Ketika masuk ke dalam portal biru, suara desingan terdengar konstan dan memekakkan telinga. Setelah 2 menit bergulat dengan kabut menyesakkan di dalam portal, kami berhasil keluar dan memandangi hamparan pasar malaikat yang sangat kumuh. Arthur bertepuk tangan kecil, tampak sangat sarkas dengan sambutan pertama kalinya mengunjungi dunia malaikat.
Berbagai macam jubah berlalu lalang. Baik jubah merah, coklat, hitam maupun putih---masing-masing mengklasifikasi pekerjaan mereka. Yang merah terlihat berbahaya, mengawasi setiap inci pasar dengan menunggangi kuda beserta senjatanya masing-masing. Namun wujud mereka tidak terlihat, tidak kasat mata, membuatnya bagaikan jubah yang beterbangan terbawa angin.
Sepertinya kami memulai perjalanan di tempat yang salah.
Tanah tempat kami berpijak amat licin dan berlubang di setiap kami melangkah. Rumput-rumput kasar tumbuh tinggi menjulang ke atas, sesekali terasa seperti menusuk kulit jika gagal menghindari yang paling tinggi. Arthur sesekali mengeluh di sepanjang perjalanan, wajahnya mengernyit menandakan tidak suka.
"Tidak bisakah portal itu membawa kita ke tempat yang lebih baik?" keluhnya. "Tempat apa ini? sampah."
"Hey, jaga ucapanmu." aku menepuk bahunya keras, "Setidaknya kita tidak terbuang di laut, atau bahkan pulau terpencil." ia hanya menanggapinya dengan berdecih pelan. Rambutnya yang berwarna oranye tampak kusut, bintik-bintik kecil terlihat di sekitaran hidungnya. Kupingnya cukup caplang, ditambah dengan warna matanya yang hijau menyala---Arthur terlihat sangat berbeda jika disebut sebagai turunan Arsh.
"Kau berasal dari turunan mana?" tanyaku penasaran.
"Kepo."
Aku menendang bokongnya pelan, ia jatuh tersungkur ke tanah. Wajahnya tampak merengut, mengusap-usap bokongnya lalu menjaga jarak denganku.
"Jangankan turunan, orangtuaku saja aku tidak tahu." jawabnya tidak ikhlas.
Lelaki itu menghentikan langkahnya, mematung hingga membuatku melakukan sedemikian rupa. "Ada masalah?" tanyaku.
"Sembunyi---"
Arthur mendekap mulutku tiba-tiba, menarikku bersembunyi di bawah batu besar yang melengkung secara paksa. Deruan nafasnya terdengar sangat jelas, tidak beraturan seperti orang panik.
Drap
Drap
Drap.
"Kau yakin mereka ke arah sini?"
Suara berat nan ganda mengagetkanku hingga membuatku sedikit tersentak. Arthur masih mendekapku dengan tegang, keringatnya terlihat bercucuran tidak karuan.
"Yakin sekali. Dua manusia, yang satu perempuan, dan yang satunya lagi laki-laki." sahut suara yang lain, terdengar lebih ringan dibandingkan dengan yang sebelumnya.
"Mungkin kau salah lihat, lain kali periksa penglihatanmu, bung." yang satu terdengar mencemooh, memutar arah perjalanannya kembali. Sedang yang satunya lagi mengikuti meski langkahnya terdengar ragu-ragu.
Arthur melepaskan dekapannya, kembali menghirup nafas dengan lega. Pun sama denganku, melemaskan tubuh ke tanah. Aku membuka pembicaraan. "Kau tahu? aku pernah membaca buku seputar dunia malaikat,"
Arthur menanggapinya tidak tertarik. "Ya, Nona kita memang sangat pintar."
"Tentu kita tidak bisa melawan mereka. Malaikat memiliki kekuatan sepuluh kali lipat lebih kuat dibandingkan manusia." aku menatapnya serius. "Ada yang bisa mengendalikan petir, air, api, tanah, bahkan udara. Beberapa diantaranya yang lebih ahli, bisa mengendalikan darah dan ditugaskan untuk mencabut nyawa manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Death
Mystery / ThrillerWanita itu mengarungi dunia malaikat yang tidak seharusnya ia jamah. Kekasihnya menjadi tawanan Para malaikat maut, hingga membuatnya menjadi wanita paling nekat di dunia. Tidak peduli apa yang harus dikorbankan. Tidak peduli siapa saja yang harus...