16. Bad Side [Hinata Version] (2)

1.3K 115 16
                                    

Shortlist Part
NaruHina
Masashi Kishimoto (Disc)
Hanaamj

.

.

.

.

Rate: M- (Warning: Sadistic content)
Genre: Sadistic
Alternate Universe
Third Point Of View

.

.

.

.

"Tanpa nyawa, bukanlah alasanku untuk berpisah."

.

.

.

.

"Kita putus, Hinata."

Dengan gerakan cepat, Naruto menjauhi Hinata yang mematung. Pemuda itu buru-buru melangkahkan kaki untuk meninggalkan apartemen Hinata, dimana tempat itu adalah saksi dari berakhirnya hubungan mereka. Instingnya berkata ia harus cepat.

"Kau... mau kemana?" ucap Hinata lirih. Ia tidak mendapatkan jawaban lantaran ucapannya sangat pelan, atau mungkin karena pemuda itu telah menjauh.

Begitu sampai di depan pintu apartemen, Naruto sedikit merasa lega. Setidaknya gadis bersurai kelam itu tidak mengejarnya. Jujur, ia takut. Namun, justru ketakutan itu semakin memuncak saat pintunya benar-benar terkunci. Sedangkan kuncinya tidak tergantung di sana. Dalam hati ia terlonjak dan menyumpah berkali-kali.

Bunyi rumah kunci pintu yang diputar paksa berkali-kali terdengar dengan suara tidak sabaran. Sesekali pukulan kepada daun pintu terdengar keras. Naruto merasa kesal. Berusaha menenangkan diri, perlahan ia menghela nafas. Kepalanya ia tolehkan ke belakang---ke arah tempat Hinata berdiri. Sayangnya, gadis itu sudah menghilang dari pandangan.

Pelan-pelan Naruto langkahkan kakinya untuk mencari Hinata. Mata sewarna laut itu bergerak secepat kedipan mata demi mencari tujuannya. Kilatan mata sekejap nampak sedikit waspada. Dan, ia mulai melangkahkan kaki ke dapur.

Sayangnya, tiada orang di sana. Tentu selain dirinya. Mungkin.

BRUAKH!

Bunyi tendangan yang mengenai sasaran, sekaligus target yang rubuh terdengar sungguh gaduh. Yang terjadi baru saja membuat meja makan terbentur dan bergeser, benda di atas sana berjatuhan. Hinata menendang Naruto sekuat tenaga tepat pada bagian punggung. Pemuda pirang itu ambruk ke depan, dengan kening menghantam lantai.

Belum pulih dari kesadaran yang hanya setengah, seketika kesepuluh jarinya terasa terinjak. Ia tersentak kaget lantaran rasa sakit di kepalanya bertambah ke jemari.

"Maaf, Sayang. Aku akan menghancurkan jarimu. Jarimu berbahaya bagi rencanaku," Hinata berkata dengan kekehan.

Tidak lama Naruto menjerit. Hinata menginjak seluruh jarinya tidak main-main. Ia bersungguh-sungguh untuk menghancurkannya. Diinjaknya jari itu seperti sedang bermain dance game. Tentunya ia senang.

Berbeda dengan Naruto. Berteriak-teriak kesakitan karena rasa yang amat sakit pada tangannya. Menangis pilu. Ia yang masih tengkurap, tentunya tidak bisa bangun sebab tangannya tertahan. Sejenak, ia merasakan betapa kejamnya kehidupan.

Kraak!

"Aggghhhhh!"

Dan terus seperti itu sampai beberapa saat.

Hinata mengibas tangannya, merasa gerah. Kakinya yang dilindungi high heels bercampur darah menyingkir dari jari yang sudah tidak berbentuk itu.

Naruto merasakan tangannya mati rasa. Kesadaran yang ia punya mungkin tidak lebih dari setengah. Mata sayunya berkedip-kedip lantaran pandangannya serasa mengabur. Buram dengan kepala yang serasa semakin berat.

Hinata mulai menduduki Naruto yang masih berada dalam posisi tengkurap. Tangan halus itu mengusap surai pirang Naruto dengan sayang, bahkan sangat lembut seakan ia tidak mau menyakitinya. Perlahan, tangannya meraba turun menuju leher tegas pemuda setengah sadar itu. Satu jari Hinata ia gunakan untuk mencari dua titik nadi di lehernya. Sekarang, ia telah menemukannya.

Kedua tangan gadis itu mulai menggenggam batang leher Naruto dengan bentuk jari melingkar. Beberapa jarinya ia tempatkan tepat di titik nadi yang masih berdenyut. Sekarang ia mulai menekannya, semakin kencang, dan bertambah kencang.

Naruto menggeram tertahan dan matanya membelalak. Ia menggertakkan giginya kuat-kuat. Dirinya menahan sakit, nyeri, bahkan segala jenis rasa sakit dari penekanan yang terjadi pada leher. Ia memberontak sekuat tenaga. Sayangnya, badannya hanya bisa bergerak sedikit karena ia tertindih. Tangannya tidak bisa diajak kompromi, mati rasa.

"B-ber...hen...ti."

Rasa sakit yang dirasa Naruto semakin menjadi-jadi saat paru-parunya mulai meraung membutuhkan oksigen secepatnya. Ia semakin membelalak. Meronta keras-keras. Kakinya menendang-nendang, bahkan sampai mendorong meja makan hingga kembali bergeser.

"Nghh-"

"Diam dan tenanglah."

Gadis surai kelam itu semakin gigih.

Pupil mata Naruto semakin mengecil. Matanya hampir sampai menunjukkan warna putih seluruhnya, akibat menahan sakit tiada tara. Air liurnya mulai menetes dari mulutnya yang menganga lebar. Wajahnya yang berpeluh keringat mulai membiru.

Naruto mulai kehilangan kesadaran sepenuhnya---tidak, kehilangan nyawa.

***

"Selamat pagi, Sayang!"

Gadis dengan surai biru kelam panjang membuka pintu dengan tidak sabar. Senyum sumringah terlihat jelas di wajahnya yang cantik.

"Wah, semakin hari semakin bau saja."

"Kau tidak mandi, ya?"

"Eh, aku baru ingat. Yang kau butuhkan bukan mandi mau pun sabun mandi serta shampo."

"---Kau butuh formalin."

END (2)

1. Information:
-Words totaly: 661 Words (hanya cerita saja)

2. Author Note:
Maaf OOC. Saya sudah peringatkan di awal chapter, kalau ini berbau konten sadis.

Oh ya, kalian lebih suka cerita NaruHina dengan genre seperti apa? Romance? Angst? Hurt? Humor? Atau sadistic seperti ini?

Shortlist Part | ɴᴀʀᴜʜɪɴᴀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang