Bagian 7

1.2K 139 9
                                    

Setelah Ayano puas menusuk si keparat yang membunuh Taro Yamada, dia berlari menuju senpainya yang bersimbah darah tersebut dan memeluknya. Dia menangis sekeras kerasnya.

Budo berusaha menggerakkan kakinya yang membatu itu dan berjalan mendekati mereka. Namun dia tetap saja tidak bisa berkata apa-apa. Pikirannya sudah bercampur aduk sampai tidak bisa memikirkan apapun.

"Senpai...senpai...hiks. Senpai bukalah matamu..." Ayano tersedu-sedu sampai terbatuk batuk. Rasa sakit ditubuhnya kian bertambah seiring ia merasakan dinginnya tubuh senpai. "Senpai...aku tidak bisa hidup tanpamu senpai...kaulah satu-satunya alasanku untuk hidup. Dan sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk hidup..." Ayano mengambil pisaunya dan mengangkatnya, dia hendak membunuh dirinya sendiri.

Melihat itu Budo tidak bisa diam lagi. Segala pemikirannya yang kacau balau dia singkirkan jauh-jauh. Budo segera berlari ke tempat Ayano. Tepat sebelum pisau itu menusuk gadis yang dicintainya, Budo membanting tangan Ayano ke udara sampai pisau itu terpelanting jauh.

"APA YANG KAMU LAKUKAN HAH!? Senpai... aku tidak bisa hidup tanpanya!! Begitu juga dia! Dia pasti menungguku disana, aku harus segera pergi!" Ayano berdiri untuk mengambil pisaunya lagi.

Namun Budo menahannya dengan memeluknya dari belakang dan membekapnya, sehingga Ayano tidak bisa bernapas. Napas Ayano semakin menipis, hingga akhirnya dia pingsan. Budo membaringkannya dan mulai menitikkan air mata, sunyi tanpa suara.

Budo tidak percaya selama ini pembunuh berantai itu adalah gadis yang disukainya. Master bela diri itu berjalan kearah jasad teman sekelasnya, Taro Yamada dan menatapnya sambil menangis. "Maafkan aku kawan..."

Lalu Budo berjalan ke arah Ayano yang bajunya sudah compang-camping, dan terluka disana-sini. Lelaki itu melepas gakurannya dan memakaikannya ke Ayano. Lalu menggendong yandere itu dibelakang punggungnya.

Setelah berjalan beberapa langkah, Budo kembali menatap kebelakang dan pergi begitu meninggalkan sekolah.

Untung saja Budo pernah menanyakan pada Ayano dimana dia tinggal. Karena tujuannya kini adalah ke rumahnya. Rumah Ayano memang tidak jauh dari sekolah Ketika sampai di depan pintu, Budo mengetuk dengan dahinya. "Permisi...," ucap Budo yang masih lemas. Namun tidak ada tanggapan sama sekali. Sepertinya tidak ada orang Batinnya.

Lantas Budo meletakkan Ayano dan merogoh isi tasnya untuk mencari kunci rumah. Ia masukkan kunci tersebut dan pintunya berhasil terbuka. Budo mengambil tasnya dan tas Ayano, lalu menggendong Ayano di depan bak tuan putri yang terluka.

Budo meletakkan Ayano di sofa, tidak lupa untuk menutup pintu depan. Dia mulai mencari wadah untuk air, antiseptik, kain kasa, dan plester untuk mengobati Ayano. Sebenarnya pakaian Ayano sudah tidak layak untuk dipakai, banyak bekas darah dan sobekan. Tetapi Budo masih tahu diri kalau Ayano itu perempuan, dia tentu sangat malu untuk membuka bajunya.

Yang bisa ia lakukan sekarang adalah menunggunya, menyelimutinya dengan gakurannya tadi, dan memusingkan segala hal yang baru saja terjadi. Mungkin aku sudah gila, yah, menolong seorang pembunuh berantai yang Budo benci selama ini. Apalagi yang bisa mendefinisikan kata selain 'gila'? Ah ya, terbutakan oleh cinta.

Budo memainkan semua rekaman tentang Ayano di kepalanya. Dia ingat perbincangan dengan Ayano tepat saat rumor mayat Osana beredar di hari lalu. Sekarang Budo tahu, semua itu hanyalah kebohongan. Lalu saat Ayano masuk ke klubnya, itu juga pasti agar dia bertambah kuat untuk melancarkan pembunuhannya, pikir Budo dalam hati. Dia juga jadi tahu siapa senpai yang dimaksud Ayano. Pria yang sedang linglung tersebut menghembuskan napasnya.

***

Senpai [BudoxAyano](Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang