FIRST+KISS

3K 143 19
                                    

Anita pov.

Berulang kali ku lihat kearah kamar Bastian yang sekarang masih tertutup. Aku sedikit merasa bersalah dimana tadi dengan tak sopannya mengusir Bastian karena ia kedapatan bau rokok. Sebenarny dulu aku tidak separanoit ini dengan bau rokok tapi semenjak masa kehamilan ini aku sudah tidak bisa mentolelir bentuk apa saja yang berkaitan dengan bau rokok atau asap rokok.

“Apa gua samperin aja ya si Bastian dan minta maaf” gumamku sambil sesekali melihat pintu kamarnya yang masih tertutup.

“Tapi gua gengsi” ucapku lagi sambil mengacak-acak rambutku kesal.

“Oke, gua akan minta maaf” ucapku akhirnya dan beranjak dari sofa menuju kekamar Bastian.

Dengan sedikit ragu kulangkah kan kaki ini menuju kamarnya.

“Ketuk gak ya” gumamku ragu saat sudah berhasil berada tepat di depan pintu kamar Bastian.

“Ah.... mungkin besok aja deh” ucapku dan ingin bergegas pergi menuju kamar ku. Tapi saat kakiku ini akan beranjak menuju kamar ku yang terletak di samping kamar Bastian tepat, tiba tiba aku mendengar suara gaduh dari dalam kamar Bastian seperti ada sesuatu yang sengaja di lempar dan menghasilkan benturan keras.

“Bas.. lo baik baik aja didalam” teriakku dan berusaha mengetok pintu kamarnya.

“Bass.. “ teriakku kembali saat tidak mendapat sautan dari empunya.

“Ah... sial kemana sih manusia bodoh itu” gumamku sedikit khawatir tak mendapati suara apapun dari dalam lagi.

Dengan sedikit ragu kubuka pintu kamarnya secara perlahan.

“Sial” umpatku saat sudah berhasil membuka pintu kamarnya dan mendapati kamar miliknya seperti kapal pecah.

“Bas...” pangilku pelan mencari keberadaan manusia bodoh itu.

Kuedarkan pandanganku mengamati kekacauan yan terjadi di dalam kamar miliknya ini. Sebenarnya apa yang terjadi masak iya cuma gara-gara aku mengusirnya tadi dia langsung berkecil hati dan membuat kamarnya seperti kapal pecah seperti sekarang. Sungguh tak masuk di akal.

Samar-samar aku mendengar suara gemercik ari dari dalam kamar mandi miliknya. Dengan nafas lega kuarahkan kakiku menuju pintu kamar mandi. Kuketuk perlahan guna memastikan apakan ia benar-benar didalam atau tidak.

“Bastian, are you oke”

Tak ada sautan dari dalam. Dengan rasa penasaranku yang semkin tinggi ku putar kenop pintu dan membukanya secara perlahan dengan ragu-ragu ku sembulkn kepalaku dan apa yang barusaja aku lihat benar-benar membuatku sedikit tak percaya.

“Manusia itu benar-benar bodoh atau memang bodoh” cicitku kesal melihat kelakuan bodohnya.

“Lo gila ya” teriakku kesal dan menarik tubuh Bastian dari guyuran Shower yang sudah berhasil membuat sekujur tubuhnya basah kuyup dengan pakaian yang masih melekat pada tubuhnya.

Kulihat Bastian sedikit terkejut akan tarikanku akan tubuhnya.

“Plakkk” sebuah tamparan kudaratkan ke arah pipi kanannya tidak begitu keras tapi cukup membuat pipi kananya memerah.

“Stupid” gumamku menarik tubuh Bastian dan mengiringnya menuju kedalam kamar yang tentunya masih acak-acakan.

“Hangatin tubuh lo sama selimut ini!” Ucapku menarik selimut yang berada  tak jauh dari jangkauan tanganku. Dan menyerahkan telimut coklat tua itu kearahnya.

Kulihat Bastian hanya diam saja ditempatnya tak menangapi ucapanku ataupun mengambi uluran selimut yang aku beri kepadanya.

Tanpa menunggu respon darinya, segera ku balutkan selimut yang ku pegang sekarang ke tubuh ringkih milik Bastian. Dia tetap diam bahkan sekarang malah menundukan kepalanya dalam-dalam.

“Oh, mungkin disini ada hair-dryer.” Ucapku berjalan dari ujung keujung dan mencoba menggali kotak-kotak dan akhirnya aku menemukan hair-dryer kecil.

“Keringin rambut lo sekarang. Jika lo gak lakuin sekarang, lo bisa sakit kepala nanti.”

“Tidak perlu. Pasti akan kering sendirinya sebentar lagi”

“Bodoh! gua akan bantuin keringin rambut lo.” Ucapku dengan sekarang tangan ku sudah mengacak-acak rambut Bastian berusaha mengeringkan rambutnya dengan hair-dryer yang aku pegang sekarang.

“Bas... lo gak seharusnya sejauh ini korbanin hidup lo buat gua dan gua tau lo gak menginginkan anak ini, kan?” ucapku di sela-sela mengeringkan rambut Bastian yang sekarang sudah sedikit kering.

Kulihat Bastia terkejut dan mulai menatap nanar kearah ku “Anita aku mohon jangan memulainya lagi” ucapnya lirih dan sedikit mengeleng gelengkan kepalanya.

“Kenapa Bas ? Dan juga, kita berdua adalah orang asing. Kehidupan kita berdua seharusnya juga tak seperti ini. Hidup lo gak akan terbebani hanya gara-gara anak ini”

“Dan besok gua akan kerumah sakit untuk aborsi anak ini” ucapku sambil melepas tanganku dari kepalanya.

Kulihat Bastian bersandar di sandaran ranjang dengan tangan terlipat. Saat aku ingin beranjak dari kasur berusaha mengabaikannya dan berjalan menuju pintu tiba-tiba aku di kejutkan dengan sebuah tangan yang meraih lenganku lalu menarik ku secara kuat yang mengakibatkan ku limbung tidak bisa mengatur gerak tubuhku dan menyebabkan tubuhku langsung terbentur kearah tubuh Bastian.

Aku berteriak saat Bastian tiba-tiba menjatuhkan tubuhku ke tempat tidur. Dengan senonohnya kulihat ia menaiki tubuh ku dan menjepit kedua tanganku dengan tangan besar miliknya. Aku yang masih syok dengan apa yang terjadi tidak sempat menyadari apa yang terjadi slanjutnya.

Tiba-tiba ku rasakana sebuah bibir menubruk bibirku. Bastian menciumku sangat keras dengan mulut terbuka yang membuat ku kualahan saat menghadapi jiwa iblisnya sekarang.

“ Brengsek.... lepas !” teriak ku memukul dada bidang Bastian secara brutal berusaha melepaskan diri.

Tapi sepertinya pukulanku tak berarti apa-apa pada tubuhnya terbukti dari gerakan tubuh Bastian yang semakin menjadi terhadapku.

Tanpa sengaja aku mengerang begitu bibir sialan Bastian menyentuh bibirku lagi. Tanpa kusadari aku tersesat dalam setiap sentuhan dan feromon yang di berikan Bastian. Aku sempat mendengar Bastian juga ikut mengerang dan sekarang berusaha menjulurkan lidahnya ke dalam mulut ku untuk memperdalam ciuman kami.

Sial rasanya begitu memabukan.

Bastian menggerakkan bibirnya ke arah kulit leher ku yang terekspos. Napasku menyentak ketika tiba-tiba ku rasa sebuah gigi menggigit tulang selangkaku dan mencium lembut bagian bawah rahangku. Desahan tertahanku dengan brengseknya keluar dari mulutku yang mengakibatkan sentuhan Bastian pada leher ku semakin menjadi-jadi.

Aku merasakan tangannya tak lagi mengapit lenganku. Dengan kesadaran penuh dan kekuatan yang masih tersisa kucoba melakuka perlawanan kembali dan

“PLAKK” sebuah tamparan keras berhasil ku daratkan pada pipi kanannya yang tadi sempat ku tampar. Yang mengakibatkan sudut bibirnya sobek dan berdarah.

“Anita” ucapnya lirih sambil memegangi bekas tamparanku yang jelas masih membekas di pipinya.

“BAJINGAN... !!” teriaku keras tepat di depan wajahnya dan segera bergegas pergi dari dalam kamarnya.

“Anita tunggu”

Teriakan darinya tak ku hiraukan. Dengan emosi yang meluap-luapa kulangkahkan kakiku menuju kamar ku. Tanpa berfikir panjang lagi kutarik koper yang berada di atas almari dan segera memasukan semua pakaianku kedalam koper.

Aku merasa kecewa dan marah secara bersamaan dengan apa yang Bastian lakukan padaku barusan. Aku tak percaya ternyata inikah alasan mengapa ia menikahiku, hanya untuk memuaskan kebutuhan biologisnya yang membuat ku semakin merasa jijik saat melihat wajahnya.

Dengan terburu-buru ku tarik koper yang sudah terisi penuh dengan pakaianku. Saat aku hendak membuka pintu tiba-tiba aku di kejutkan dengan sosok orang yang membuat ku merasa mual di buatnya.

“Anita... Aku minta maaf aku sunguh tak bermaksud untuk itu, aku benar benar khilaf Anita” ucap Bastian sambil berusaha memegang lenganku.

“Lepas Brengsek...!” teriakku keras dan menghempaskan tangannya yang menyentuh lenganku.

“Anita... Aku mohon maafkan aku, aku tak bermaksud untuk melecehkanmu. Aku terbawa emosi tadi” ucap Bastian yang sekarang menjatuhkan lututnya yang mengakibatkan ia sekarang menjadi berlutut kearahku.

“Cukup ! gua gak mau lagi dengar semua alasan dari mulut lo. Sekarang biarin gua pergi” ucap ku yang sekarang sudah melangkah menjauh dari Bastian.

“Tidak.. Anita ! jangan pergi kumohon maafkan aku” teriak Bastian.

Tak ku hiraukan teriakannya aku tetap berjalan menuju pintu Apartemant. saat sudah mengapai knop pintu tiba-tiba sebuah teriakan berhasil membuatku berhenti dan memalingkan wajahku kearah teriakan itu.

“Bastian.......”





* * * *





MY ANGEL ISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang