Magang bermutu itu saat kita bisa ikut jalan-jalan. Gratis lagi! Dan tentunya sekalian ghibah.
-Anak Magang yang doyan Ghibah-
“Sampai Jakarta lagi hari apa?”“selasa Mbak, jamnya belum tahu sih.”
Seperti yang dijadwalkan, minggu sore ini aku dan beberapa rekan humas yang lainnya punya agenda kunjungan industri ke Pengalengan Bandung. Kami sengaja berangkat ba’da asar supaya punya waktu istirahat di sana.
Selain kunjungan industri, kami juga akan mengikuti acara tahunan berupa seminar nasional pagi besok yang akan dihadiri oleh pegawai humas dari berbagai macam instansi yang telah terdaftar.
Selain aku, Lia dan Bang Verza ada Bang Andre, Bang Igun dan Pak Kur beserta Pak Bima. Kalau yang lainnya ditugaskan untuk menetap di kantor.
“Peralatan mandi sudah?”
“Sudah kok.”
“Mau bawa bekal?”
Aku menggeleng sambil mengeringkan rambutku. “Nggak perlu Mbak.”
“Ya sudah, cepat selesaikan dandanmu. Mas Danang sudah menunggu."
“Iya Mbak, bentar! Tinggal bedakan sama gincuan ini.”
Mbak Ana berdecak. “Tinggal kok masih saja sibuk yang lainnya.”
Aku nyengir.
“Ya sudah, Mbak keluar dulu. jangan lama-lama loh, tasnya Mbak yang bawa.”
Mbak Ana sudah keluar kamar dengan membawa tas bawaanku.
Setelah selesai mengatur dandananku, aku keluar kamar dengan satu tas jinjingku.
“Sudah?” Tanya Mas Danang saat aku sudah keluar.
Aku mengangguk. Mas Danang membuang putung rokoknya dan bersiap masuk mobil.
“Nanti diantar sampai depan kantor ya Mas. Lumayan, Pajero ini, hehe.”
Kalau ada kesempatan diantar, naik mobil satu ini adalah paling favorit.
“Pinter banget ya,” sindir Mas Danang.
Aku cengengesan. “Kapan lagi coba bisa dianter Pajero Mas. Jarang-jarang loh ini.”
Mas Danang menggeleng heran. Aku tahu kalau dua sepupuku itu pasti heran dengan tingkah dan lakuku ini.
“Ya sudah, cepat masuk. Ketinggalan baru tahu rasa nanti.”
Ini niat banget doanya Mbak Ana. “Ya jangan gitu dong Mbak. kasihan aku, belum pernah ke Bandung ini.”
Mbak Ana mendorongku untuk masuk mobil. “Bawa pergi nih adikmu yang paling onar,” kata Mbak Ana yang disambut tawa olehku dan Mas Danang.
“Kami pergi dulu. Assalamualaikum...”
“Waalaikumusalam, hati-hati!”
Kemudian mobil sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah.
Aku dan Mas Danang sampai di kantor 45 menit kemudian. Di depan kantor bisa kulihat satu mobil dinas yang akan menjadi transportasi keberangkatan kami ke Bandung.
“Uang sakunya cukupkan?”
Aku mencium tangan Mas Danang. “Cukup kok, tapi kalau mau ditambah boleh banget loh,” kataku mencoba bernegosiasi.
“Kalau soal duit saja matanya langsung ijo,” omel Mas Danang.
“Wajib itu, Mas!” jawabku semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA ANAK MAGANG | TAMAT ✔
RomanceSelamat datang semester tujuh, selamat datang masa magang yang katanya, super sibuk dan harus berhadapan dengan momok serba dadakan. Kacung dadakan, pesuruh dadakan dan tugas yang selalu dadakan. Nyatanya, gue kehilangan momok mengerikan tersebut. D...