Briefing.

51 11 1
                                    

;✧

Maret 2016

Bel masuk baru berbunyi sekitar 10 menit yang lalu. Tapi tumben banget guru gak langsung masuk. Biasanya, sekolah ini bener-bener tepat waktu. Ya kalaupun ngaret, paling gak pernah lebih dari 5 menit.

"Guys, Bu Dewi gak bisa masuk hari ini," kata Mark menginterupsi kericuhan kelas. Tapi bukannya diem malah makin ricuh.

"E E E E E TARDULU. Mark, ngasih tugas gak dia?" hadeeh seperti biasa Junkyu. Apapun kalimat yang dia lontarkan selalu bikin gue cekikikan. Mungkin kalo dia nyebur ke segitiga bermuda bukan gue tolongin tapi gue ketawain.

"Eum, I just read that she wrote an apologize cause she can't entered the class."

"INDONESIA PLIIIS. KITA DI INDONESIA MEN!" kali ini bukan cekikikan lagi tapi gue beneran ketawa. Gue langsung menundukan kepala gue agar suara gue gak menggaduhkan kelas. Haechan Junkyu. Hancur banget emang dua orang itu.

"Bu Dewi cuma izin doang," kata Renjun yang duduk disebelahnya Mark.

"Udahlah guys. Besok ketua kelasnya ganti Renjun aja. Kaga ngarti tu orang ngomong apaan," kali ini giliran Han yang angkat bicara.

"Tapi kan Renjun udah jadi wakil gue coy."

"Ganti lo yang jadi wakil."

"Wakil kepala sekolah tapi ya?"

"AHAHAHAHAHAHA," gak sanggup gue. Kelas apa ini sebenernya. Gue udah gak tahan buat menahan gejolak humor gue.

"Arfa, receh banget," Eunbin yang mendengar ketawa gue langsung nengok sambil cekikikan karena moment gue ketawa 'katanya' adalah sebuah kejarangan.

Kelas kembali ricuh karena dapet info Bu Dewi yang gak bisa mengajar hari ini. Hanya informasi, Bu Dewi adalah guru Fisika. Salah satu guru favorit gue karena beliau mengajar dengan sangat ayu nya. Iya. Beliau berasal dari tanah Solo. Khas dengan setiap kalimatnya yang sangat pelan. Bukan nada bicaranya ya, tapi rentetan kalimat yang beliau ucapkan. Ketidak hadiran beliau, membuat gue cukup sedih karena Fisika adalah salah satu pelajaran favorit gue.

Gue melanjutkan membaca buku Ensiklopedia Fisika yang baru kemarin gue beli bareng Jihoon. Kemarin kita ke Gramedia dan sepanjang perjalanan Jihoon seperti biasa. Mendominasi pembicaraan.

"Kamu mau beli buku apa?"

"Buku novel ya?"

"Oh buku komik ya?"

"Atau majalah ya?"

"Oh pulpen pensil penghapus?"

Yang selalu gue bales, "berisik Aiur!"

Tapi setelah gue mengajaknya ke buku pengetahuan air wajahnya benar-benar berubah.

"Beneran nih beli buku pelajaran?"

"Bukan buku pelajaran. Pengetahuan."

"Ya kan, sama-"

"Beda. Pelajaran bakal ada tulisan tingkatan sekolah di cover bukunya. Tapi yang aku cari, buku pengetahuan."

"Ya allah bedanya apasih yaang?"

Gue langsung mengambil buku yang gue mau dan menunjukan besar-besar di depan matanya.

"Nih pengetahuan. Baca. Ensiklopedia Fisika."

"Madiiii kan sama aja."

Emang kalo bahas ilmu, gue sama Jihoon gak pernah sejalan. Dia yang males, gue yang suka sama semua jenis ilmu. Tapi ya, akhirnya dia juga yang beliin. Padahal dia gak suka.

No ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang