Canggung.
Perjalanan mereka terasa canggung. Hawa dingin oleh hujan yang mengguyur, pula pendingin mobil mewahnya, mendominasi dan menambah rasa canggung mereka.
Jongin tak tahu harus memulai pembicaraan yang semacam apa. Kala mencuri lirikan ke arah lelaki mungil di sampingnya, dia hanya menopang dagu sembari terus menatap ke luar jendela mobil.
"Terima kasih," lirihnya kemudian; membuat Jongin harus melirik menangkap wajah berterima kasihnya.
"Karena sudah mengantar pulang dan karena lebih membelaku dari ucapan sahabatmu tadi." Dia tersenyum tipis. "Jika dipikir-pikir, ini pertama kali bagiku. Seseorang yang lebih memilih berada di pihakku."
Sempat tertegun sejenak oleh ucapannya. Namun, kemudian Jongin mendeham. "Ehm ...."
"Soal yang tadi pagi. Aku terlalu kejam mengatakan kau tidak akan pernah mendapatkan pasangan seumur hidupmu. Kuharap kau bisa memaafkan."
Meski masih bertopang dagu, mata bulat itu menjeling untuk melirik Jongin, lantas tersenyum lagi. "Bukan masalah besar," ucapnya.
"Ah, kau bilang aku melakukan hal yang membuatmu merasakan sesuatu tadi malam; sebenarnya apa yang sudah kulakukan padamu?" Jongin bertanya ragu-ragu.
Dia tahu ini bukanlah pertanyaan baik-baik. Namun, ia sungguh penasaran dan merasa bersalah sekali lantaran melupakan, pula berpura-pura tak mengenal. Apalagi sang lelaki mungil tampak begitu marah.
"Kau melakukan sesuatu yang maha dahsyat." Ucapan santai tanpa melirik Jongin itu, justru membuat Jongin tercekat; menerka-nerka kelakuan maha dasyat semacam apa yang terjadi.
"Itu pertama kalinya aku merasakan hal yang luar biasa semacam itu."
"D—Dashyat? Luar biasa? A—Apa sebenarnya yang terjadi?" Jongin panik.
Dia terkikik. Dengan tangannya yang kemudian menopang kepala, dia melirik Jongin. "Kalau kubilang, kau mencabuli dan membuatku hancur berantakan tadi malam? Apa yang akan kau lakukan?"
Mata elang Jongin membulat. Napas tercekat dan sekuat tenaga menelan air liur untuk membasahi kerongkongan. Dia masih belum percaya jika dirinya memperkosa seorang lelaki.
"A—AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB!" Kalimat itu terlontar begitu saja. Lagi pula, yang semacam ini adalah tindakan yang benar setelah berbuat kesalahan.
Sang lelaki mungil sudah pasti terkejut, mata yang bulat itu mendelik sembari melirik Jongin. Namun, hanya beberapa detik saja, karena setelahnya ia terkikik dan terbahak-bahak.
Di saat yang semacam ini, Kim Jongin yang terkesima. Lelaki mungil yang sedang terbahak-bahak ini mengalihkan dunianya.
Jongin mau tak mau harus mengakui jikalau lelaki yang katanya preman ini, malah tampak cantik ketika terbahak. Dia begitu manis dengan gigi putih pula bibir tebal yang merah.
Untuk alasan kekaguman itu, kini jantung Jongin berdetak kencang. Wajahnya memerah.
"Bagaimana bertanggung jawab? Aku bahkan bukan seorang wanita." Dia berucap sembari dibarengi tawa yang girang, membuat kesadaran Jongin kembali menyapa.
"T—Tetapi, aku tak bisa meninggalkanmu begitu saja," ucap Jongin terbata-bata.
"Lagi pula, kau kan seorang lelaki normal. Bagaimana cara bertanggung jawab kepada seorang lelaki penyuka sesama jenis?" Dia berhasil mengontrol tawa, dengan wajah berbinar menggoda, dia menatap Jongin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Trap
Fanfiction[COMPLETED] (21+) Boys Love. This story contains some sex scenes in detail, unappropriate words, and uneducated manners. Do not read if you're underage! Mereka terbangun di ranjang yang sama, bahkan di selimut yang sama. Namun, Kim Jongin...