Part 7

1.3K 96 0
                                    

Braaaak!

"Kau!"

"Ayah!"

.
.

Queen menatap Xia Yuan Mo dengan pandangan berbinar. Dengan gerakan cepat ia menghambur ke dalam pelukan hangat sang ayah.
Ia sudah merindukan sosok yang selalu bersama dengannya. Queen sangat, sangat merindukan ayahnya.

Disisi lain Xia Yuan Mo menatap dan membalas pelukan putrinya. Pria itu diam-diam tersenyum lembut melihat putrinya kembali hidup.

"Kau hidup kembali Queen?" Tanyanya tak percaya.

Queen mengangguk semangat, senyum manis tak lepas dari bibir tipisnya.

Alis Xia Yuan Mo bertaut, bingung. "Siapa yang sudah menghidupkan mu kembali?"

Senyum manis Queen menghilang seketika. Tidak.. Queen tidak akan mengatakan siapa yang menghidupkan nya kembali. Atau dirinya akan kehilangan Wei Xiang selamanya!

Queen menatap wajah datar ayahnya.
"Ayah tidak perlu tau, yang jelas dia manusia." Ujarnya pelan.

Xia Yuan Mo mendengus, ia merengkuh tubuh Queen ke dalam pelukannya kembali. Ia tidak rela berjauhan dengan Queen, anak semata wayangnya.
"Manusia? Makhluk rendahan itu?! Cih!" Xia Yuan Mo menghela nafas kasar.
"Baiklah, yang penting. Kau sudah hidup kembali. Ayah senang melihatnya." Bisik ayah Queen.

"Meski ayah tak rela kau hidup dengan darah itu." Batin Xia Yuan Mo.

Bibir Queen mengerucut, ia tak suka kata-kata sarkas dari ayahnya. Tapi Queen mengibaskan tangannya, menghalau pemikiran itu. Ia lebih penasaran, apa yang terjadi di depan kediaman ayahnya? Kenapa banyak sekali pasukan khusus?
"Ayah, kenapa didepan sana banyak orang? Seperti ingin berperang saja." Celetuk Queen mengungkapkan rasa ingin tahunya.

Hela nafas keluar dari celah bibir Xia Yuan Mo. Ia menatap netra putrinya lekat.
"Sebaiknya kau harus kembali ke tempat tinggal mu yang sekarang. Tempat ini tak lagi aman untukmu." Sorot mata Xia Yuan Mo berubah menjadi dingin.

Queen sempat tertegun ketika melihatnya.

"Kenapa?" Queen akhirnya bertanya. Jujur saja, Queen penasaran.

"Terjadi pemberontakan di kerajaan Iblis. Para menteri saling menjatuhkan satu sama lain." Tangan Xia Yuan Mo tanpa sadar terkepal.

"Kau harus kembali. Jangan sia-sia kan hidupmu."

Queen meneguk ludahnya kasar, tanpa sadar air matanya mengalir menuruni pipi.
"Lalu.. lalu bagaimana dengan ayah?" Tenggorokan nya tercekat.

Xia Yuan Mo tersenyum dingin, "Jangan pikirkan ayahmu ini." Matanya menyipit tajam, Xia Yuan Mo mengusap pipi putrinya. Sebelum mengusap pipi Queen, Xia Yuan Mo melukai tangannya sendiri. Dan mengeluarkan darah diluka nya.

"Pergilah, kau harus selamat." Ujar Xia Yuan Mo dalam hati. Setelahnya ia mengucapkan beberapa mantra.

Queen pun menghilang dari pandangannya.

"Maafkan ayah. Kau kembali disaat yang tidak tepat Queen. Ayah merindukan mu juga putriku." Gumamnya lirih.

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Xia Yuan Mo mengambil baju zirahnya. Lalu memakainya.

.
.

Wei masih belum beranjak dari tempatnya. Matanya tak lepas menatap lukisan Queen, semenjak kepergian gadis itu. Hatinya cemas memikirkan apa yang terjadi dengan gadis itu disana.
Sebelumya Wei tak pernah merasakan hal seperti ini. Tapi entah kenapa ia merasa kan banyak hal ketika gadis itu ada bersama nya.

Tiba-tiba ada seberkas cahaya menyilaukan matanya. Dahi Wei berkerut, seingatnya Queen baru saja pergi beberapa menit yang lalu.

Bruk!

Krak!

Wei meringis. Ia merasakan sakit saat punggungnya membentur lantai.
Pria itu menaikan sebelah alisnya saat membuka mata.

"Queen.."

"W-WEI!"

Teriak mereka secara bersamaan. Sadar posisi mereka terlihat intim, Queen segera beranjak ke samping.

"Kau sudah kembali?" Wei melirik jam tangannya. "Cepat sekali. Tapi baguslah." Gumam Wei.

Queen terdiam, beberapa menit yang lalu Queen masih berbicara dengan sang ayah.
Tapi kenapa bisa ia kembali ke rumah Wei?

"Wei.. kau.. kau memanggilku?" Tanyanya penasaran.

"Maksudmu?" Tanya Wei tak mengerti.

"Kau melukis dengan darah diatas lukisanku?"

Ah.. Wei paham sekarang. Kepala pria itu menggeleng tegas. "Tidak."

"Lalu bagaimana caranya aku sampai disini?" Batin Queen, bingung.

Wei menepuk pundak Queen pelan, menyadarkan Queen dari lamunannya.

"Sebaiknya kau ganti baju, kita akan pergi keluar satu jam lagi." Ujar Wei lirih.

Queen mengangguk pelan, tanpa bertanya lebih lanjut. Queen menuruti perintah Wei.

"Al, ini saya." Ucap Wei setelah sambungngan teleponnya diangkat.

"Iya, saya jadi kesana." Wei melirik kearah Queen pergi. "Hm, tentu." Kali ini Wei terdiam. Dahinya sedikit mengernyit.
"Saya... Tetap akan datang."

Wei menutup teleponnya, ia memijat pelipis. Kenapa disetiap ia keluar rumah, pasti akan bertemu lagi dengan Anastasya Lin?

Kepala Wei menggeleng cepat, ia dan Anastasya sudah tidak memiliki hubungan. Untuk apa Wei memikirkannya?

Menghela nafas berat, Wei mengganti bajunya. Ia mengenakan t-shirt hitam polos dengan jas biru tua metalik.
Ia menyisir rambutnya, dan setelah cukup membenahi penampilannya. Wei keluar dari kamar, menunggu Queen.

Tak berapa lama, Queen keluar dari kamar. Ia sudah cantik memakai dress yang mereka beli beberapa hari yang lalu.

Wei tersenyum tipis, ia menggandeng tangan Queen dan menariknya pelan menuju mobilnya.

Queen tak banyak bicara, lagipula Wei takkan suka jika ia menjadi pribadi yang cerewet.

"Kita akan ke pameran foto." Ujar Wei tiba-tiba.

Tatapan Wei menatap lurus kearah jalanan. Tak sedikit pun Wei mengalihkan fokus.

"Lagi?"

Wei melirik Queen lewat ekor matanya. Setelahnya Wei mendengus. "Sebelumya pameran lukisan. Bukan foto." Jawabnya acuh.

Wei tersenyum miring, sepertinya ia tahu bagaimana caranya membalas perlakuan Anastasya padanya.

"Kita lihat aja nanti." Batin Wei.

Next.. chapter

11 Februari 2019

The Devil In The Painting [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang