Antara Aiur, Nada, dan Ben.

42 10 4
                                    

;✧

Suasana tol cipularang pagi menjelang siang ini cukup terik. Di mobil kembali lagi tidak ada percakapan. Renjun yang fokus dengan jalan, gue yang sibuk dengan pikiran gue.

Siapa sebenernya Nada itu?

Itu. Yang sedari tadi bergemuruh dan terpikirkan di kepala gue.

"Ben lebih tau semuanya."

Apa iya gue harus nemuin Ben? Apa gak bikin dia sakit juga? Kenapa mereka rumit banget sih? Kenapa juga gue jadi ikutan keseret gini jadinya?

Hadeh kalo gini caranya bisa tua mendadak gue kebanyakan mikir. Ya udah lah, apa salahnya juga kan gue datengin Ben?

"Njun."

"Apa Fa? Mau pipis?"

"Enggak. Nanti anterin gue ke rumah Ben ya?"

"Ngapain?"

Gue gak jawab pertanyaan dia karena ya harusnya dia tau, kan dia yang nyaranin gue. Tak lama setelah itu, Renjun melanjutkan, "oh iya. Gue anterin."

Dan kembali hening. Gue sebingung itu mau bikin obrolan apa. Akhirnya gue memutuskan untuk memberi kabar ke Ibu kalau gue gak bisa langsung pulang.

Jalanan ramai lancar tadi bener-bener gak kerasa. Sekarang akses Jakarta-Bandung secepat itu. Atau mungkin Renjunnya yang ngebut? Atau karena kita gak mampir Rest Area?

Kita sampai di sebuah rumah tanpa pagar. Sangat minimalis dari sisi bangunannya. Bukan hanya rumah itu tapi rumah-rumah disebelahnya pun sama minimalisnya. Apa ini perumahan orang kaya?

Renjun membuka sabuk pengamannya dan menatap gue santai sambil bicara, "ini rumah Ben."

Parah. Ini bukan rumah. Ini kastil! Gue kira rumah minimalis dibelakang Renjun yang rumah Ben. Ternyata rumah Ben ada disisi belakang gue dan itu bener-bener gede.

"Jangan ngada-ngada lo. Ini rumah Jokowi kali salah rumah lo."

"Ya ampun Arfa. Lo belom pernah emang ke rumah Ben? Masuk aja sana. Bilang Ben ya gue gak bisa mampir."

"Ih Njun takut ah. Temenin dong. Paling enggak sampe Ben keluar deh ya? Please?"

Akhirnya Renjun dan gue keluar mobil. Renjun sibuk mengambil tas gue di bagasi belakang dan langsung membawakannya ke gue. Dia mengeluarkan benda kotak dari kantong jaketnya dan meletakannya disamping telinga.

"Halo Ben?"

"Ah iya. Ini gue ada di depan rumah lo. Bisa bukain gak?"

Gak lama ada perawakan laki-laki yang gue kenal. Ternyata ini beneran rumah Ben yaallah aku mau nangis darah. Ben beneran gak keliatan kaya orang-orang tajir di sekolah. Bahkan motornya hanya Honda Supra X. Bukan Satria F atau bahkan Honda CBR kaya Guanlin anak X 2 atau bahkan bawa mobil sport kaya Chenle anak X 1. Bener-bener gak terduga.

"Eh Arfa, Renjun. Ada apa? Masuk dulu yuk."

"Gue gak bisa Ben. Harus langsung pulang. Arfa ada perlu sama lo, jadi- gue duluan balik ya?"

"Ati-ati Njun."

"Iya Arfa," katanya sambil membuka pintu kemudi dan langsung membuka kacanya.

"Duluan."

"Ati-ati Njun!"

"Masuk Fa?"

Gue langsung membawa tas gue juga ke dalam rumah Ben. Gue jadi berasa mau ngelamar jadi pembantu di rumah segede ini. Mau masuk ke ruang tamu aja capek banget.

No ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang