4. Roti Sobek Pak Bos

22.8K 1.7K 25
                                    

Jaga mulut versi kirana adalah : tetap gosok gigi teratur tanpa mengurangi aktivitas menggosip ria.

“Beli yang apa Mbak?” tanyaku pada Mbak Ana untuk memastikan. Mbak Ana memberiku uang lima puluh ribu dari saku celananya.

“Belikan rokok merk Ese Change yang mentol, warnanya biru.”

“Ini buat Mbak atau Mas Danang?” aku sudah berdiri sambil merapikan kaosku.

Dibutuhkan saat sedang pewe-pewenya, ya begini, ditemukan dalam keadaan berantakan.

“Buat Mbaklah. Beli di mini market ya. Motor di depan, kuncinya di deket meja makan.”

“Iya,” jawabku sambil mematikan televisi.

Semenjak di Jakarta, aku sudah terbiasa dengan lingkungan penuh perempuan perokok aktif.

Di Jakarta, kaum hawa sebal-sebul sudah seperti makanan sehari-hari. Apalagi menjelang tengah malam, banyak dijumpai perempuan yang nongkrong dengan lawan jenis sambil hura-hura dan gitaran.

Di keluarga Mas Danang sendiri juga merokok, baik Mas Danang, anak pertamanya Abi maupun Mbak Ana.

Aku sampai hapal tempat nongkrong masing-masing dari mereka saat sedang sebal-sebul. Di teras adalah tempat Mas Danang. Toilet, baik toilet rumah, tetangga, sekolah maupun toilet pacar adalah tempat Abi. Kalau dapur adalah tempat paling strategis sebal-sebul versi Mbak Ana, sedangkan kamarku adalah surga dunia untuk mengindarkan  dari manusia-manusia tukang sebal-sebul.

“Kok malah ngetem sih Ki?”

Aku cengengesan saat ketahuan belum juga berangkat. “isi daya hape dulu Mbak.”

“Buruan! Biar Mbak masakin makan malam ini.”

Mendengar kata makanan, mataku langsung berbinar.

“Masak apa Mbak?”

“Kaya biasanya dong. Mie sama telur.” Mbak Ana cengengesan sambil masuk dapur dan aku langsung kehilangan selera hidup.

“Mie sama telur lagi ya? Begini kalau hidup menumpang. Makannya ya seadanya, hah.”

Aku mengambil kunci motor sebelum bergegas ke mini market.

Setelah banyaknya hari yang kulewati di rumah Mas Danang, makanan favorit keluarga Mas Danang hanya dua. Mie dan telur. Kalau tidak mie ya telur, kalau tidaj telur ya mie, kalau tidak dua-duanya ya mie telur.

Setiap hari begitu. Apalagi anak tengah Mas Danang dan Mbak Ana, namanya Opi. Dia yang paling rajin makan mie telur.

Begini gaya memintanya :“Ma! Mie Ma! Pakai telur. Pedes. Nggak pakai lama ya!” kemudian dengan gaya capeknya Mbak Ana akan nelangsa masuk dapur dan membuatkan pesanan dari anak tercintanya.

Sedangkan Opi bak raja akan leyeh-leyeh sambil menonton tv kalau tidak ya ngegame. Tapi, dari ke tiga anak Mas Danang dan Mbak Ana, Opi adalah yang paling membuatku ngakak setiap kali berinteraksi dengannya meskipun dia adalah yang paling manja.

Kejadian paling dagel adalah saat tengah malam, saat aku kedapatan belum tidur dan Opi tiba-tiba membuka pintu kamarku sambil bergerak gelisan memegangi boxer bagian depannya.

“Lah, ngapain kamu di situ Pi?"

Aku menatap Opi heran.

“Mbak Kiki, pintunya jangan ditutup, Opi mau pipis!”

Kemudian ia sudah terbirit-birit ke kamar mandi. Aku menatap kepergiannya dengan heran.

Penasaran, aku keluar kamar, saat sampai dapur yang menghubungkan kamar mandi dengan ruang tengah, aku dikejutkan dengan adegan cabul Opi yang kencing tepat di depan pintu kamar mandi dan di depan mataku.

KIRANA ANAK MAGANG | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang