada?”
“Ada, beli berapa?”
“Lima ribu, Bu.” Penjual tersebut langsung membungkuskan mentahan sayur sop yang aku minta.
“Kangkung seiket berapa Bu?”
Aku memilah beberapa kangkung segar di depanku. Masih basah, seperti habis di ambil dari pengepul.
“Tiga ribu, Mbak.”
“Beli dua iket ya, Bu.”
Aku mengambil dua ikat kangkung dan kumasukkan dalam tas belanjaan.
“Ada tambahan lagi, Mbak?”
Aku menerima bungkusan mentahan sayur sopnya, karna menu pertamaku adalah sop bakso, maka aku tidak boleh melupakan satu bahan tersebut.
“Bakso ayam ada, Bu?”
“Nggak ada, Mbak. Di penjual ayam potong biasanya ada.”
Aku mengangguk.
“Oh ya Bu, tambah asem satu bungkus itu.”
Aku menunjuk kumpulan asem yang telah dibungkus dalam plastik berukuran kecil. Penjual tersebut mengangguk.
“Ini, Mbak.” Ia menyerahkan seplastik asem padaku.
“Berapa semuanya, Bu?”
“Sop lima ribu, kangkung enam, asem dua setengah. Jadinya tiga belas setengah.”
Aku memberikan uang lima belas ribu pada penjualnya. Setelah mendapatkan kembalian aku melanjutkan ekspedisiku di pasar.
"Makasih Bu,” pamitku.
“Ya Mbak.”
Tujuan selanjutnya adalah penjual ayam potong, aku menemukan bakso ayam di salah satu penjual ayam potong, harganya delapan ribu untuk dua plastik kecil bakso ayam.
Weekend begini pasar memang lebih ramai dari hari kerja biasa. Aku biasa kemari untuk membeli beberapa kebutuhan Mbak Ana seperti ayam, garam dan rempah lainnya.
Mbak Ana jarang menyuruhku membeli sayur mentah. Di rumahnya hampir tidak ada yang menyukai sayuran, kalaupun Mbak Ana memasak sayur, pada akhirnya akan menjadi santapanku dan Mas Danang, itupun jika Mas Danang sedang ada di rumah, kalau tidak ada ya hanya aku yang paling doyan menghabiskan masakan sayur di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA ANAK MAGANG | TAMAT ✔
RomansaSelamat datang semester tujuh, selamat datang masa magang yang katanya, super sibuk dan harus berhadapan dengan momok serba dadakan. Kacung dadakan, pesuruh dadakan dan tugas yang selalu dadakan. Nyatanya, gue kehilangan momok mengerikan tersebut. D...