II ' Kepergian Sophia '

362 54 8
                                        

Sophia tampak cantik di peti, dikelilingi bunga yang bahkan kalah cantik dengannya kala itu. Senyum polosnya diukir bersamaan dengan kulitnya yang pucat pasi, seperti nyawa yang ditarik tanpa rasa sakit sama sekali.

Aku menghela nafas panjang, sesekali menengok ke arah atap Gereja di mana para merpati turut serta untuk berduka atas kepergian Sophia. Gereja tampak simpang siur, para penduduk berdatangan memberi hormat kepada salah satu Nona mereka.

"Para pemilik darah merah masih tidak berubah, lusuh seperti biasanya." Ciel sesekali bergumam menatap para penduduk lamat - lamat. "Kita yang berdarah emas tentu tidak se level menghirup oksigen yang sama dengan mereka." manik matanya yang mengkilap menatap angkuh kegaduhan Gereja dari kejauhan.

Tidak ada alasan bagiku untuk menyanggah Ciel, sang calon raja pengganti Hugo yang menghilang entah ke mana. Mengingat rasa sakit yang masih membekas atas kepergian Hugo yang entah berantah, seakan - akan menjadi penyebab kematian Sophia tentu membuat hatiku sakit kembali.

"Ulah calon pasanganmu, nih." sarkasme terdengar sangat kental saat Ciel mengatakannya. Entah mengapa benci rasanya melihat ia tersenyum puas, apalagi jika ditambah dengan taringnya yang menyeramkan. Dahulu aku menganggapnya sebagai adik kecil yang lugu, yang menyenangkan untuk diajak menginjak lumpur dan berbaur dengan para warga berdarah merah. Tetapi kini bahkan aku seperti tidak mengenali sosok yang sedang berdiri tegap di sampingku saat ini.

"Kau mau ke mana??" Ciel bertanya sesaat setelah aku membalikkan badan. Pertanyaan Retorik, pikirku.

"Hanya butuh waktu untuk sendiri." sorot mataku menatapnya tajam, api biru di jari jemariku hampir membuat hawa di sekitar taman dekat Gereja panas. Ciel menyadarinya, lalu kembali terdiam.

"Lakukan apa yang kau mau, tuan putri."

Wajahnya tampak menyeringai antusias.

"Jangan menyesal."













"Nona, apa yang ingin Nona lakukan??" Hector menatapku heran. Wajahnya yang sudah menampakkan beberapa keriput menandakan dirinya yang sudah cukup berumur. Pin bersimbolkan kebanggaan perpustakaan Istana melekat secara permanen di kerah kemejanya.

Lengan - lenganku sibuk memapah buku - buku yang berisikan ratusan bahkan ribuan halaman di perpustakaan Istana, tidak sempat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Hector barusan. Sepasang mataku tengah memperhatikan satu - persatu isi buku yang sedang ku baca.

"Buku Panduan Sihir antar Dimensi?" Hector kembali menatapku tidak mengerti. "Nona, jika kau ingin mencari sesuatu, mungkin aku bisa membantu."

"Bagus." aku tersenyum sumringah. Mengingat Hector adalah salah satu orang yang kupercaya di Istana ini, tentu bukan pilihan yang salah jika kuberi tahu rencanaku kepadanya.


"Aku ingin mencari Hugo dan mengembalikan nyawa Sophia di Dimensi para Malaikat."



























Black DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang