"Kau bercanda?"
Tidak, aku tidak bisa. Wajahku tidak kalah merahnya dengan tomat. Kedua tanganku refleks mengepal, api biruku mulai menyala, konstan dari jari menuju lengan, semakin besar. Hector yang melihatnya segera menepuk bahuku, untungnya api tersebut langsung padam.
Lorong istana mendadak terdengar sangat ramai, lebih seperti ramainya bondongan para prajurit. Hector menyadarinya, lalu menarikku keluar dari ruangan misterius itu, merubah pintu kuno tersebut menjadi rak perpustakaan normal seperti biasanya.
Aku tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi?
"Nona Illona." suara kakek tua itu terdengar parau, terdengar sama menyedihkannya saat di mana ia kehilangan gadis kesayangannya. Bukan kebiasaanku untuk menduga - duga apa yang sedang terjadi di luar sana,
Tetapi kuharap itu bukanlah hal yang buruk.
Brak
Pintu perpustakaan terdengar seperti di dobrak. Derap langkah prajurit terdengar seolah mengundang keheningan di perpustakaan istana. Kakek tua yang sedang berdiri di sampingku menatap sarung tangannya kosong.
Tidak. Jangan karena aku.
"Nona Illona, kau mengerti kan, harus berbuat apa?" Aku menahan air mata, namun malah bobol--- tidak bisa di bendung. "Aku sangat menyayangimu, seperti Natalie. Tentu aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, bukan?" sambungnya, sempat - sempatnya memasang senyum lemah terburuk yang pernah kulihat.
"Tidak, tunggu---"
Hector mendorongku kuat - kuat, sangat keras hingga membuatku tidak sengaja terpental masuk ke dalam pintu misterius itu lagi, bahkan sebelum aku mengucapkan kalimat perpisahan dengannya.
Jelaga kembali menyelimuti pakaianku yang bertema biru gelap. Salah satunya yang di sudut ruangan, terjatuh karena dobrakan yang sangat keras dan mengenai kedua mataku hingga membuatku kelilipan.
Aku mendengarnya, dobrakan yang ketiga kalinya, pintu perpustakaan itu terbuka. Desas - desus Hector dengan para prajurit terdengar sangat jelas sebelum aku mendengar suara tarikan peluru. Yang kemudian disusul dengan raungan seekor Serigala.
Kupikir Hector akan melindungi dirinya yang sudah berubah wujud, namun dugaanku salah. Meski kekuatannya jelas berbanding jauh, nyatanya ia lebih memilih untuk menahan diri ketimbang melukai para prajurit sialan itu.
Suara dentuman berkali - kali terasa hingga membuat debu beterbangan, yang kemudian disusul dengan raungan, baik dari serigala itu maupun dari teriakan para prajurit. Sesaat terasa janggal, dengan familiernya teriakan tersebut hingga mengingatkanku dengan jeritan para Gymph--- klan berdarah biru dengan jeritan
yang memekakkan telinga sebagai senjata pamungkas khas mereka.Hening, puluhan menit terisi oleh keheningan dan deruan nafasku. Jantungku berdebar sangat cepat, kentara sekali sehingga kau akan mengira serangga di sudut ruangan terganggu dengan debaran jantungku.
Tok tok
Tok
Tok.
"Hector?" kian lebar pintu tersebut dibuka, kabut tebal kian mengisi penuh ruangan tanpa celah. Bayangan sesosok jangkung terdistorsi oleh kabut misterius itu, jelaga tidak kalah menutupi apa yang berada di hadapanku saat ini.
"Illona... " tubuhku beranjak secara naluriah saat mendengar suara Hector yang disusul dengan tubuhnya yang mendadak muncul. Kau mengerti maksudku? Muncul tiba - tiba, secara harfiah. Pakaiannya yang semula sangat rapi tersobek - sobek oleh mereka----para prajurit sialan itu, atau bahkan Gymph seperti yang kuduga.
Aku mengumpat dalam hati, ingin bertanya apa yang terjadi ketika Hector di luar sana, namun melihat kondisinya yang sangat mengenaskan membuatku mengurung sementara niat tersebut.
"Pergi... " kata Hector sambil membetulkan sarung tangannya yang sebelah kiri. "Pergi, dari sini... Sekarang juga."
"Apa maksudmu?" sergahku cepat - cepat. "Khawatirkan dulu kondisimu, bukannya memerintah yang tidak masuk akal begini."
"Sekarang." tatapan tajamnya membuatku berjengit, mundur menjauhinya. Andaikan degup jantungku terdengar saat ini, sudah tidak masul akal aku bisa bertahan dengan tempo jantung secepat itu.
Hening kembali menusuk seperti dinginnya suhu yang menembus tulang. Manik matanya yang gelap bahkan enggan untuk menatapku setelah dikhawatirkan setengah mati, setelah ia berkorban untukku atas nama Natalie.
"Kau---" melihatku yang tidak sanggup melanjutkan kata - kata, kakek tua itu meletakkan tangannya yang sudah berkerut tepat di keningku. "Tidak banyak waktu," gumamnya pelan. "Tidak bisa begini terus, para prajurit akan mengetahui rahasia kita tentang ruangan ini."
"Apa?"
"Kepada yang mengatur sumpah para umat manusia di muka bumi ini," bekas memar yang disertai dengan beberapa bercak darah di wajahnya membuat Hector berjengit dengan setiap kata yang ia ucapkan.
"Hector, tunggu-----"
"Aku, sebagai generasi terakhir di mana para serigala mengikat kesepakatan di bulan purnama bersama bangsa Nymph,"
"Hector!! dengarkan aku----"
"Bersumpah, akan menukar jiwaku dengan jimat sebagai wujud suara untuk meniadakan Dia yang menjadi ancaman bagi keluarga Samantha,
Maupun keluarga Osamos."
Para serangga yang kukira hanya menjadi penonton sedari tadi, menyelimuti figur jangkung di hadapanku--menggerogotinya dengan sangat ganas.
Aku menutup mulut, hendak mundur, namun jelaga membuat kakiku tersandung hingga membuat kepalaku terbentur dinding.
Pandanganku kabur, perlahan
namun pasti....Semuanya menjadi gelap.
3 jam yang lalu aku menduduki kursi di perpustakaan istana hanya untuk mencari buku legenda tentang sihir antar dimensi.
Kini, sangat tidak masuk akal melihat tubuhku terbangun di kamar Ayah
dan Ibu----Ratu dan Raja yang paling berkuasa di Istana ini."Hector mati berkorban untukku."
"Bunuh."
"Bunuh mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Death
Mystery / ThrillerWanita itu mengarungi dunia malaikat yang tidak seharusnya ia jamah. Kekasihnya menjadi tawanan Para malaikat maut, hingga membuatnya menjadi wanita paling nekat di dunia. Tidak peduli apa yang harus dikorbankan. Tidak peduli siapa saja yang harus...