;✧
September 2015
Hai. Gue Arfa Lee Madia. Anak kedua dari dua bersaudara. Ya atau singkatnya, gue anak bungsu. Kakak gue Lee Hwanhee atau gue manggilnya Bang Iwan adalah satu-satunya orang yang ngerti gue di kondisi saat ini. Keluarga gue hancur berantakan. Umur gue yang udah menginjak 15 tahun, sudah cukup mengerti apa yang mereka perdebatkan. Setiap hari. Setiap waktu. Jika bertemu, layaknya tom&jerry yang mustahil untuk akur. Suasana hangat dirumah sudah memfosil rasanya karena sudah lama sekali gue gak ngerasain itu.
Gue ngerasa tiba-tiba telinga gue meredam. Ternyata itu tangan Bang Iwan. Begitulah. Dia yang selalu ngelindungin gue dari keegoisan orang tua.
Bang Iwan ngajak gue nonton bioskop. Karena dia tau kesukaan gue dan bioskop adalah zona ternyaman buat gue. Apapun filmya, apapun genrenya, bioskop masih jadi tempat favorite gue untuk melepas segala pikiran. Bang Iwan memesan tiket Inside Out di kursi E serta popcorn caramel dan susu milo kesukaan gue.
"Bang."
Yang dipanggil hanya menengok.
"Makasih ya."
"Buat apa? Kan abang emang lagi ada uang. Sekali-kali dong abang traktir adek kesayangan abang?"
Enggak bang. Aku tau abang ngelindungin aku dari dua orang yang lagi kerasukan iblis itu.
Kejadian itu sekitar 1 bulan yang lalu. Setelah Ibu dan Ayah memutuskan untuk berpisah, dengan aku dan Bang Iwan yang ikut sama Ibu, kami juga memutuskan untuk pindah tempat tinggal. Memulai hidup baru dengan Ibu sebagai Ibu dan Ayah buat kami.
Dan sekarang gue sedang di ruang kepala sekolah di sekolah baru gue. Untuk menunggu keputusan beliau akan masuk kelas mana gue. Kalo dirasa, agak sayang juga gue baru 3 bulan di SMA lama, udah harus pindah.
"Arfa?"
"Iya pak?"
"Ikut saya."
Ya karena gue bukan siswi yang biadab, gue mengikuti arah bapak kepala sekolah itu.
"Selamat pagi Ibu Suryani."
"Pagi bapak."
"Kelas ibu apa masih cukup untuk menambah 1 siswa baru?"
Yang ditanya langsung melihat buku yang kayanya gue rasa itu buku absen.
"Masih pak. Kebetulan tinggal 1 kursi lagi. "
"Arfa, kamu masuk ke kelas Ibu Suryani ya? Dan Ibu Suryani, ini Arfa Madia, pindahan dari SMAN 2. Tolong bantuannya ya."
"Oh iya baik pak."
"Kalau begitu, saya permisi."
Ibu Suryani ini masih terlalu muda untuk jadi guru PNS. Pasti otaknya encer nih pikir gue. Sementara yang gue liatin kayanya sadar gue liatin. Beliau langsung memberi gue senyuman hangat sehangat senja menyinari petang hari.
"Saya Suryani. Saya yang akan jadi wali kelas kamu di kelas 10 ini. Saya guru Sosiologi. Salam kenal ya. Kamu siapa?"
"Arfa Madia. Dari SMAN 2 bu."