Part 10

1K 67 2
                                    

Sudah satu bulan...
sejak Queen meninggalkan rumah, juga dirinya.
Wei kembali merasa sepi, meskipun hadirnya Queen tak merubah banyak pola kehidupannya yang monoton. Tetap saja Wei merasa kehilangan.

Wei menatap lukisannya sejenak. Pria itu menaruh kuasnya.
"Kau selalu cantik." gumam Wei pelan.

Sudah selama itu pula Wei melukis dengan Queen yang menjadi modelnya. Bayangan wajah Queen selalu terlintas di benak Wei.

"Setidaknya, istirahatlah dulu." gumam Alfi setelah duduk disamping Wei.
Pria itu mendengus kala tahu bahwa sahabatnya tak menoleh sedikitpun dari lukisan Queen.

"Aku baru tau, ada orang sampai gila begini hanya karena seorang gadis." ucapnya dengan nada mengejek.

Wei meliriknya sekilas. Ia tak perduli Alfi mengejeknya.
"Aku tak keberatan diejek seperti apapun.. asal kau kembali  kedalam pelukan ku Queen." ucapnya dalam hati.

Alfi meringis, ia tahu sangat keterlaluan. Tapi bagaimanapun, ia tidak ingin Wei terlalu terlalut dalam kesedihannya.
Putus cinta dengan Anastasya saja Wei tidak terlalu separah ini.

"Queen, mungkin ini permintaan pertamaku padamu. Aku mohon, dimanapun kau berada. cepatlah kembali. Wei sangat membutuhkan kehadiranmu." mohon Alfi.

Wei kembali mengambil kuasnya, kemudian mengambil kanvas.
Bibir pria itu tersenyum tipis. Sebelum tangannya menggores sebuah karya disana.

*

Sejak Queen menyetujui usulan para tetua untuk menggantikan sang ayah menjadi ketua keluarga/klan.
Gadis itu mempelajari tentang ilmu bela diri jauh lebih dalam lagi dari sebelumnya.
Setiap pagi ia akan melihat ke medan perang. Dan malamnya ia lalukan untuk berlatih. terus seperti itu selama satu minggu - menurut dunia lain - dan disinilah ia sekarang.
Menghadapi para pemberontak yang mengambil nyawa ayahnya.
Bibir gadis itu berdecih. Queen yakin, ia tak bisa mundur.
Ternyata pasukan pemberontak jauh lebih banyak dari perkiraannya.

Jantung Queen berdetak lebih keras kala melihat musuh yang berjejer rapih didepannya. Tangannya mengepal memegang erat pedang yang kini menjadi senjatanya untuk melawan para pemberontak.

Gadis itu menelan ludah kasar, baru kali ini ia ikut berperang.
Jujur, Queen merasa ketakutan. Tapi gadis itu berusaha tegar dan meyakinkan dirinya sendiri pasti menang.
Agar ia segera kembali menghadap sang tuan yang mungkin tengah kebingungan mencarinya disana.

"Baru kali ini aku melihat seorang gadis yang memimpin perang."ucap ketua pemberontak tersebut. Mata pria itu menatap Queen dari atas sampai bawah.
Membuat Queen risih dibuatnya.

"Ck..ck..ck." pria itu berdecak beberapa kali. Ia menatap remeh pada Queen.
"Seharusnya kau dirumah saja nona."ujarnya dengan tawa geli.
"Seorang gadis tak cocok berada disini." selanjutnya pria itu tertawa kembali. diikuti oleh anak buahnya.

"Menjengkelkan sekali." batin Queen geram.

Queen mengangkat dagunya angkuh. Menatap penuh intimidasi ke semua pria yang mengoloknya tadi.
"Lihat saja apa yang akan terjadi nanti."  batinnya geram.
Queen mengangkat tangannya. Memberi pasukannya  kode untuk menyerang. Gadis itu sudah siap. Ia berjanji akan menuntaskan perangnya secara cepat.

"Serang!" seru pasukan Queen.

*

Museum yang disewa Wei untuk pamerannya kini sudah terisi penuh oleh para tamu yang diundangnya.
Kebanyakan memang para pengusaha, juga mafia ataupun yakuza yang berada disini. Jelas, Wei hanya akan mengundang mereka yang mempunyai selera seni yang tinggi.
Wei juga ingin melelang semua lukisannya.

The Devil In The Painting [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang